Bismillah wal hamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Renungan
Imam Al-Bukhori rahimahullah telah menyusun di dalam kitab shahihnya suatu bab berjudul
العلم قبل القول والعمل
“Berilmu sebelum berucap dan beramal” [1]
Hal ini menunjukkan kepada kepada kita bahwa semua itu ada ilmunya. Oleh karena itulah benarlah apa yang dikatakan oleh Imam Syafi’i rahimahullah :
مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا عَلَيْهِ بِالْعِلْمِ وَمَنْ أَرَادَ الْآخِرَةَ عَلَيْهِ بِالْعِلْمِ
“Barangsiapa yang menginginkan kesuksesan dunia maka dia harus memiliki ilmu, dan barangsiapa yang menginginkan kebahagiaan di akhirat maka ia juga harus berilmu.” (Majmu’ Syarh al-Muhadz-dzab, karya an-Nawawi dan Mawa’izh al-Imam asy-Syafi’i, karya Shalih Ahmad asy-Syami). [2]
Lha, untuk masalah dunia saja ada ilmunya, bagaimana lagi dengan masalah memahami Al-Quran dan memahamkannya? Menafsirkan Al-Quran dan menerjemahkannya? Tentu lebih-lebih lagi. Oleh karena itu, berangkat dari keinginan mengamalkan firman Allah,
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya” (Al-Israa`:36). maka kami tuliskan artikel ini,semoga bermanfaat.
Definisi Terjemah
Definisi Terjemah Al-Quran
Dari keterangan di atas, maka definisi terjemah Al-Quran adalah mengungkapkan makna Al-Quran dengan bahasa lain.
Macam Terjemah
Terjemah ada dua macam:
- Terjemah harfiyyah, yaitu meletakkan terjemah setiap kata (dalam bahasa sumber) dengan kata yang sepadan (dalam bahasa sasaran).
- Terjemah maknawiyyah atau tafsiriyyah, yaitu mengungkapkan suatu ucapan/materi teks (dari bahasa sumber) dengan bahasa lain (bahasa sasaran yang setara), tanpa terikat dengan kosakata dan urutan.
Contoh, firman Allah Ta’ala,
إِنَّا جَعَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
(Az-Zukhruf:3)
Maka terjemah harfiyyah ayat ini adalah dengan menerjemahkan ayat ini kata perkata, pertama diterjemahkan {إِنَّا} kemudian { جَعَلْنَاهُ} kemudian{قُرْآنًا} kemudian {عَرَبِيًّا}, begitu seterusnya.
Adapun terjemah maknawiyyah ayat ini adalah dengan menerjemahkan makna ayat semuanya, tanpa harus terikat dengan setiap kata berserta urutannya. Ini hampir sama dengan tafsir global.
Hukum Terjemah harfiyyah
Terjemah harfiyyah Al-Quranul Karim mustahil menurut sebagian besar ulama karena terjemah jenis ini memiliki syarat-syarat yang tidak mungkin terealisasi, yaitu:
- Adanya kosakata dalam bahasa sasaran yang sepadan dengan huruf-huruf dalam bahasa sumber.
- Adanya alat-alat pengungkap makna dalam bahasa sasaran yang sama atau mirip dengan alat-alat pengungkap makna yang sama dengan bahasa sumber.
- Adanya kesamaan antara bahasa sumber dengan bahasa sasaran dalam urutan kata-kata ketika disusun ke dalam kalimat ,sifat dan penyandaran (idhafah).
Sebagian ulama menyatakan pendapatnya bahwa menerjemah dengan jenis terjemah harfiyyah memungkinkan terealisasi pada sebagian ayat atau yang semisalnya, akan tetapi -walaupun memungkinkan –tetap hukumnya haram, dengan sebab sebagai berikut:
- Tidaklah mungkin bisa mengungkapkan makna dengan sempurna,
- Tidak mungkin bisa mempengaruhi jiwa sebagaimana pengaruh Al-Quran yang berbahasa Arab lagi memiliki sifat jelas dan menjelaskan,
- Serta tidak ada kebutuhan yang mengharuskan kita menerjemahkan Al-Quran dengan jenis terjemah harfiyyah sebab terjemah maknawiyyah sudah mencukupi kebutuhan kita untuk memahami kandungan Al-Quran.
