Benarkah Penggunaan Kalender Masehi Dalam Keadaan Tertentu Dibolehkan?

Benarkah Penggunaan Kalender Masehi Dalam Keadaan Tertentu Dibolehkan?


Bismillahirrahmanirrahim wash shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du

Sebelum kami menjelaskan jawaban dari pertanyaan di atas, ada baiknya kita merunut permasalahannya dari hukum asal penggunaan kalender masehi. Berikut penjelasannya.

Hukum Asal Penggunaan Kalender Masehi

Hukum asal penggunaan kalender masehi adalah haram dengan alasan:
  1. Karena itu adalah bentuk tasyabbuh (menyerupai) orang-orang kafir dalam hal yang menjadi ciri khas mereka yang membedakan mereka dengan kaum mukminin (orang-orang beriman).
  2. Karena kalender masehi adalah simbol dan syi’ar agama nashara (hal ini nampak dari sebagian besar nama-nama bulan di dalamnya adalah nama berhala atau nama-nama kaisar/pembesar orang-orang kafir [romawi]). Jadi, berkalender dengannya berarti ikut mensyi’arkan simbol dan syia’ar tersebut (baca: 5 Rahasia dibalik kalender masehi).
Berikut fatwa tentang hal ini:
Fatwa Lajnah Da’imah Kerajaan Arab Saudi no. 20722
Pertanyaan: “Apa hukum berinteraksi dengan kalender masehi dengan orang-orang yang tidak mengetahui kalender Hijriyyah, seperti kaum muslimin non Arab atau orang-orang kafir mitra kerja?”
Jawab: Tidak boleh bagi kaum muslimin menggunakan kalender Masehi karena sesungguhnya hal tersebut merupakan bentuk tasyabbuh (menyerupai) orang-orang nashara (nasrani) dan termasuk syi’ar agama mereka. Sebenarnya kaum Muslimin, walhamdulillah, telah memiliki kalender yang telah mencukupi diri mereka yang mengaitkan mereka dengan Nabi mereka Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, sekaligus ini merupakan kemuliaan yang besar. Namun apabila ada suatu kebutuhan yang sangat mendesak maka boleh menggabung kedua kalender tersebut. Wabillahit taufiq”.
Al-Lajnah Ad-Da`imah Lil Buhutsil ‘Ilmiyah Wal Ifta`
Anggota: Bakr Abu Zaid, Shalih Al-Fauzan, ‘Abdullah bin Ghudayyan
Wakil Ketua: ‘Abdul ‘Azîz Alusy Syaikh
Ketua: ‘Abdul Azîz Bin ‘Abdillah bin Baz
Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa HUKUM ASALnya penetapan kalender masehi sebagai kalender resmi dan menggunakan perhitungan tanggal dengannya dalam berbagai hal, baik aktivitas masyarakat maupun individu (dalam hal surat-menyurat, perdagangan, dan kegiatan yang lainnya) adalah bentuk tasyabbuh (menyerupai) orang nasrani, serta ikut menyemarakkan syi’ar agama mereka, padahal nash syariat menunjukkan haramnya hal tersebut. Inilah hukum asalnya.
Namun, ada kondisi tertentu yang menyebabkan DIBOLEHKANnya menggunakan kalender masehi tersebut, berikut penjelasannya.

