Skala Prioritas dalam Belajar Agama Islam (1): Ilmu Fardhu ‘Ain

Skala Prioritas dalam Belajar Agama Islam (1): Ilmu Fardhu ‘Ain


Bismillah wal hamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du:

Dahulu, Disiplin Ilmu Syari’at Hanya Satu Titik1

Syari’at adalah seluruh ajaran yang Allah tetapkan untuk hamba-hamba-Nya, baik berupa aqidah, ‘amaliyyah, ataupun akhlak.
Dulu, disiplin Ilmu syari’at tidaklah banyak jumlahnya, namun setelah banyaknya orang-orang yang tidak berilmu, kemudian para ulama mencetuskan berbagai cabang disiplin ilmu syari’at untuk memudahkan mereka memahami syari’at Islam ini. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Ali bin Abi Tholib radhiallahu ‘anhu:
العلم نقطة كثرها الجاهلون
“Ilmu syari’at dahulu hanyalah satu titik saja (sedikit), namun diperbanyak oleh orang-orang yang tidak berilmu.”
Pada dasarnya, disiplin ilmu syari’at yang dipahami para sahabat radhiallahu ‘anhum sedikit pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu pemahaman tentang Al-Qur`an dan As-Sunnah itu saja. Namun di zaman Ali bin Abi Tholib radhiallahu ‘anhu bertambah banyak cabang-cabang disiplin ilmu yang dicetuskan, dibandingkan zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Demikianlah, semakin jauh suatu kaum dari zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, semakin banyak pula ketidaktahuan (jahl) terhadap ilmu syar’i dan orang-orang yang tidak berilmu (jaahiluun) terhadap ilmu syar’i. Ketika itu, mereka membutuhkan penjelasan ilmiyyah yang lebih detail dan banyak. Semakin hari, semakin banyak pula dicetuskan cabang-cabang disiplin ilmu syari’at oleh para ulama agar orang-orang yang tidak berilmu (jaahiluun) bisa memahami agama Islam ini dengan benar.
Oleh karena itulah, ditulis ratusan ribu kitab para ulama rahimahumullah dari berbagai cabang disiplin ilmu syari’at, hal ini sesungguhnya tidaklah menunjukkan bahwa jumlah disiplin ilmu syari’at itu adalah sebanyak jumlah kitab-kitab para ulama tersebutAsal ilmu Syari’at tetaplah Al-Qur`an dan As-Sunnah saja, namun karena tuntutan keadaanlah, ulama menuliskan kitab-kitab yang di zaman dulu tidak dibutuhkan oleh masyarakat salaf, karena salaf memahami dengan baik ilmu-ilmu yang dituliskan oleh ulama sekarang.
Sekarang kita membutuhkan sesuatu yang tidak dibutuhkan di zaman dahulu, misalnya syarah (penjelasan) kitab Al-Wasithiyyah, kitab ini sekarang kita butuhkan. Kelak pada generasi anak-anak kita, bisa jadi mereka membutuhkan syarah dari syarah kitab Al-Wasithiyyah, dan pada generasi cucu-cucu kita, bisa jadi pula mereka membutuhkan syarahdari syarah dari syarah kitab Al-Wasithiyyah. Demikian pula dari ilmu-ilmu alat, jika kita sekarang membutuhkan ilmu-ilmu semisal ushul fikih, ushul tafsir, qawa’id fiqhiyyah, dan yang semacamnya, maka bukan hal mustahil satu abad yang akan datang, muncullah ilmu-ilmu cabang yang lebih spesifik sebagai perincian dari ilmu-ilmu alat tersebut.

