Benarkah Dosa Syirik Kecil Lebih Besar Dari Dosa-Dosa Besar?


Bismillah wal hamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Mungkin Anda pernah mendapati fenomena ini

Banyak orang yang ketika mendengar pejabat jujur tersebut tersandung kasus selingkuh (baca: zina), merasa kaget, lho ternyata! Banyak orang yang ketika melihat guru ngaji memperkosa anak didiknya, terkejut dan naik pitam, keterlaluan! Banyak orang yang ketika mendengar berita pembunuhan sadis, mencincang korbannya, memekik keras sadis! Jika ditinjau dari sisi bahwa hal itu adalah gambaran dari kebencian terhadap sebuah kemaksiatan, memang ini adalah sikap yang benar dan sebuah tuntutan keimanan.
Namun, seberapa banyak kah di antara manusia yang menampakkan kebencian yang sangat terhadap sebuah kemaksiatan yang nampaknya hanya sebatas tidak beradabnya lisan, tidak etis, atau melanggar tatakrama ucapan, padahal hakikatnya merupakan bentuk dosa yang secara kelas bukan hanya termasuk kedalam golongan dosa besar, namun juga termasuk ke dalam kesyirikan kecil?
Seberapa banyak orang yang merasa demikian takutnya untuk mengatakan Ini semua atas kehendak Allah dan kehendak Anda atau Jika bukan karena Allah dan Anda,tentulah kami tadi tertabrak mobil atau saya bersumpah demi negriku atau demi cintaku padamu? Berapakah jumlah orang yang merasa demikian keterlaluannya terhadap pelaku dosa-dosa tersebut di atas? Berapa banyakkah orang yang merasa demikian keji dirinya, ketika mengharapkan pujian manusia dalam melakukan suatu ibadah? Padahal, semua contoh di atas adalah dosa-dosa yang merupakan kategori syirik kecil.

Penjelasan Mengenai Syirik Kecil

Telah dinukilkan dari sekelompok dari Salafus Shalih bahwa mereka menyatakan sesungguhnya syirik kecil lebih besar dosanya dari dosa besar, mereka berdalil dengan
  1. Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
    إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ ، قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ ؟ قَالَ : الرِّيَاءُ ، إِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَقُولُ يَوْمَ تُجَازَى الْعِبَادُ بِأَعْمَالِهِمْ اذْهَبُوا إِلَى الَّذِينَ كُنْتُمْ تُرَاءُونَ بِأَعْمَالِكُمْ فِي الدُّنْيَا فَانْظُرُوا هَلْ تَجِدُونَ عِنْدَهُمْ جَزَاءً
    Sesungguhnya sesuatu yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil. Mereka (para Sahabat) bertanya: Apakah syirik kecil itu, ya Rasulullah? Beliau menjawab, ‘Riya`.’ Sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman, ‘pada hari dibalas para hamba sesuai dengan amal mereka pergilah kepada orang-orang yang kalian memamerkan amalan kalian kepada mereka sewaktu di dunia, lalu lihatlah apakah kalian bisa mendapatkan pahala dari mereka’” (HR. Imam Ahmad (27742), dishahihkan Al-Albani).
  2. Mereka berhujjah dengan ucapan Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu
    ( لأن أحلف بالله كاذبًا أحب إلي من أحلف بغيره وأنا صادق ) .
    Sungguh saya bersumpah dengan menyebut nama Allah namun dusta lebih aku sukai daripada bersumpah dengan menyebut nama selain Allah meskipun saya jujur”. (Dikeluarkan oleh Al-Mundziri dalam At-Tarhib wat Targhib: 4/58, dan dishahihkan Syaikh Al-Albani).
Sisi alasannya
  1. Bahwa bersumpah dengan menyebut nama Allah namun dusta itu adalah dosa besar, sedangkan bersumpah dengan menyebut nama selain Allah meskipun jujur itu syirik kecil.
    Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu menilai bersumpah dengan menyebut nama Allah namun dusta itu masih lebih mending daripada bersumpah dengan menyebut nama selain Allah meskipun jujur, hal ini menunjukkan bahwa syirik kecil lebih besar dosanya dari dosa besar.
  2. Bersumpah dengan menyebut nama Allah itu adalah tauhid, sedangkan bersumpah dengan menyebut nama selain Allah itu adalah syirik. Adapun kejujuran dalam bersumpah dengan menyebut nama selain Allah itu tidaklah sebanding dengan kebaikan tauhid. Demikian pula keburukan dusta itu lebih mending daripada keburukan syirik.
Catatan:
Bukanlah maksud Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu menyepelekan dosa besar, namun beliau hendak menjelaskan tingkat kebesaran dosa syirik kecil.

Syirik Kecil Lebih Besar Dosanya dari Dosa Besar

Syaikh Muhammad Shaleh Al-Munajjid hafizhahullah berkata, Adapun syirik kecil, maka walaupun termasuk ke dalam kelompok dosa besar secara global, namun ditinjau dari sisi jenisnya -dan bukan ditinjau dari masing-masing dosa syirik kecil- lebih parah dari jenis perbuatan dosa-dosa besar tanpa diiringi keyakinan (yang salah)”.
Dalam perkataannya selanjutnya -setelah beliau menyebutkan perkataan Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu di atas- mengatakan,
“Terkadang ucapan seperti ini (ucapan Ibnu Mas’ud-pent) dimaksudkan untuk menunjukkan lebih beratnya dosa syirik kecil khusus yang satu ini -yaitu bersumpah dengan menyebut nama selain Allah- dibandingkan dengan dosa khusus yang disebutkan bersamanya, yaitu bersumpah dengan menyebut nama Allah namun dusta, jadi bukan berarti hal itu menunjukkan setiap bentuk dosa syirik kecil pasti lebih buruk dari setiap bentuk dosa besar. Namun yang tepat, sebagaimana yang telah kami katakan bahwa hal ini ditinjau dari sisi keumuman dan jenis, bukanlah ditinjau dari sisi satu persatu bentuk dosa. Karena diantara dosa-dosa besar yang memang sangat buruk, ada yang lebih parah dari sebagian dosa-dosa syirik kecil”.
Syaikh Abdur Rahman Al-Baraak hafizhahullah ketika ditanya apakah syirik kecil lebih besar (dosanya) daripada dosa besar dan apakah ini berlaku secara mutlak? Maka di antara jawaban beliau adalah, “Juga demikian, yang nampak (dipandanganku) tentang ucapan Salafus Sholeh bahwa syirik kecil lebih besar dosanya dari pada dosa besar, maksudnya adalah dosa yang sejenis, seperti contohnya: bersumpah dengan menyebut nama selain Allah (meskipun jujur) lebih parah daripada bersumpah dengan menyebut nama Allah namun dusta, sebagaimana riwayat Ibnu Mas’ud.
Jadi, jenis dosa syirik lebih parah dari jenis dosa besar, dan hal itu bukanlah berarti setiap bentuk dosa syirik kecil lebih parah daripada setiap bentuk dosa besar, karena diantara dosa-dosa besar ada yang diperingatkan keras dan diancam dengan ancaman yang keras, yang mana peringatan dan ancaman sekeras itu tidaklah didapatkan pada sebagian bentuk syirik kecil”. Wallahu a’lam
(Diolah dari Islamqa.info/ar/188050).
Penulis: Sa’id Abu Ukasyah
Dipublikasi ulang dari Muslim.Or.Id

Tidak ada komentar