VII.
Istighatsah
Istighatsah
adalah meminta dibebaskan dari kesulitan,derita, bahaya atau musibah
berat
yang
sedang menimpa.
Misalnya,
seseorang memohon kepada Allah Ta'ala
agar Allah Ta'ala
mengangkat
bencana
wabah penyakit ganas yang sedang tersebar luas di suatu negeri, maka
permohonannya tersebut merupakan bentuk istighatsah jenis ibadah yang
ditujukan kepada Allah Ta'ala
yang
bernilai tauhid.
Persamaan
Istighatsah, Isti'anah dan Isti'adzah
Sebagaimana
kita telah ketahui dari penjelasan sebelumnya bahwa:
-Isti'adzah
adalah meminta perlindungan dan penjagaan dari perkara yang tidak
disukai.
-
Isti'anah adalah meminta pertolongan dalam rangka mendapatkan
manfa'at atau terhindar dari bahaya (mudhorot).
-
Istighatsah adalah meminta dibebaskan dari kesulitan,derita, bahaya
atau musibah berat
yang sedang menimpa.
Oleh
karena itulah, ketiga-tiganya sama-sama mengandung permintaan,
sehingga jika permintaan-permintaan tersebut dilakukan dalam bentuk
ibadah, maka ketiga ibadah tersebut hakekatnya adalah ibadah do'a
yang tidak boleh ditujukan kepada selain Allah Ta'ala.
Perbedaan
antara Istighatsah dengan Isti'adzah
-
Istighatsah adalah meminta dibebaskan dari kesulitan,derita, bahaya
atau musibah berat yang sedang menimpa. Jadi, istighatsah terkait
dengan musibah yang sedang terjadi atau sedang menimpa.
-Adapun
isti'adzah adalah meminta perlindungan dan penjagaan dari perkara
yang tidak disukai. Karena sifatnya adalah meminta perlindungan dan
penjagaan, maka isti'adzah adalah terkait dengan suatu bahaya atau
mudhorot yang dikhawatirkan akan menimpa.
Macam-macam
Istighatsah
1.
Istighatsah yang bernilai Tauhid
Istighatsah
yang bernilai tauhid adalah istighotsah kepada
Allah Ta'ala
semata,
yaitu sebuah
istighatsah
jenis ibadah yang mengandung kesempurnaan sikap membutuhkan kepada
Allah Ta'ala,
meyakini bahwa hanya Allah Ta'ala
sajalah
yang mampu memberi manfa'at dan menolak mudhorot, dan
meyakini
bahwa hanya Allah Ta'ala
yang mampu memberi kecukupan.
Dalilnya
adalah firman Allah
Ta’ala,
وَلَا
تَدْعُ مِنْ دُونِ
اللَّهِ
مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ
فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ
الظَّالِمِينَ (106)
وَإِنْ
يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ
لَهُ إِلَّا هُوَ وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ
فَلَا رَادَّ لِفَضْلِهِ يُصِيبُ بِهِ
مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَهُوَ
الْغَفُورُ الرَّحِيمُ (107)
“
(106)
Dan
janganlah kamu menyembah selain Allah sesuatu
yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat
kepadamu; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, maka
sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim”.
(107)
Jika
Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang
dapat menghilangkannya kecuali Dia.
Dan
jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat
menolak karunia-Nya.
Dia
memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara
hamba-hamba-Nya dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(QS. Yunus: 106-107).
Ayat
ini menunjukkan larangan menujukan ibadah istighatsah kepada selain
Allah dan hal itu termasuk kesyirikan, karena pada
hakekatnya, hanya
Allah
sajalah
yang mampu menghilangkan musibah.
(Bersambung,
in sya Allah)
Sumber : www.muslim.or.id
Post a Comment