I‘rab Lā ilāha illallāh dan Pengaruh Maknanya (5)

I‘rab Lā ilāha illallāh dan Pengaruh Maknanya (5)

Khabar Lā nafiyyah liljinsi pada Lā ilāha illallāh

Pada artikel sebelumnya, telah dijelaskan bahwa Ilāh adalah ism lā nafiyyah liljinsi. Adapun khabar lā nafiyyah liljinsi dalam kalimat lā ilāha illallāh tidak disebutkan. Hal ini karena khabar tersebut telah diketahui dari Alquran dan As-Sunnah dan dari konteks kalimat lāilāha illallāh. Begitulah dalam bahasa Arab, khabar lā nafiyyah liljinsi banyak tidak disebutkan.
Ibnu Malik menjelaskan bahwa banyak tersebar dalam bab (lā nafiyyah liljinsi) penghilangan khabar, jika telah jelas maksud khabar dengan penghilanganya tersebut.
Demikianlah, khabar lā itu banyak dihilangkan (tidak disebutkan), dan ditentukan khabar yang tidak disebutkan tersebut sesuai dengan konteksnya. Hal ini sebagaimana dalam contoh berikut.
أ: هل في البيت من رجل؟
A: Hal filbaiti min rajulin?
“Apakah ada seorang pria di rumah itu?”
ب: لا رجل
B: Lā rajula
“Tidak ada seorang pria pun!”
Maksud jawaban itu adalah tidak ada seorang pria pun di rumah itu. Tidak disebutkannya filbaiti ‘dalam rumah itu’ karena telah jelas maksudnya. Apakah khabar lā nafiyyah liljinsipada lā ilāha illallāh? Khabar lā pada lā ilāha illallāh adalah aqqun ‘benar’ atau biaqqin‘dengan benar’. Oleh karena itu makna lā ilāha illallāh adalah lā ilāha aqqun illallāh ‘tiada sesembahan yang benar (berhak disembah) kecuali Allah.’ Oleh karena itu, salah jika seseorang menentukan khabar lā pada lā ilāha illallāh itu dengan maujūd ‘ada’, sebagaimana diungkapkan oleh mutakallimin, asya’ariyyah, mu’tazilah dan para filsuf. Menurut mereka makna lā ilāha illallāh adalah lā ilāha maujūdun illallāh ‘tiada sesembahan yang ada kecuali Allah’ atau dengan kata lain tidak ada tuhan kecuali Allah. Ini adalah tafsiran yang salah karena sesuatu yang disembah selain Allah itu ada, bahkan banyak.
Alasan khabar lā pada lā ilāha illallāh adalah aqqun ‘benar’ atau biaqqin ‘dengan benar’ adalah sebagai berikut.
1. Dalam surat Al-Ḥajj: 62 disebutkan secara jelas bahwa satu-satunya sesembahan yang benar adalah Allah semata, sementara selain-Nya adalah sesembahan yang salah, Allah berfirman,
ذَٰلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ
ẓālika bi `annallāha huwalḥaqqu wa `anna mā yad‘ūna mindūnihi huwalbāṭilu wa`annallāha huwal‘aliyyulkabīr
“(Kekuasaan Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Sesembahan) Yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka sembah selain dari Allah, itulah (sesembahan) yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar” (Al-Ḥajj: 62).
[bersambung]
***
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Sumber : Muslim.or.id

Tidak ada komentar