Hukum Penggunaan Kalender Masehi Ketika Ada Kebutuhan

Alhamdulillah, dalam Islam, jumlah perkara yang diharamkan jauh lebih sedikit daripada perkara yang dihalalkan, padahal dalam perkara yang diharamkan pun, ketika dalam keadaan darurat atau hajat setingkat hukum darurat, maka ada kemudahan dan keringanan, di antara kaidah-kaidah tersebut adalah:
Kaidah darurat
الضرورات تبيح المحضورات
“Keadaan darurat membolehkan larangan (yang haram)”
الحاجة العامة تنزل منزلة الضرورة
“Kebutuhan hajiyyah (sekunder) yang sifatnya umum kedudukannya disamakan seperti kebutuhan darurat”
الضرورات تقدر بقدرها
“(Pemenuhan) kebutuhan darurat diukur sesuai dengan ukurannya (secukupnya)”
ارتكاب أخف الضررين
“Mengambil kemudharatan (bahaya) yang paling ringan di antara dua mudharat (bahaya)”
Berdasarkan kaidah-kaidah di atas, maka bisa disimpulkan sebagai berikut:
Pada asalnya haram menggunakan kalender masehi dan wajib menggunakan kalender Hijriyyah. Hukum ini mencakup seluruh idividu dan negeri-negeri Islam. Akan tetapi jika dihadapkan kepada keadaan terpaksa menggunakan kalender masehi, maka ada rincian hukumnya:
  1. Berkaitan dengan orang yang tinggal di negara dengan kalender masehi, apabila peraturan di sana membolehkan untuk menggunakan kalender Hijriyah bersamaan dengan kalender masehi, maka wajib bagi setiap individu untuk menggunakan kalender Hijriyah di surat-menyurat dan kegiatan-kegiatan mereka semampu mereka karena hal itu adalah bentuk pelestarian terhadap kalender Hijriyah sebagai simbol bagi umat Islam, dan meminimalisir mafsadat (kerusakan) yang terjadi yang disebabkan penggunaan kalender masehi. Jadi, tidak mengapa untuk memanfaatkan kalender masehi, akan tetapi hanya sebagai pembantu kalender Hijriyah yang dia (kalender masehi) disebutkan di belakang kalender masehi ketika dibutuhkan atau ketika ada maslahat (kebaikan) yang kuat. Contohnya kita katakan,sekarang tanggal 29 Shafar 1436 H bertepatan dengan 22 Desember 2010“.Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Kita katakan jika kita dihadapkan pada musibah yang seperti ini, sehingga kita harus menyebutkan kalender masehi juga, maka hendaknya yang disebutkan terlebih dahulu adalah kalender Hijriyyah Arab yang Syar’i kemudian baru kita katakan bahwa tanggal sekian hijriyyah bertepatan dengan tanggal sekian Masehi” (Liqaul Babil  Maftuhhttp://sh.rewayat2.com/fkh3ame/Web/7687/006.htm).
  2. Jika seseorang tinggal di negara yang peraturannya wajib menggunakan kalender masehi dan dilarang menggunakan kalender Hijriyyah, maka dia berkewajiban mengingkari semampunya dengan mempertimbangkan maslahat (kebaikan) dan mudharat (bahaya) dengam bimbingan ulama.Fadhilatusy Syaikh Dr. Abdullah bin ‘Abdurrahman al-Jibrin rahimahullah berkata, “Adapun kalau peraturan resmi sebuah negara melarang mengisyaratkan kepada penanggalan Hijriyah selamanya, dan mereka memeranginya, maka wajib bagi setiap individu dalam kondisi seperti ini untuk mengerahkan kemampuannya dalam mengingkari dan memberikan nasihat dan juga memperhatikan perkara ini dan mempertimbangkan antara maslahat (kebaikan) dan mafsadat (kerusakan) yang kemungkinan terjadi dan berusaha menghilangkan sebab-sebab mafsadat (kerusakan) yang terjadi dan berusaha meminimalisir dampak yang ditimbulkannya, apabila tidak mungkin menghilangkannya. Dan masuk dalam pembahasan ini adalah berinteraksi dengan negara dan perusahaan dunia yang berpatokan dengan kalender masehi, maka boleh menggunakan kalender masehi ketika ada kebutuhan” (Istikhdamut Tarikhil Miladi, http://www.dorar.net/art/223).
CATATAN :
1. Mengingkari kemungkaran, haruslah sesuai dengan rambu-rambu Syari'at Islam, bahkan jika sebuah kemungkaran diingkari dugaan kuat menimbulkan dampak bahaya yang seimbang dengan manfaat yg hendak didapatkan, maka didahulukan menghindari bahaya tersebut.
2. Kaum muslimin hendaknya menyampaikan pencerahan dengan bijaksana dan lembut, jauh dari kekerasan dan pemaksaan.
Semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita dan menjaga kita dari kehinaan dan menjadikan kita sebagai umat pemimpin dunia, merasa mulia dengan Islam dan syi’arnya. Amin.
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukkasyah
Sumber : Muslim.Or.Id

Tidak ada komentar