Tafsir Az-Zumar 38 (1) : Tidak Boleh Berbuat Syirik

Tafsir Az-Zumar 38 (1) : Tidak Boleh Berbuat Syirik


Syaikh Sholeh Al-Fauzan afiahullāh menjelaskan bahwa keseluruhan surat Az-Zumar mengandung penetapan akidah yang benar dan pemberantasan kesyirikan yang dahulu mengakar di kalangan kaum musyrikin. Di antaranya adalah ayat ke-38 dari surat ini. Allah  menetapkan di dalam ayat yang agung ini, keyakinan tentang tauhid dan kebatilan syirik.
Allah berfirman,
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ ۚ قُلْ أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ أَرَادَنِيَ اللَّهُ بِضُرٍّ هَلْ هُنَّ كَاشِفَاتُ ضُرِّهِ أَوْ أَرَادَنِي بِرَحْمَةٍ هَلْ هُنَّ مُمْسِكَاتُ رَحْمَتِهِ ۚ قُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ ۖ عَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ الْمُتَوَكِّلُونَ
Dan sungguh jika engkau bertanya kepada mereka siapakah yang menciptakan langit dan bumi? Niscaya mereka menjawab AllahKatakanlah (hai Nabi Muhammad kepada orang-orang musyrik) terangkanlah kepadaku tentang apa yang kalian sembah selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemadharatan kepadaku, apakah sesembahan-sesembahan itu dapat menghilangkan kemadharatan itu? Atau jika Allah menghendaki untuk melimpahkan suatu rahmat kepadaku apakah mereka mampu menahan rahmat-Nya? Katakanlah cukuplah Allah bagiku, hanya kepada-Nyalah orang-orang yang berserah diri bertawakkal”(QS. Az-Zumar: 38).

Kandungan QS. Az-Zumar: 38

Dalam ayat yang agung ini, Allah mengabarkan tentang pengakuan orang-orang musyrik terhadap keesaan Allah dalam Rububiyyah-Nya, lalu Allah perintahkan kepada Rasul-Nya Muhammad ﷺ untuk mengingkari peribadatan kepada sesembahan-sesembahan selain Allah yang mereka lakukan, dengan mempertanyakan kepada mereka apakah sesembahan-sesembahan tersebut mampu mendatangkan manfaat atau menolak bahaya.
Di dalam ayat ini, Allah tidak menyebutkan jawaban mereka, karena setiap orang yang lurus fitrahnya, tentu telah memahami jawaban dari pertanyaan yang bernuansa pengingkaran tersebut. Jadi, mereka sesungguhnya mengakui bahwa sesembahan-sesembahan tersebut tidaklah mampu sedikitpun melakukannya.
Rasul-Nya ﷺ diperintahkan untuk menyerahkan urusan dan bertawakkal hanya kepada-Nya saja, karena Dia lah satu-satunya Yang Maha Kuasa mendatangkan manfaat dan menolak bahaya. Dia lah yang mecukupi hamba-hamba-Nya yang bertawakkal kepada-Nya saja.
Lalu jika demikian ketidakmampuan sesembahan-sesembahan tersebut dalam mendatangkan manfaat atau menolak bahaya, maka jelaslah kebatilan peribadatan mereka kepada sesembahan-sesembahan selain Allah.

Kesimpulan

Ayat yang agung ini menunjukkan bahwa mendatangkan manfaat atau menolakbahaya termasuk kekhususan Allahsehingga tiada satupun dari sesembahan-sesembahan selain Allah yang mampu melakukannya. Dengan demikian, meminta dan mengharap kepada mereka bukanlah sesuatu yang terbukti sebagai sebab, baik ditinjau dari sisi syar’i ataupun qadari. Hal ini merupakan suatu bentuk kesyirikan.
Oleh karena itulah, dari ayat ini dapat diambil sebuah hukum, yaitu seseorang yang mengambil sesuatu yang tidak terbukti sebagai sebuah sebab, baik secara syar’i ataupun qadari, maka ia terjatuh kedalam kesyirikan, karena hatinya bersandar kepada selain Allah, seperti halnya pemakai jimat. Pemakai jimat berkeyakinan bahwa jimat itu merupakan sebab yang benar, padahal sesungguhnya jimat bukanlah suatu sebab yang bisa dibuktikan secara syar’i dan bukan pula suatu sebab yang bisa dibuktikan secara qadari. Hal ini berakibat hatinya bersandar kepada jimat tersebut, sehingga iapun terjatuh kedalam kesyirikan.
[bersambung]
***
[serialposts]
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Sumber : Muslim.or.id

Tidak ada komentar