Pembagian Ilmu Syari’at Islam

Ilmu Syari’at ditinjau dari sisi kewajiban mempelajarinya, Terbagi Dua, yaitu: Ilmu Fardhu ‘ain dan Ilmu Fardhu Kifayah
1. Ilmu Fardu ‘Ain
Berikut penuturan para ulama besar rahimahumullah tentang Ilmu fardu ‘ain:
An-Nawawi rahimahullah, dalam kitabnya Al-Majmu’ syarhul Muhadzzab membagi ilmu syar’i menjadi tiga macam fardhu ‘ain, fardhu kifayah, dan sunnah. Beliau mengatakan,
باب أقسام العلم الشرعي هي ثلاثة
الأول فرض العين: وهو تعلم المكلَّف مالا يتأدى الواجب الذي تعين عليه فعله إلا به ككيفية الوضوء والصلاة ونحوهما وعليه حمل جماعات الحديث المروي في مسند أبي يعلى الموصلي عن أنس عن النبي صلى الله عليه وسلم طلب العلم فريضة على كل مسلم
“Bab Macam-macam Ilmu Syar’i Ada Tiga. Pertama, fardhu ‘ain, yaitu seorang mukallaf (baligh dan berakal sehat) mempelajari ilmu yang ia tidak bisa memenuhi kewajibannya kecuali dengan mengetahuinya, seperti tata cara wudhu`, shalat, dan yang selain keduanya. Sekelompok ulama membawakan kepada makna ini (ilmu fardhu ‘ain) dalam menafsirkan sebuah Hadits yang diriwayatkan di musnad Abu Ya’la Al-Mushili dari Anas dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam,
طلب العلم فريضة على كل مسلم
“Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim,”2.
Demikian pula Ulama Lajnah Daimah KSA menjelaskan tentang maksud ilmu fardhu ‘ain, yaitu:
العلم الشرعي على قسمين : منه ما هو فرض على كل مسلم ومسلمة ، وهو معرفة ما يصحح به الإنسان عقيدته وعبادته ، وما لا يسعه جهله ، كمعرفة التوحيد ، وضده الشرك ، ومعرفة أصول الإيمان وأركان الإسلام ، ومعرفة أحكام الصلاة ، وكيفية الوضوء ، والطهارة من الجنابة ، ونحو ذلك ، وعلى هذا المعنى فسِّر الحديث المشهورطلب العلم فريضة على كل مسلم )
Ilmu syar’i terbagi menjadi dua, di antaranya adalah ilmu yang wajib diketahui oleh setiap muslim dan muslimah, yaitu ilmu yang menyebabkan sahnya aqidah dan ibadah seseorang dan tidak boleh seseorang tidak tahu tentang ilmu tersebut. Contohnya adalah mengetahui tauhid dan lawannya, yaitu syirik, pokok-pokok keimanan (rukun iman) dan rukun Islam, hukum-hukum shalat, tata cara wudhu`, bersuci dari junub, dan yang semisalnya. Oleh karena itu, hadits yang terkenal ini (menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslimditafsirkan dengannya (ilmu fardhu ‘ain)”3.
Imam Ahmad rahimahullah berkata,
يجب أن يطلب من العلم ما يقوم به دينه، قيل له مثل أي شيء؟ قال: الذي لا يسعه جهله: صلاته و صيامه، و نحو ذلك
“Menuntut ilmu yang menjadi landasan tegaknya agama adalah wajib”. Beliau ditanya, ‘Contohnya apa?’ Beliau menjawab, “Ilmu yang harus diketahuinya, seperti tentang sholat dan puasanya, serta yang semisal itu”. 4
Imam Malik rahimahullah ketika ditanya tentang menuntut ilmu, beliau menjawab,
كله خير و لكن انظر إلى ما تحتاجه في يومك و ليلتك فاطلبه
Semuanya baik, akan tetapi lihatlah kepada ilmu yang engkau butuhkan sehari semalam, maka carilah ilmu tersebut!5
Pernyataan para ulama besar di atas sebenarnya terdapat tiga pelajaran besar, yaitu:
  1. Inti definisi ilmu fardhu ‘ain :Ilmu yang jika tidak diketahui oleh seorang hamba, menyebabkannya tidak bisa menunaikan kewajibannya, sehingga ia terjatuh ke dalam dosa. Dengan kata lain, seseorang jika tidak mempelajari ilmu fardhu ‘ain, akan terjatuh kedalam dua kemungkinan:
    1. Tidak bisa melaksanakan perintah Allah dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamyang wajib dilaksanakan sehingga berdosa.
    2. Melakukan larangan Allah dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang wajib ditingalkan (yang haram dilakukan), sehingga berdosa pula.
  2. Isyarat kepada skala prioritas, bahwa ilmu yang kita butuhkan dalam keseharian berupa ilmu tentang iman dan tauhid (keyakinan yang benar), serta ibadah (amal yang sah), inilah yang harus kita dahulukan dibandingkan dengan selainnya dari ilmu ushul fikih, qawa’idut tafsir, dan selainnya dari ilmu-ilmu fardhu kifayah.
  3. Ulama dari dulu telah menjelaskan tentang adanya jenis ilmu yang hukum mempelajarinya fardhu ‘ain, hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
    طلب العلم فريضة على كل مسلم
    Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim” (HR. Ibnu Majah. Hadits ini dihasankan oleh As-Suyuthi, Adz-Dzahabi dan disebutkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Ibnu Majah).
    Dan juga berdasarkan kaidah:
    ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب
    Suatu perkara yang sebuah kewajiban tidak bisa terlaksana kecuali dengannya,maka hukum perkara tersebut juga wajib”.
Wallahu a’lam. Selanjutnya, silahkan baca artikel Skala Prioritas dalam Belajar Agama Islam (2).
***
Referensi :
Catatan kaki
1 Transkrip Muhadharah Syaikh Shaleh Alusy Syaikh hafizhahullah, berjudul : “Al-Manhajiyyah fi qira`ati kutubi Ahlil ‘Ilmi”, dari http://saleh.af.org.sa/node/28)
2  Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, An-Nawawi, hal. 49 (Pdf,Waqfeya.com)
4 Hushulul Ma`mul bi syarh Tsalatsatil Ushul, Syaikh Abdullah Al-Fauzan hafizhahullah

Tidak ada komentar