Dosa Batin Lebih Parah Daripada Dosa Zahir

Dosa Batin Lebih Parah Daripada Dosa Zahir


Bismillah, alhamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du, 

Ketahuilah wahai Saudaraku yang seiman rahimakumullahRabbuna Allah ‘azza wa jallaberfirman dalam kitab-Nya yang agung,
وَذَرُوا ظَاهِرَ الْإِثْمِ وَبَاطِنَهُ
“Dan tinggalkanlah dosa zahir maupun batin” (Al-An’aam :120).
Ya, maksiat (dosa) itu memang ada dua, kemaksiatan zahir (yang terlihat atau terdengar) dan kemaksiatan batin (hati). Ulama menjelaskan contoh kemaksiatan batin (hati) seperti: meninggalkan kewajiban hati, berupa meninggalkan ikhlas, tawakkal kepada Allah, mencintai-Nya, dan takut kepada-Nya, juga melakukan dosa riya’ (pamer ketaatan), hasad (dengki) dan ujub (bangga/takjub terhadap amal).

Alasan dosa batin itu lebih parah dari pada dosa zahir

Ulama pun menjelaskan bahwa kemaksiatan batin itu lebih parah dari pada kemaksiatan zahir ditinjau dari beberapa sisi. Mengapa demikian? Berikut ini beberapa sisi tinjauan yang menunjukkan bahwa dari sisi-sisi tersebut bisa dikatakan  kemaksiatan batin lebih parah dari pada kemaksiatan zahir.
1. Kerusakan hati adalah pokok kerusakan zahir
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
ألا وإن في الجسد مضغة إذا صلحت صلح الجسد كله، وإذا فسدت فسد الجسد كله، ألا وهي القلب
“…Ketahuilah, sesungguhnya di dalam jasad ini ada segumpal dagingapabila ia baik, baiklah seluruh jasadnya dan apabila ia  rusak, maka rusaklah seluruh jasadnya. Ketahuilah, segumpal daging tersebut adalah hati” (HR.Al-Bukhari dan Muslim).
Dalam hadis ini terdapat pelajaran yang berharga, bahwa hati itu bisa menjadi asas kebaikan dan kerusakan. Jika seseorang rusak hatinya, maka akan berdampak buruk pada kerusakan amal anggota tubuh yang zahir.
Oleh karena itu pantas jika yang Allah lihat dari diri kita adalah hati dan amal, sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
إِنَّ الله لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَلاَ إِلَى أَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ 
“Sesungguhnya Allah tidaklah melihat kepada bentuk-bentuk tubuh dan harta-harta kalian, akan tetapi melihat kepada hati-hati dan amal-amal kalian” (HR. Muslim).
2. Dosa zahir penyebabnya adalah kerusakan batin dan  dampak negatifnya sangatlah besar
Setiap kemaksiatan zahir yang terjadi penyebabnya adalah kerusakan dalam hati. Pengaruh rusaknya hati seseorang bisa menyebabkan lahirnya dosa “percontohan” yang diwarisi turun menurun oleh para ahli maksiat dari masa ke masa.
Perhatikan, para Pembaca, apakah yang menyebabkan terjadinya dosa pertama kali di langit dan di bumi.
Penyebab dosa pertama kali di langit dan di bumi:
Ibnul Jauzi dalam kitab Zaadul Masiir (9/276) rahimahullah berkata, “Hasad adalah (termasuk) tabiat yang terjelek dan penyebab maksiat kepada Allah yang pertama kali di langit adalah hasad iblis kepada Nabi Adam ‘alahis salam dan (dosa pertama kali) di bumi adalah hasad qobil kepada Habil”.
Jadi, iblis kafir kepada Allah karena hasad kepada Adam ‘alahis salam  dan sombong (sebagaimana yang terdapat dalam Al-A’raaf:12 dan Al-Baqarah:34), dan Qobil membunuh Habil pun karena hasad (sebagaimana yang terdapat dalam Al-Maaidah:27-30), dan hasad adalah penyakit hati.
Bahkan lebih dari itu ,dosa hati bisa sampai menjerumuskan seseorang ke dalam kekafiran. Perhatikanlah dua sebab kekafiran berikut ini :
Kekafiran yahudi :
Yahudi kafir karena penyakit hati yang dinamakan hasad  (dengki) sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah dalam surat Al-Baqarah: 109, yang artinya, “Sebahagian besar ahli kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran”.
Kekafiran fir’aun:
Penyebabnya adalah  penyakit hati yang dinamakan sombong, sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah dalam surat An-Naml:14 -tentang fir’aun dan kaumnya yang  kufur, mengingkari kebenaran yang datang dari Allah- ,yang artinya, ”Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya…”
Intinya, jika hati seseorang itu rusak, maka akan bisa menyebabkan ia terjerumus kepada seluruh kemaksiatan.
3. Taubat dari dosa batin lebih sulit daripada taubat dari dosa zahir
Kemaksiatan zahir, seperti zina, minum khamr, mencuri biasanya oleh pelakunya dan oleh orang yang melihatnya mudah diketahui bahwa itu adalah kemaksiatan. Banyak pelaku kemaksiatan zahir yang sadar kalau dirinya bersalah, demikian juga orang yang melihatnya,biasanya tahu kalau orang itu bermaksiat. Sehingga pelakunya yang sadar bahwa dirinya bermaksiat itu akan lebih mudah diharapkan bertaubat dari kemaksiatannya tersebut.
Contohnya, Nabi Adam ‘alaihis salam, beliau pernah melakukan dosa yang jenisnya zahir, yaitu makan buah pohon yang terlarang, kemudian dengan taufik Allah Nabi Adam ‘alaihis salam bertekad kuat untuk bertaubat, maka Allah mudahkan taubat beliau.  Allah berfirman tentang penyesalan dan taubat beliau dan istrinya,
قَالَا رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Keduanya berkata, “Ya Tuhan Kami, Kami telah menganiaya diri Kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni Kami dan memberi rahmat kepada Kami, niscaya pastilah Kami termasuk orang-orang yang merugi” (Al-A’raf : 23).
Dan Allah terima taubatnya sebagaimana yang terdapat dalam surat Tha-ha: 122. Berbeda halnya dengan iblis, dosanya jenis dosa hati, sombong, maka berat baginya bertaubat.
Perhatikanlah sikap iblis dalam firman Allah berikut ini dan bandingkanlah dengan sikap bertaubatnya Nabi Adam ‘alaihis salam di atas,
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَىٰ وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada Para Malaikat: “Sujudlah[1] kamu kepada Adam,” Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan ia termasuk golongan orang-orang yang kafir” (Al-Baqarah:34).
Dari sini marilah kita masing-masing memeriksa kemaksiatan batin maupun zahir yang kita lakukan dan marilah kita berusaha bertaubat darinya, maka barangsiapa yang Allah terima taubat dosa batinnya niscaya Allah akan membimbingnya untuk taubat dari kemaksiatan zahir.
4. Dosa besar (kabair) hati lebih besar daripada dosa besar zahir
Ketahuilah bahwa sesungguhnya ketaatan batin itu lebih utama daripada ketaatan zahir. Di dalam Madarijus-Salikin (1/121), setelah menyebutkan beberapa contoh amalan hati, Ibnul Qoyyim rahimahullah menjelaskan bahwa,
“(Amalan) wajib hati lebih wajib daripada amalan wajib anggota tubuh zahir, adapun amalan sunnah hati lebih dicintai oleh Allah daripada amalan sunnah zahir”. Dari sini kita ambil pelajaran sebagaimana ketaatan batin lebih utama daripada ketaatan zahir, maka dosa besar hati lebih besar dari dosa besar zahir.
Ibnul Qoyyim rahimahullah juga menjelaskan : “Dosa-dosa besar, seperti riya’ (pamer keta’atan), ujub (bangga/takjub terhadap amal), kibr (sombong), fakhr (membanggakan amal), khuyala` (angkuh), putus asa, tidak mengharap rahmat Allah, merasa aman dari makar Allah, riang gembira atas penderitaan kaum Muslimin, senang atas musibah yang menimpa mereka, senang dengan tersebarnya fahisyah (maksiat) di tengah-tengah mereka, dengki terhadap anugerah Allah kepada mereka, berangan-angan anugerah tersebut hilang dari mereka, dan hal-hal yang mengikuti dosa-dosa ini yang statusnya lebih haram dari zina, meminum minuman keras, dan dosa-dosa besar yang zahir selain keduanya (Madarijus-Salikin,Ibnul Qoyyim rahimahullah 1/133).

