Mutiara dalam nama Ar-Rabb & tarbiyyah-Nya (5)
Bismillah wal hamdulillah wash
shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du :
Tertutupnya pintu ketaatan
Diantara
bentuk Tarbiyyah Rabbani yang sangat bermanfaat bagi seorang mukmin adalah
menutup pintu ketaatan untuk melindungi dan memeliharanya dari sombong, ujub
dan mengagumi dan menyanjung dirinya sendiri, silau terhadap prestasi ibadahnya
kepada Allah Ta’ala, ini hakekatnya adalah bentuk rahmat dan penjagaan
dari Allah Ta’ala.
Allah Maha
Tahu siapa diantara hamba-Nya yang jika dibukakan pintu ketaatan menjadi ujub
dan sombong.
Seorang pria
bertanya kepada Sufyan Ats-Tsauri, “Mengapa ketika aku meminta sesuatu kepada
Allah Ta’ala, Dia mencegahku dari memperolehnya?”
Sufyan
Ats-Tsauri rahimahullah menjawab, “Allah mencegahmu untuk memperolehnya
itu hakikatnya merupakan anugerah.
Sebab, Allah
bukan mencegahmu karena kikir atau tidak punya apa yang kamu minta, dan bukan
pula karena Dia sendiri memerlukannya atau membutuhkannya, tapi Dia mencegahmu
tidak lain karena kasih sayang-Nya kepadamu.
Jika
demikian halnya, maka pertanyaan yang muncul adalah mana yang lebih baik bagi
seorang hamba, apakah lebih baik, misalnya, ia mendirikan shalat malam lalu
dipagi hari ia kagum dan membanggakan dirinya, ataukah lebih baik ia tidur dan
di pagi hari menyesali kelalaiannya?
Ibnul Qayyim
rahimahullah menjelaskan,
Anda tidur di malam hari (sehingga tidak shalat malam) dan menyesal di
pagi harinya adalah lebih baik daripada anda shalat malam dan di paginya anda
‘ujub. Sebab seorang yang ujub tidak akan pernah diterima amalnya.
Anda tertawa tetapi anda mengakui dosa itu lebih baik daripada anda
menangis unntuk memamerkannya. Rintihan orang-orang yang berdosa sesungguhnya
lebih dicintai Allah daripada lantunan dzikir dari orang-orang yang bertasbih
namun memamerkannya. [Tahdzib Madarijus Salikin ,
hal. 120].
Di sisi yang lain, Allah bisa jadi
juga mentarbiyyah seseorang dengan ditutupnya pintu ketaatan baginya, akibat
dosa yang dia lakukan sehingga Allah beri kesempatan kepadanya untuk bertaubat
darinya.
Karena ketaatan kepada Allah itu
tidaklah terealisasi kecuali dengan taufiq dari Allah Ta’ala, sedangkan
kemaksiatan itu sebab penghalang mendapatkan taufiq Allah. Oleh karena itu
sebagian penukilan dari Salaf Sholeh mengaitkan dosa dengan ketidakberhasilan
melakukan ketaatan.
Ini bentuk
Tarbiyyah dari Allah bahwa Allah menampakkan kebaikan-Nya dalam pemberian-Nya
serta menampakkan kekuasaan-Nya dalam pencegahan-Nya.
Bisa jadi
Allah menganugerahkan kepadamu sesuatu, namun dengan cara mencegahmu dari
sesuatu, sebaliknya, bisa jadi Allah mencegahmu dari sesuatu, namun dengan cara
menganugerahkan kepadamu sesuatu, dari sinilah kita sadar bahwa pencegahan itu
hakekatnya pemberian!
Semua itu
agar seorang mukmin benar-benar mengesakan Allah dalam rububiyyah, uluhiyyah
maupun nama dan sifat-Nya, Allah menghendakinya menjadi hamba-Nya yang murni
tauhidnya dari kotoran kesyirikan, sekecil apapun.
Ada hamba Allah lainnya yang lebih mampu menunaikan ketaatan!
Imam Mawardi
rahimahullah, seorang Ulama Ahli Fiqih bermadzhab Syafi’I
sekaligus hakim masyhur di zamannya, beliau memiliki kitab-kitab yang banyak,
diantaranya yang terkenal adalah Al-Ahkam As-Sulthaniyyah.
