Tafsir Az-Zumar 38 (3) : Memutus Kesyirikan

Tafsir Az-Zumar 38 (3) : Memutus Kesyirikan


Faedah

Dalam ilmu Qawa’idut Tafsir terdapat sebuah kaidah,

إذا وقعت النكرة في سياق النفي أو النهي أو الشرط أو الاستفهام دلت على العموم

“Jika isim nakirah terletak pada konteks kalimat peniadaan, larangan, syarat, atau pertanyaan, maka menunjukkan makna yang umum”.
Jika kaidah ini diterapkan untuk memahami QS. Az-Zumar: 38, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh sesembahan selain Allah tidak akan mampu mendatangkan manfaat, menolak, maupun menghilangkan bahaya sedikit pun, apapun bentuk manfaat atau bahaya tersebut. Lalu, mengapa sesembahan-sesembahan tersebut disembah?

Berdalil dengan Ayat tentang Bantahan terhadap Syirik Akbar untuk Membantah Syirik Kecil

Dengan berbagai macam peribadatan yang kaum musyrikin persembahkan kepada selain Allah sebagaimana yang telah disebutkan di atas, maka ayat ini merupakan bantahan bagi pelaku syirik akbar, namun mengapa ulama membawakannya untuk membantah syirik jimat (termasuk syirik kecil). Perlu diketahui bahwa cara berdalil seperti ini dikenal oleh Salafush Shaleh rahimahumullah, seperti cara berdalil yang pernah dilakukan oleh Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu.

Alasan pendalilan

Bagaimana alasan pendalilan QS. Az-Zumar: 38 untuk sebuah kesimpulan hukum bahwa memakai jimat itu adalah syirik?

Jawab:

1) Alasan Pendalilan (wajhud dalalah) Pertama

Ayat ini untuk membantah ketergantungan hati pelaku syirik besar kepada sesembahan-sesembahan selain Allah, sedangkan ketergantungan ini pun ada dalam hati pemakai jimat. Walau kadar ketergantungan hati pemakai jimat kepada jimatnya tidaklah sebesar ketergantungan hati pelaku syirik besar kepada sesembahan-sesembahan mereka, asalkan pemakai jimat tersebut meyakini bahwa jimat itu sekedar sebagai sebab saja (syirik kecil).

Jadi ayat ini menunjukkan batilnya ketergantungan hati kepada selain Allah. Jika ketergantungan hati kepada sebagian para nabi, rasul dan orang-orang saleh saja adalah sebuah kebatilan, maka lebih-lebih lagi ketergantungan hati kepada jimat, benda-benda mati, yang tidak bernyawa dan rendahan itu. Inilah pendalilan yang dalam ilmu Ushulul Fiqh disebut sebagai Qiyasul Aulawi , yaitu analogi penyangatan.

2) Alasan Pendalilan (wajhud dalalah) Kedua

Ayat ini untuk menetapkan bahwa sesembahan-sesembahan mereka selain Allah tidak kuasa menolak bahaya atau memberi manfaat, maka lebih-lebih lagi jimat, yang merupakan benda rendahan itu. Jimat lebih tidak bisa memberi manfaat atau menolak bahaya dan lebih tidak bisa pula menjadi sebab yang berpengaruh dalam didapatkannya manfaat atau tertolaknya bahaya. Maka ini bantahan kepada pemakai jimat, walaupun meyakininya sekedar sebagai sebab saja. Berarti alasan pendalilan yang kedua ini juga menggunakan qiyas/analogi.

3) Alasan Pendalilan (wajhud dalalah) Ketiga

Sesembahan-sesembahan selain Allah tersebut tidak kuasa menolak bahaya atau memberi manfaat, karena memang sesembahan-sesembahan tersebut bukanlah sebab untuk itu. Maka hal ini dapat dianalogikan kepada segala sesuatu yang tidak terbukti sebagai sebab, lalu diambil sebagai sebab, maka itu adalah sebuah kesyirikan. Dengan demikian, ayat ini merupakan bantahan bagi pemakai jimat yang terjerumus kedalam syirik kecil maupun pemakai jimat yang terjerumus kedalam syirik besar, karena memang ayat ini pada asalnya untuk membantah pelaku syirik besar. Adapun perbedaan antara memakai jimat yang masuk dalam kategori syirik kecil dan memakai jimat yang masuk dalam kategori syirik kecil lebih lanjut bisa dibaca di: muslim.or.id/26308-penjelasan-kitab-Tauhid-tentang-jimat-gelang-2.html

[Selesai]

[serialposts]

Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah

Sumber : Muslim.or.id

Tidak ada komentar