Kiat Istiqomah (12)

10 Kiat Istiqomah (12)


KIAT KETUJUH:

“Seorang hamba, meski bagaimanapun tingginya tingkat istiqomahnya, maka ia tidak boleh bersandar kepada amalnya”

Kewajiban seorang hamba adalah tidak bersandar kepada amalnya, meski bagaimanapun tingginya tingkat istiqomahnya, walaupun bagaimanapun tingginya keshalehannya.

Jangan sampai ia tertipu dan silau dengan ibadahnya, shalatnya, puasanya, dzikirnya ataupun ketaatan lainnya yang ia lakukan.

Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata:

والمطلوبُ منَ العبد الاستقامةُ وهيَ السَّداد، فإنْ لمْ يَقدِر عليهَا فالمُقارَبَة، فإنْ نَزل عنهَا فالتَّفريطُ والإضَاعةُ،

“Yang tertuntut dari seorang hamba adalah istiqomah, yaitu sadaadjika ia tidak mampu maka bersikaplah muqaarabahAdapun jika melakukan di bawah muqaarabah, berarti terjerumus ke dalam mengurangi batasan (syar’i) dan menelantarkan(nya)”.

Sebagaimana di dalam Ash-Shahihain dari hadits A’isyah radhiyallahu ‘anha dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

سَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا، فَإِنَّهُ لَنْ يُدْخِلَ الجَنَّةَ أَحَدًا عَمَلُهُ، قَالُوا: وَلَا أَنْتَ يَا رَسُولَ الله!؟ قَالَ: وَلَا أَنَا؛ إِلَّا أَنْ يَتَغَمَّدَنِيَ الله مِنْهُ بِمَغْفِرَةٍ ورَحْمَةٍ

“Bersikaplah kalian sesuai dengan (sunah) dan mendekatilah, serta bergembiralah, karena sesungguhnya amal seseorang tidaklah memasukkan dirinya kedalam surga”. Para sahabat bertanya: “Tidak pula Anda wahai Rasulullah?”, beliau menjawab: “Tidak pula saya, hanya saja Allah melimpahkan kepadaku ampunan dan rahmat dari-Nya”.

Dalam hadits ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menggabungkan seluruh kedudukan-kedudukan dalam agama Islam ini, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan (umatnya) untuk istiqomah, yaitu: lurus dan benar dalam seluruh niat, ucapan dan perbuatan.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan dalam hadits Tsauban, yaitu:

استَقِيمُوا ولنْ تُحْصُوا، واعْلَمُوا أنَّ خَيْرَ أعْمَالِكُم الصَّلاة

“Istiqomahlah dan kalian tidaklah akan mampu (untuk istiqomah dalam semua ketaatan dengan sebenar-benar istiqomah), dan ketahuilah bahwa sebaik-baik amal kalian adalah shalat” (HR. Imama Malik dalam Al-Muwaththa` dan Ibnu Majah, dinilai sahih oleh Al-Albani).

Bahwa mereka tidak mampu (untuk istiqomah dalam semua ketaatan dengan sebenar-benar istiqomah), sehingga Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengalihkan kepada muqaarabah, yaitu: agar mereka mendekat kepada istiqomah sesuai dengan kemampuan mereka, seperti orang yang membidik suatu sasaran, maka jika tidak tepat mengenai sasaran, setidaknya mendekati sasaran tersebut! (Madarijus Salikin: 2/105).

Selanjutnya, Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan kandungan lain dari  hadits A’isyah radhiyallahu ‘anha dalam Ash-Shahihain di atas, Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:

فأخبَرهُم أنَّ الاستقَامَة والمقارَبة لا تُنْجي يومَ القِيامةِ، فلا يَرْكَن أحدٌ إلى عمَلِه ، ولا يَعْجَب به ، ولا يَرى أنَّ نَجاتَه به ؛ بَل إنَّما نجاتُه برحمةِ الله وعفوِه وفضلِه

“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun mengabarkan bahwa istiqomah (sadaad) dan muqaarabah tidaklah menyelamatkan (pelakunya) pada hari kiamat kelak, maka janganlah seseorang bersandar kepada amalnya (merasa aman) dan janganlah ia bangga/silau dengan amalannya, serta janganlah ia memandang bahwa hakekatnya keselamatan dirinya ditentukan oleh amalnya, akan tetapi hakekatnya keselamatan dirinya adalah karena rahmat Allah, maaf-Nya dan karunia-Nya” (Madarijus Salikin: 2/105).

(Bersambung)

***

Penulis: Ust. 

Sumber Muslim.or.id

Tidak ada komentar