Dalam salah
satu kitabnya, Adabud dunya wad Diin, ada kisah unik Imam Mawardi rahimahullah
yang beliau kisahkan sendiri, saat beliau telah selesai menulis kitab Fiqih
tentang jual beli dengan mencurahkan kemampuan beliau merangkum dari banyak
kitab ulama sehingga sampai menjadi karya yang sangat bagus, bahkan beliau
sendiri kagum terhadap bukunya tersebut, sampai merasa dirinya orang yang
paling banyak mengkaji masalah jual beli tersebut.
Suatu hari
datanglah dua orang badui ke majelis beliau menanyakan empat pertanyaan kasus
jual beli di kampung mereka, ternyata Imam Mawardi tidak bisa menjawab satupun
darinya, setelah beberapa lama ditunggu, akhirnya mereka berdua nyeletuk
:”Engkau tidak bisa menjawab pertanyaan kami, padahal engkau syaikh di majelis
ini?!”, Lalu Imam Mawardi mengakui bahwa dirinya memang tidak bisa menjawab.
Lalu kedua orang tersebut pergi dan bertanya kepada orang yang ilmunya masih di
bawah murid-murid beliau, namun ternyata ia bisa menjawabnya dengan cepat dan
memuaskan kedua orang tersebut. Akhirnya Imam Mawardi mengambil pelajaran dari
kejadian tersebut dengan menyatakan bahwa hakekatnya dengan kejadian ini, Allah
telah memberi taufiq kepada beliau dan menegur beliau agar beliau merendahkan
sayap ‘ujubnya.[1]
Nasehat besar bagi diri penulis dan seluruh da’i dan aktifis dakwah
Sunnah
Diantara
bentuk tarbiyyah Allah jenis ini adalah Allah menunjukkan keberlangsungan
dakwah Sunnah ini sama sekali tidaklah tergantung kepada orang tertentu,
termasuk kita. Apabila kita tidak berada dalam barisan pembela dan pemakmur
dakwah Sunnah, maka Allah Maha Mampu memilih orang lain yang akan menunaikan
dakwah Sunnah dalam bentuk yang lebih sempurna dan jauh lebih baik daripada apa
yang telah kita lakukan.
Bukan dakwah
Sunnah yang membutuhkan kita, namun kitalah yang membutuhkan dakwah Sunnah!
Merasa tidak istimewa di sisi Allah!
Diantara
bentuk tarbiyyah Allah juga adalah memunculkan dalam hati hamba-Nya bahwa ia
tidak istimewa di sisi-Nya dan tidak memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari
orang lain di sisi-Nya.
Mendapat
musibah, kekurangan harta dan jatuh kedalam dosa, tidak dikabulkan doa, tidak
dimudahkan rezeqi serta tidak dimudahkan dalam berbagai urusan kebaikan, adalah
perkara yang bertolak belakang dengan husnuzh zhan kepada diri sendiri,
menyanjung diri, mengagumi dan membangga-banggakan diri, seolah-olah ia pasti
wali Allah yang dijamin tidak takut dan tidak sedih!
Oleh karena
itu Allah terkadang menimpakan pada sebagian hamba-hamba-Nya yang beriman
musibah, kekurangan harta dan jatuh kedalam dosa, tidak dikabulkan doa, tidak
dimudahkan rezeqi serta tidak dimudahkan dalam berbagai urusan kebaikan agar
mereka kembali mengakui kelemahan dan dosa-dosa, di sisi lainnya, agar menguat
di hati mereka kualitas tauhidnya dengan bertambah keyakinan mereka bahwa Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu, Yang Maha Memiliki dan Mengatur alam semesta
ini sesuai dengan kehendak, kebikjaksanaan, kebaikan, keadilan dan ilmu-Nya.
Allah
memuliakan siapa yang Dia kehendaki dan merendahkan siapa yang Dia
kehendakinya!
Ditakdirkan tidak terkenal!
Diantara
bentuk tarbiyyah Allah atas seorang mukmin adalah ditakdirkannya tidak
terkenal, dianggap oleh masyarakat tidak memiliki kedudukan penting, serta tak
berjasa!
Ibnu Rajab rahimahullah
menyatakan bahwa tidak terkenal termasuk nikmat terbesar atas hamba-Nya yang
beriman, karena dengan demikian hubungannya dengan Rabb-nya akan terjaga
dengan baik, jauh dari perhatian makhluk sehingga tidak merusak hubungan
nya dengan Allah Ta’ala.
Intinya kehidupan
rohaninya jadi tentram, tidak tersandera dengan pujian manusia.