Penutup

Buah pahit dari tidak memperhatikan atau tidak mengetahui masalah dosa hati menyebabkan:
  1. Bisa jadi hati seseorang berlumuran dosa namun ia tidak menyadari,walaupun ia termasuk orang yang –alhamdulillah- telah menjaga penampilan zahir dan perbuatan anggota tubuhnya, sehingga sesuai dengan sunnah, namun sayangnya ia lalai menjaga sesuatu yang lebih penting dari zahir ,yaitu hati.
  2. Bisa jadi orang yang mencela dan membuka aib saudaranya yang berdosa lebih besar dosanya daripada saudaranya yang dicela tersebut disebabkan kemaksiatan yang ada dalam hatinya.
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata, “…bahwa (dosa) engkau mencela saudaramu karena melakukan suatu dosa (bisa jadi) lebih besar dan lebih parah daripada dosa saudaramu itu karena dalam celaanmu itu terdapat perasaan takjub terhadap ketaatan(mu), mensucikan diri, membanggakan, menyebut-nyebutnya, dan mengklaim (dirimu) bersih dari dosa itu (dengan sombong), sementara (disisi lain, engkau merendahkan) saudaramu itu terjatuh kedalamnya” (Madarijus Salikin,Ibnul Qoyyim 1/195).
Ingatlah, wahai saudaraku, awalilah dengan membersihkan hati, jika hati Anda baik, Allah akan mudahkan Anda bersih dari berbagai macam kemaksiatan.

Peringatan!

Bukan maksud penulis menyepelekan dosa-dosa zahir, sama sekali tidak demikian. Namun maksud Penulis adalah sebatas hendak mendudukkan segala sesuatu pada tempatnya.
Wahai Saudaraku, camkanlah:
Selamat dari dosa zahir adalah kewajiban, namun selamat dari dosa hati adalah lebih wajib
Dengan berprinsip demikian, maka –insyaallah- kita tidak tertipu dengan kebaikan lahiriyah semata (baca artikel : Jangan Tertipu Dengan Penampilan Lahiriyah).
wallahu a’lam bish shawab.
Penulis: Ust. Sa’id Abu ‘Ukkasyah
Sumber Muslim.Or.Id

Tidak ada komentar