Pernak-pernik Istikharah (Bag. 4)

Pernak-pernik Istikharah (Bag. 4)


8. Sebuah kesalahan ketika membatasi istikharah hanya dalam masalah yang jarang terjadi atau masalah besar saja

Al-‘Aini berkata dalam kitab Umdatul Qari (7/223) :
“Dalam sabda beliau:

( في الأمور كلها )

“untuk memutuskan segala sesuatu”, ini menunjukkan umum, dan menunjukkan pula bahwa seseorang janganlah menyepelekan suatu perkara karena kecilnya perkara tersebut dan karena tidak diperhatikannya suatu perkara tersebut, yang berakibat ia tinggalkan beristikharah tentangnya.

Berapa banyak perkara yang disepelekan, padahal ketika dilakukan, atau ditinggalkannya terdapat bahaya yang besar, oleh karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ليسأل أحدكم ربه حتى في شسع نعله

“Hendaklah salah satu dari kalian meminta kepada Rabb-nya sampaipun dalam permasalahan tali sandalnya.”

Dari sini nampak jelas kesalahan ketika membatasi istikharah hanya dalam beberapa keadaan yang jarang atau sedikit terjadi saja.

Bahkan ciri khas seorang muslim adalah bersandar hatinya kepada Allah, dan memohon petunjuk kepada Allah ‘Azza wa Jalla dalam setiap urusannya yang ia bingung memutuskannya.

Perhatikanlah, bagaimana Zainab bintu Jahsyin radhiyallahu ‘anha melakukan sholat Istikharah ketika ditawari menikah dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Dan dalam Syarah Muslim, An-Nawawi menjelaskan kisah ini dengan mengatakan:

فيه استحباب صلاة الاستخارة لمن هَمَّ بأمر ، سواء كان ذلك الأمر ظاهر الخير أم لا ، وهو موافق لحديث جابر في صحيح البخارى قال : ( كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يعلمنا الاستخارة في الأمور كلها ) ، ولعلها استخارت لخوفها من تقصير في حقه صلى الله عليه وسلم

“Didalamnya terdapat petunjuk disunnahkannya sholat Istikharah bagi orang yang menghendaki melakukan suatu perkara, sama saja perkara tersebut nampaknya (secara zhahir) baik atau tidak. Dan hal ini sesuai dengan hadits Jabir dalam Shahihul Bukhari, (Jabir) berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajari kami istikharah untuk memutuskan segala sesuatu”, barangkali Zainab beristikharah karena ia khawatir tidak bisa memenuhi hak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (saat menjadi istinya kelak).

Sebuah pertanyaan diajukan ke Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah dalam Liqoaatul Babil Maftuh:
“Fadhilatusy Syaikh! Apakah sholat Istikharah dua raka’at disyari’atkan hanya dalam perkara yang tidak jelas maslahatnya, atau sholat Istikharah (itu dilakukan) di setiap perkara yang ia hendak melakukannya, meski nampaknya (secara zhahir) baik, seperti menjadi imam masjid, atau meminang wanita yang sholehah, atau yang semisal itu? Saya mohon penjelasannya.”

Ringkasan jawaban Syaikh Ibnu ‘Utsaimin adalah bahwa Istikharah itu berarti memohon kepada Allah pilihan terbaik dari dua pilihan berupa: melakukan, atau meninggalkannya, tatkala seseorang bingung memutuskannya, tidak tahu bagaimana nanti akibatnya, dengan cara sholat sunnah dua raka’at, lalu berdoa Istikharah.

Bukanlah seseorang beristikharah dalam segala urusan, akan tetapi ia beristikharah hanya dalam urusan yang tidak tahu bagaimana nanti akibatnya, misalnya :

Bertugas menjadi imam masjid, ditinjau dari sisi asal amalannya maka bertugas menjadi imam masjid adalah amalan yang mulia, namun ditinjau dari sisi akibatnya bagi diri seseorang, seseorang tidak tahu di masa akan datang, apakah ia mampu melaksanakan tugas tersebut dengan baik atau tidak? Apakah cocok dengan sifat jama’ahnya atau tidak? 

Berapa banyak orang yang diangkat jadi imam masjid, ternyata ia tidak bisa menunaikan kewajibannya dengan baik, dan bermasalah dengan jama’ah masjid sehingga ia berangan-angan seandainya ia dulunya tidak menjadi imam masjid!

Demikian pula menikah dengan wanita sholehah, jelas seorang wanita sholehah adalah sosok wanita yang baik yang didorong untuk dinikahi, namun kita tidak mengetahui akibat menikahinya di belakang hari. Bisa jadi setelah menikah wanita tersebut tidak cocok dengan ibunya atau dengan keluarga besarnya yang cemburu buta kepadanya, sehingga mereka menginginkan kerusakan rumah tangganya.

(Bersambung, in sya Allah)

***

Penulis : Ust. Sa’id Abu Ukkasyah

Sumber : Muslim.or.id

Tidak ada komentar