Ulama
memperumpamakan ikhlas itu seperti bau wangi gaharu yang dibakar, semakin
ditutupi , maka semakin menebarkan bau wanginya, sedangkan bau riya’ (pamer
ibadah demi pujian), seperti asap kayu bakar, memang asapnya menjulang tinggi,
namun segera lenyap dan menyisakan bau menyengat!
Bahkan bau
wangi keikhlasan seseorang itu tetap menyebar sampaipun ia dimasukkan liang
lahat yang dalam dan ditimbun dengan galian tanah yang tebal!
Ibnul Qoyyim
rahimahullah menjelaskan tentang bahayanya riya’ (pamer ibadah untuk
dipuji) dalam Badi’ul Fawaid (3/758)[2] :
قلب من ترائيه بيد من أعرضت عنه ,
يصرفه عنك إلى غيرك ؛ فلا على ثواب المخلصين حصلت , ولا إلى ما قصدته بالرياء وصلت , وفات الأجر
والمدح فلا هذا ولا ذاك !
Hati orang yang engkau riya’
kepadanya itu di tangan (Allah) yang engkau berpaling dari-Nya, Allah
memalingkan orang tersebut darimu kepada selainmu, sehingga engkau tidak
mendapatkan pahala orang yang ikhlas, serta engkau juga tidak mendapatkan
(pujian) yang engkau cari dengan cara riya’. Jadi, terluputlah pahala dan
pujian, sehingga tidak dapat keduanya!
Allah berfirman tentang para rasul
Allah Ta’ala ‘alaihimush shalatu was salamu :
وَرُسُلًا قَدْ قَصَصْنٰهُمْ عَلَيْكَ
مِنْ قَبْلُ وَرُسُلًا لَّمْ نَقْصُصْهُمْ عَلَيْكَ ۗوَكَلَّمَ اللّٰهُ مُوْسٰى
تَكْلِيْمًاۚ
Dan ada beberapa rasul yang telah
Kami kisahkan mereka kepadamu sebelumnya dan ada beberapa rasul (lain) yang
tidak Kami kisahkan mereka kepadamu. Dan Allah berfirman langsung kepada Musa.
Allah Ta’ala tarbiyyah
sebagian mereka dengan ketidakterkenalan, namun ketidakterkenalan itu tidaklah
mempengaruhi kedudukan mereka di sisi Allah, karena mereka tetap merupakan
kelompok hamba Allah yang termulia, bahkan melebihi keutamaan para nabi Allah ‘alaihimus
salam, karena mereka adala para utusan Allah Ta’ala.
Ketidaksegeraan dapat pertolongan Allah
Diantara
bentuk tarbiyyah Allah atas seorang mukmin adalah Allah tidak segera
menolongnya dan tidak segera mengangkat musibah yang menimpanya! Tabiyyah Ilahi
ini memiliki banyak faedah, diantaranya :
Si hamba
akan menemukan hakikat kelemahan dirinya dan ketergantungannya yang amat sangat
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan akan menyadari ia sesungguhnya
tidak mampu berbuat apa-apa untuk dirinya.
Faedah
lainnya, ia akan segera meruntuhkan arogansi dan rasa ke-aku-an dalam
kepemilikan seolah-olah semua kemampuan, ilmu, harta dan fisik yang dimilikinya
itu selalu bisa dia kerahkan sekehendak hatinya. Hal ini mengakibatkan kadar
merendahkan diri, merasa butuh serta rasa harapnya kepada Allah menjadi melemah,
karena ke-aku-annya dan silau dengan kehebatannya selama ini serta
arogansinya.
Tarbiyyah
Allah ini menuntun diri hamba tersebut agar tetap selalu merasa tidak bisa
terlepas dari membutuhkan pertolongan Allah, meski sekejap pandangan mata,
sehingga ibadah harapnya, takutnya dan cintanya hanya untuk Allah semata serta
hatinya bergantung kepada Allah semata!
Barangsiapa
yang ada hal ini semua dalam dirinya, maka akan meyakini bahwa saat Allah tidak
segera mengangkat musibah dari dirinya dan tidak segera menolongnya, maka
hakekatnya Allah meyayangi dirinya, karena Allah menjaga hatinya agar selalu
tergantung kepada Allah semata dan memberi kesempatan kepadanya agar selalu
muhasabah terhadap dosa-dosanya serta segera bertaubat darinya!
Wallahu a’lam.
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي
بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ
Post a Comment