Kiat Istiqamah (5)

 
Ahli Tafsir di kalangan tabi’in, Qatadah rahimahullah menafsirkan ayat,

ثُمَّ اسْتَقَامُوا

“…kemudian mereka istiqamah…”

استقاموا على طاعة الله

“Mereka istiqamah di atas ketaatan kepada Allah.”

Hal ini sesuai dengan sebuah riwayat yang dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

استقامُوا على أداءِ فرائضِه

“Mereka istiqamah di atas penunaian kewajiban-kewajiban dari Allah.”

Ibnu Rajab rahimahullah mendefinisikan istiqamah dalam kitabnya Jami’ul ‘Ulum wal Hikam,

الاستقامة : هي سلوك الطريق المستقيم، وهو الدين القويم من غير تعويج عنه يمنة و لا يسرة، و يشمل ذلك فعل الطاعات كلها الظاهرة و الباطنة و ترك المنهيات كلها كذلك

“Istiqamah adalah meniti jalan yang lurus, yaitu agama (Islam) yang lurus, tak bengkok ke kanan dan ke kiri, dan mencakup pelaksanaan semua ketaatan, baik yang zhahir maupun batin, dan menghindari semua larangan-larangan (Allah).”

Beberapa tafsir tentang istiqamah tersebut di atas berdekatan maknanya dan saling menafsirkan satu sama lainnya. Karena istiqamah adalah sebuah kata yang mencakup seluruh ajaran dalam Islam.

Oleh karena itulah Ibnul Qoyyim rahimahullah menyatakan hal itu dalam ucapannya,

فالاستقامةُ كلمة جامعةٌ آخذةٌ بمَجامِع الدِّينِ ؛ وهي القيامُ بينَ يدي الله على حقيقةِ الصِّدقِ والوَفاء بالعهدِ

“Jadi, istiqamah adalah kata yang mencakup ajaran-ajaran agama (Islam) ini, yaitu (melakukan perjalanan hidup) menuju kepada Allah dengan benar-benar jujur dan memenuhi perjanjian.”
KIAT KETIGA “Dasar istiqamah adalah keistiqamahan hati”

Dasar istiqamah dan pondasinya adalah keistiqamahan hati, maka barangsiapa yang memperbaiki hatinya, maka ia akan baik ucapan dan perbuatan anggota tubuh lahiriyyahnya. Dalam sebuah hadits yang dihasankan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah, diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa bersabda,

لَا يَسْتَقِيمُ إِيمَانُ عَبْدٍ حَتَّى يَسْتَقِيمَ قَلْبُهُ

“Tidak akan istiqamah (lurus) keimanan seorang hamba sampai istiqamah (lurus) hati-Nya.”



Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan,

فأصلُ الاستقامةِ استقامةُ القلب على التَّوحيد، كما فسَّر أبو بكر الصِّدِّيق وغيرُه قولَه {إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا} بأنَّهم لم يلتفتوا إلى غيره ، فمتَى استقامَ القلبُ على معرفةِ الله، وعلى خشيتِه، وإجلاله، ومهابتِه، ومحبَّتِه، وإرادته، ورجائه، ودعائه، والتوكُّلِ عليه، والإعراض عمَّا سواه، استقامَت الجوارحُ كلُّها على طاعتِه، فإنَّ القلبَ هو ملِكُ الأعضاء وهي جنودهُ ؛ فإذا استقامَ الملِكُ استقامَت جنودُه ورعاياه.

“Dasar istiqamah adalah keistiqamahan hati di atas tauhid, sebagaimana Abu Bakr Ash-Shiddiq dan selainnya menafsirkan firman Allah,

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan Tuhan kami adalah Allah kemudian mereka istiqamah (mereka tidak berpaling kepada selain-Nya). Selama hati (seseorang) lurus di atas  ma’rifatullah, takut kepada Allah, mengagungkan-Nya, memuliakan-Nya, mencintai-Nya, menghendaki-Nya, mengharapkan-Nya, berdoa kepada-Nya, tawakkal kepada-Nya, dan berpaling dari selain-Nya, maka luruslah anggota tubuh seluruhnya di atas ketaatan kepada-Nya, karena sesungguhnya hati adalah raja bagi seluruh anggota tubuh, sedangkan anggota tubuh adalah pasukannya. Apabila raja itu lurus, maka lurus pula pasukannya dan rakyatnya.”

[bersambung]

Daftar link artikel ini:
Daftar link artikel ini:

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah
Artikel: Muslim.or.id

Tidak ada komentar