Pernak-pernik Istikharah (Bag. 3)

Pernak-pernik Istikharah (Bag. 3)


6. Perkara yang menjadi obyek Istikharah
Maksud “segala sesuatu” dalam hadits Istikharah

Dalam hadits Jabir bin Abdillah As-Sulami radhiyallahu ‘anhu (HR. Al-Bukhari , dan selainnya) yang disebutkan di awal serial ini, terdapat petikan (artinya):

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajari kami shalat istikharah untuk memutuskan segala sesuatu

Dalam Fathul Bari, Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan makna  “segala sesuatu” dalam hadits tersebut:

“Berkata Ibnu Abi Jamrah rahimahullah :

هو عام أريد به الخصوص , فإن الواجب والمستحب لا يستخار في فعلهما والحرام والمكروه لا يستخار في تركهما , فانحصر الأمر في المباح وفي المستحب إذا تعارض منه أمران أيهما يبدأ به ويقتصر عليه

“Lafazh “segala sesuatu” adalah lafazh umum, namun yang dikehendaki dalam konteks ini adalah makna khusus, karena tidak ada Istikharah di dalam mengerjakan perkara yang wajib dan sunnahbegitu pula di dalam meninggalkan perkara yang haram, dan makruh.

Jadi, Istikharah itu hanya dilakukan dalam perkara yang sunnah dan mubah ketika bersamaan munculnya kedua pilihan tersebut, sehingga bisa ditentukan mana yang perlu didahulukan dan mana yang perlu dipilih (diantara keduanya).”

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata:

قلت وتدخل الاستخارة فيما عدا ذلك في الواجب والمستحب المخير وفيما كان زمنه موسعا ويتناول العموم العظيم من الأمور والحقير فرب حقير يترتب عليه الأمر العظيم

“(Adapun) saya katakan: Istikharah mencakup pula selain yang disebutkan (Ibnu Abi Jamrah di atas, yaitu) dalam perkara wajib yang harus dipilih (salah satu dari dua perkara yang wajib), dan  demikian pula dalam perkara yang sunnah yang harus dipilih (salah satu dari dua perkara yang sunnah), serta dalam perkara yang waktu pengerjaannya masih lapang. Jadi, Istikharah itu umum (ditinjau dari sisi) mencakup seluruh perkara yang besar ataupun kecil, karena bisa jadi perkara yang kecil akan menimbulkan dampak yang besar”.

Oleh karena itu, ketika para ulama menjelaskan tentang perkara yang menyebabkan dilakukannya sholat Istikharah, maka para ulama empat madzhab telah bersepakat bahwa shalat istikharah dilaksanakan terkait dengan perkara yang seorang hamba tidak mengetahui kebaikan atau keburukan yang ada dalam perkara tersebut baginya.

Adapun perkara yang telah diketahui baik atau buruknya, seperti ibadah, perbuatan baik, kemaksiatan dan kemungkaran, maka tidak dibutuhkan untuk melakukan istikharah dalam perkara ini, kecuali jika seorang hamba ingin mengetahui penjelasan yang khusus tentang waktu, seperti haji pada tahun ini ; apakah ada kemungkinan terjadinya peperangan atau fitnah di tengah perjalanan, atau misalnya dalam masalah pemilihan teman; apakah akan ditemani si fulan atau tidak?

7. Tidak ada Istikharah didalam mengerjakan perkara yang wajib dan sunnah dari sisi asal perbuatannya

Tidak ada Istikharah didalam mengerjakan perkara yang wajib dan sunnah dari sisi asal perbuatannyabegitu pula didalam meninggalkan perkara yang haram, dan makruh, namun istikharah itu hanya dilakukan dalam perkara yang sunnah dari sisi tertentu dan perkara mubah saja.

Adapun istikharah dalam masalah yang sunnah, maka bukan terkait dengan asal perbuatannya itu apakah pada asalnya perkara sunnah tersebut perlu dilakukan atau tidak.

Karena sunnah itu dalam Syari’at adalah jenis perkara yang dianjurkan untuk dilakukan. 
Dengan demikian istikharah dalam perkara yang sunnah itu dilakukan ketika ada dua pilihan perkara yang sama-sama sunnahnya, mana yang didahulukan dari keduanya atau mana yang kita pilih dari dari keduanya.

Sedangkan istikharah dalam perkara yang mubah, maka itu terkait dengan jenis perbuatannya ; apakah perlu dilakukan atau tidak, dan mana yang harus didahulukan jika harus memilih satu di antara dua pilihan yang mubah.

(Bersambung, in sya Allah)

Penulis : Ust. Sa’id Abu Ukkasyah

Sumber : Muslim.or.id

Tidak ada komentar