Apakah Kita Termasuk Orang yang Mentadaburi Al-Qur`an?

tadabbur quran
Sudah baca Alquran? sudah mentadaburinya? ingatlah, “Maka apakah mereka tidak merenungkan Al-Qur`an ataukah hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad: 24).

Apa itu Tadabur?

Huruf dasar دبر secara bahasa menunjukkan kepada makna: akhir dari sesuatu. Sedangkan tadabbur (تدبر) menunjukkan kepada makna memperhatikan kesudahan dari suatu perkara, dan memikirkan akibatnya. Dan kata tadabbur digunakan untuk setiap bentuk merenungkan sesuatu, bagian-bagiannya, perkara yang mendahuluinya, perkara yang mengikutinya, atau akibat suatu perkara. Oleh karena itu Syaikh Al-Utsaimin rahimahullah mendefinisikan tadabbur sebagai berikut ini.

التأمل في الألفاظ للوصول إلى معانيها

“Merenungkan lafal-lafal untuk sampai kepada kandungan-kandungan maknanya”

Kata tadabbur berasal dari wazan At-Tafa’ul (التفعل) yang berfungsi menunjukkan kepada makna membebani perbuatan dan meraih sesuatu setelah mengerahkan usaha yang sungguh-sungguh.

Dengan demikian, orang yang bertadabur adalah orang yang  memperhatikan suatu perkara secara berulang-ulang atau dari berbagai sisi.[1]

Pada asalnya mentadaburi Al-Qur`an itu setelah paham maknanya, karena tidak mungkin seseorang dituntut untuk mentadaburi ucapan yang ia tidak pahami maknanya, dengan demikian mentadaburi Al-Qur`an itu pada asalnya setelah seseorang paham maknanya, atau dengan kata lain, ia paham tafsirnya, baru bisa merenungi berbagai pelajaran yang bisa diambil darinya.
Perintah Tadabur dalam Al-Qur`an Al-Karim

Didalam Al-Qur`an Al-Karim terdapat perintah untuk bertadabur di empat ayat yang agung.

– Dua ayat diturunkan terkait dengan kaum munafiqin, yaitu

firman Allah Ta’ala:

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ ۚ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا

“Maka apakah mereka tidak merenungkan Al-Qur`an? Kalau kiranya Al-Qur`an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya” (QS. An-Nisa`: 82).

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَىٰ قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا

“Maka apakah mereka tidak merenungkan Al-Qur`an ataukah hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad: 24).

– Dua ayat diturunkan terkait dengan kaum kafirin, yaitu:

أَفَلَمْ يَدَّبَّرُوا الْقَوْلَ أَمْ جَاءَهُمْ مَا لَمْ يَأْتِ آبَاءَهُمُ الْأَوَّلِينَ

“Maka apakah mereka tidak merenungkan perkataan (Kami), atau apakah telah datang kepada mereka apa yang tidak pernah datang kepada nenek moyang mereka dahulu?” (QS. Al-Mu`minun: 68).

كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ

“Ini adalah sebuah Kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka merenungkan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran (yang baik)” (QS. Shad: 29), kendati ayat yang terakhir ini bisa mengandung kemungkinan bahwa kaum mukminin yang diperintahkan untuk mentadaburi Al-Qur`an, yaitu ketika ayat ini dibaca dengan jenis qira`ah yang menggunakan kata ganti orang kedua. 

[2]لتدَّبَّرُوا آيَاتِهِ 

“supaya kalian merenungi ayat-ayatnya”

Maksud kalian di sini adalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan pengikutnya.[3] Namun yang perlu diperhatikan bahwa turunnya ayat-ayat di atas, meskipun terkait dengan non-mukminin, bukan berarti kaum mukminin tidak tertuntut untuk mentadaburi Al-Qur`an, bahkan mereka lebih tertuntut untuk mentadaburi Al-Qur`an, karena merekalah orang-orang yang mau mengambil manfaat dari Al-Qur`an dengan mentadaburinya.

Adapun penjelasan sebelumnya di atas, sekedar menunjukkan bahwa ayat-ayat di atas diturunkan terkait dengan non mukminin, dan tidaklah menjelaskan siapa saja yang termasuk kedalam orang-orang yang diperintahkan untuk mentadaburi Al-Qur`an.

[Bersambung]


Penulis:

[1]. Diringkas dan sisimpulkan dari Mafhumut Tafsir wat Ta`wil wal Istinbath wal Mufassir, DR. Musa’id bin Sulaiman Ath-Thayyar, hal. 185 dan Ushulun fit Tafsir, Syaikh Al-Utsaimin, hal. 23.

[2]. Ini adalah qiro`ah Abu Ja’far Al-Madani, dan dinisbatkan kepada ‘Ashim [Lihat :Tafsir Ath-Thabari, dinukil dari  Mafhumut Tafsir wat Ta`wil wal Istinbath wal Mufassir, DR. Musa’id bin Sulaiman Ath-Thayyar, hal. 186].

[3]. Tafsir Ath-Thabari dinukil dari  Mafhumut Tafsir wat Ta`wil wal Istinbath wal Mufassir, DR. Musa’id bin Sulaiman Ath-Thayyar, hal. 186.

Tidak ada komentar