Sepuluh Bahasa Cinta Dalam Mendidik Anak (6)

Sepuluh Bahasa Cinta Dalam Mendidik Anak (6)


Cinta yang murni itu memiliki tanda-tanda. Kasih sayang yang tuluspun menuntut adanya pernyataan dan sikap sebagai bukti-buktinya. Tanda-tanda cinta dan bukti-bukti kasih sayang itu adalah sebuah bahasa manusia saat mengungkapkan perasaan yang terpendam dalam hatinya. Nah, apa saja tanda-tanda dan bukti-bukti cinta dan kasih sayang yang tulus dari seorang ayah dan ibu kepada putra-putrinya? Berikut ini jawabannya.
  1. Cinta Allah Ta’ala
  2. Panggilan Cinta
  3. Sambutan Cinta
  4. Kata Cinta
  5. Sentuhan Cinta
  6. Dekapan Cinta
  7. Ciuman Cinta
  8. Candaan Cinta
  9. Penghargaan Cinta
  10. Pemberian Cinta
Perlu dipahami bahwa jumlah sepuluh disini bukanlah maksudnya sebagai pembatasan, namun hal ini sekedar untuk memberi contoh bentuk-bentuk cinta dan kasih sayang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada anak-anak. Selanjutnya diharapkan para pembaca terpacu untuk mencari contoh-contoh lain dari suri teladan terbaik di dunia ini.

1. Cinta Allah Ta’ala Adalah Asal dari Seluruh Cinta yang Terpuji

Ibnul Qoyyim rahimahullah menyatakan,

فأصل المحبة المحمودة التي أمر الله تعالى بها، وخلق خلقه لأجلها: هي محبته وحده لا شريك له المتضمنة لعبادته دون عبادة ما سواه، فإن العبادة تتضمن غاية الحب بغاية الذل، ولا يصلح ذلك إلا لله عز وجل وحده

“Dasar cinta terpuji yang Allah Ta’ala perintahkannya dan Allah ciptakan makhluk karenanya adalah mencintai Allah semata, tiada sekutu baginya. Cinta Allah mengandung peribadahan kepada-Nya semata dan tidak menyembah selain-Nya, karena sesungguhnya ibadah mengandung puncak cinta diiringi dengan puncak perendahan diri. Sikap ini tidak boleh dipersembahkan kecuali kepada Allah Azza wa Jalla semata” (Ighaatsatul Lahfan, hal. 457-458).

Kecintaan seseorang kepada Allah wajib ada di atas segala bentuk kecintaannya kepada selain-Nya, karena cinta Allah adalah dasar dari agama Islam ini, dengan sempurnanya cinta ini pada hati seseorang, menjadi sempurna pula keimanannya, dan sebaliknya, dengan berkurangnya kadar kecintaan seseorang kepada Allah, akan berkurang pula 
keimanannya.

Allah berfirman,

وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ

“Adapun orang-orang yang beriman lebih mencintai kepada Allah” (QS. Al-Baqarah: 165).

Ibnul Qoyyim pun juga menjelaskan bahwa cintalah yang menggerakkan orang yang mencintai sesuatu mencari sesuatu tersebut. Maka orang yang mencintai Allah dengan benar dan baik, akan tergerak untuk mencari perkara yang dicintai oleh Allah pada setiap ucapan maupun perbuatannya. Lahirnya maupun batinnya akan ia pantau terus agar sesuai dengan kecintaan dan keridhaan Rabbnya. Inilah yang kita kenal pada penjelasan sebelum ini dengan definisi ibadah.

Ayah dan Ibu, ajarkanlah kepada ananda cinta kepada Sang Penciptanya. Tanamkan kepada diri putra-putri Anda bagaimana mencintai Allah dengan baik dan benar. Pahamkan mereka dengan penuh kasih sayang, bahwa mencintai Allah itu harus dibuktikan dengan mencari segala sesuatu yang dicintai-Nya. Perkara yang dicintai oleh Allah terdapat dalam syari’at-Nya yang dibawa oleh Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, mencintai Allah yang benar adalah dengan mengikuti Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah berfirman,

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Katakanlah, ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang’” (QS. Ali Imraan: 31).

Semoga dengan demikian putra-putri kita menjadi sadar bahwa tujuan hidup mereka adalah menjadi anak-anak yang dicintai oleh Allah. Inilah letak kebahagiaan yang hakiki bagi kita sebagai orang tua ketika melihat putra-putri kita dicintai dan diridhai oleh Allah. Bagaimana kita tidak bahagia, tidak sejuk pandangan mata kita, dan tidak ridha hati kita sebagai orang tua? Bukankah apabila Allah ridha kepada seorang anak, maka tentulah setiap orang tua yang lurus fithrahnya akan ridha terhadapnya.

[Bersambung]

***

Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah

Artikel Muslim.or.id

[serialposts]

Tidak ada komentar