Oleh karena sebab-sebab di ataslah, walaupun terjemah harfiyyah memungkinkan terealisasi pada sebagian kata-kata dalam Al-Quran, namun tetaplah dalam syariat hal itu diharamkan.
Keadaan pengecualian bolehnya menggunakan terjemah harfiyyah
Terjemah harfiyyah terkadang diperbolehkan, yaitu ketika seorang penerjemah hendak menerjemahkan kata tertentu dalam Al-Quran ke dalam bahasa audiens agar ia memahami kata tersebut dengan benar, namun dengan catatan penerjemah tidak menerjemahkan susunan kalimat semuanya, jadi sebatas menerjemahkan kata tersebut.
Hukum terjemah maknawiyyah
Hukum menerjemahkan Al-Quran dengan terjemah maknawiyyah pada asalnya diperbolehkan karena memang tidak ada larangannya, bahkan terkadang, hukumnya wajib, yaitu ketika keberadaanya sebagai wasilah (sarana) untuk mengajarkan/menyampaikan Al-Quran dan agama Islam kepada orang-orang yang tidak memahami bahasa Arab karena mengajarkan/menyampaikan Al-Quran itu wajib, sedangkan kaedah mengatakan,
ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب
“Suatu perkara yang sebuah kewajiban tidak bisa terlaksana kecuali dengannya,maka hukum perkara tersebut juga wajib”.
Jadi, jika kita tidak bisa mengajarkan/menyampaikan Al-Quran kecuali dengan cara menerjemahkan Al-Quran dengan jenis terjemah maknawiyyah-padahal hukum mengajarkan/menyampaikan Al-Quran itu wajib-, maka hukum menerjemahkan Al-Quran dengan jenis terjemah maknawiyyah pun wajib pula.
Syarat-syarat bolehnya menerjemahkan Al-Quran dengan terjemah maknawiyyah
- Terjemah Al-Quran tidak boleh menggantikan Al-Quran, sehingga sampai seseorang merasa tidak membutuhkan lagi Al-Quran, hal ini tidaklah diperbolehkan. Jadi, haruslah ditulis Al-Quran dengan bahasa/huruf Arab, sedangkan disampingnya ditulis terjemah maknawiyyahnya, sebagi penjelasan kandungannya.
- Penerjemah harus mengetahui madlulat lafadz (makna yang ditunjukkan oleh indikasi lafadz) dalam dua bahasa, yaitu bahasa sumber dan bahasa sasaran, serta kandungan yang ditunjukkan oleh konteks kalimat.
- Harus mengetahui makna lafadz-lafadz syar’i di dalam Al-Quran.
- Penerjemah haruslah kredibel (dapat dipercaya), yaitu beragama Islam dan shalih (baik dalam ilmu dan amal).
Peringatan
Dari penjelasan tentang syarat-syarat di atas, maka bisa kita ambil faidah:
- Salahnya anggapan yang penting kan tahu arti Al-Quran, sehingga gak perlu belajar baca Al-Quran.
- Tidak diterimanya penerjemah Al-Quran yang statusnya orang kafir orientalis atau orang muslim yang sudah nyeleneh (menyimpang) pemikirannya karena mereka tidak kredibel.
Saran
Sebelum menerjemahkan Al-Quran, perlu melihat referensi tafsir Ulama Salaf terntang ayat yang hendak diterjemahkan karena sifat terjemah maknawiyyah adalah hampir sama dengan tafsir global, maka mengetahui tafsir ayat yang hendak diterjemahkan dapat mencegah kesalahan dalam menerjemahkan Al-Quran. Adapun untuk mengetahui contoh terjemah ayat Al-Quran yang banyak beredar namun perlu ditinjau ulang, silahkan baca Menyoal konsekuensi penerjemahan Istiwa` (bag. 1 & 2).
Wallahu a’lam.
(Sumber: Ushulun fit Tafsir, Syaikh Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin dengan sedikit perubahan dan tambahan).
Catatan kaki
Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah
Dipublikasi ulang dari muslim.or.id
Post a Comment