Hukum Sebab (6)

Hukum Sebab (6)


Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah berkata dalam kitabnya, Al-Qaulus Sadiid :
ثالثها: أن يعلم أن الأسباب مهما عظمت وقويت فإنها مرتبطة بقضاء الله وقدره لا خروج لها عنه،
Ketiga: (Wajib) diketahui bahwa suatu sebab, meskipun besar dan kuat (pengaruhnya), maka sesungguhnya tetap terikat dengan taqdir Allah, tidak bisa terlepas darinya”.

Penjelasan

Maksud hukum sebab yang ketiga ini adalah seorang hamba wajib memiliki keyakinan bahwa sebab apapun yang diambilnya, pastilah baru berpengaruh sebab tersebut jika Allah taqdirkan dan jadikan sebab itu berpengaruh dan berbuah, namun jika Allah tidak menhendaki sebab tersebut berpengaruh, niscaya tidak bisa berpengaruh, betapapun besar dan istimewanya sebab itu.
Mengapa demikian?
Karena Allah lah Sang Pemilik alam semesta ini, maka Dia lah satu-satunya yang berhak dan mampu mengatur makhluk-Nya sesuai dengan kehendak-Nya.
Beliau rahimahullah menjelaskan lebih lanjut, intinya bahwa:
  • Jika Allah menghendaki, maka Allah akan takdirkan suatu sebab berpengaruh sesuai dengan tuntutan hikmah-Nya, agar seorang hamba mengetahui dengan baik kesempurnaan hikmah-Nya, karena sebab yang diambil telah berjalan sesuai dengan Hukum Allah yang Kauni Qadari, yaitu : ada sebab dan ada pula akibatnya.
  • Namun, jika Allah menghendaki sesuatu yang lain, maka Allah takdirkan suatu sebab tidak berpengaruh dan tidak berakibat, agar hati seorang hamba tidak bergantung kepada sebab dan agar ia mengetahui kesempurnaan kekuasaan Allah atas hamba-Nya dan kesempurnaan kehendak-Nya dalam mengatur alam semesta.
Berikut ini sebuah contoh bahwa sebab yang besar, jika tidak Allah kehendaki berpengaruh, niscaya tidak akan berpengaruh dan bahwa segala sesuatu tergantung kepada Allah, karena semua adalah milik Allah.
  1. Kisah Nabi Ibrahim ‘alaihis salam, ketika itu api yang besar, Allah kehendaki menjadi dingin dan tidak berpengaruh sehingga tidak membakarnya, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
    {قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلَامًا عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ}
    Kami berfirman: “Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi sebab keselamatanlah bagi Ibrahim”,( QS. Al-Anbiyaa`: 69)
  2. Kisah Maryam yang sedang hamil tua menggoyang pohon kurma, dengan izin Allah sebab yang lemah itu berpengaruh, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
    {وَهُزِّي إِلَيْكِ بِجِذْعِ النَّخْلَةِ تُسَاقِطْ عَلَيْكِ رُطَبًا جَنِيًّا }
    Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu . (QS. Maryam: 25).

Dampak menyelisihi hukum sebab yang ketiga

Seseorang yang tidak memenuhi hukum sebab yang ketiga dalam mengambil sebab, sehingga tidak memiliki keyakinan hanya Allah lah yang menjadikan sebuah sebab berpengaruh, justru sebaliknya, ia memiliki keyakinan bahwa sebab itulah yang berpengaruh dengan sendirinya, tanpa dikehendaki oleh Allah Ta’ala, maka orang tersebut telah terjatuh dalam syirik akbar yang mengeluarkannya dari agama Islam, karena berarti ia telah meyakini adanya pencipta selain Allah, yang mampu menciptakan (mewujudkan) sesuatu yang ia tuju.
Oleh karena itu Syaikh Muhammad Shaleh Al-Utsaimin rahimahullah, ketika menjelaskan bahwa pemakai jimat bisa saja terjerumus kedalam syirik akbar, mengatakan:
ولبس الحلقة ونحوها إن اعتقد لابسها أنها مؤثرة بنفسها دون الله فهو مشرك شركاً أكبر في توحيد الربوبية، لأنه اعتقد أن مع الله خالقاً غيره
Memakai jimat gelang dan yang semisalnya, jika pemakainya berkeyakinan bahwa jimat tersebut berpengaruh dengan sendirinya tanpa Allah (kehendaki dan izinkan) , maka berarti ia telah melakukan kesyirikan dengan jenis syirik besar, (yaitu) kesyirikan akbar dalam masalah Rububiyyah, karena berarti ia meyakini adanya pencipta selain Allah1

Penutup

Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah berkata dalam kitabnya Al-Qaulus Sadiid :
فهذا هو الواجب على العبد في نظره وعمله بجميع الأسباب.
“Inilah sikap wajib seorang hamba dalam memandang dan melakukan berbagai macam sebab (dalam aktivitasnya)”.
Dengan demikian, nampak urgensi memahami dan mengamalkan hukum-hukum sebab ini!
Barangsiapa yang dalam mengambil sebab memenuhi semua hukum-hukum sebab di atas, maka hal ini menunjukkan kebagusan tauhidnya dan berarti, dalam masalah ini, ia telah selamat dari kesyirikan kecil dan besarnya serta juga selamat dari terjerumus kedalam mengambil sebab yang haram!
Ia menjadi sosok Ahlut Tauhid yang semangat mengambil sebab dan tidak bermalas-malasan serta tidak mau mengambil sebab yang hakekatnya bukan sebab.
Disamping itu, ia juga sosok pribadi yang bersandar hatinya kepada Allah dan bertawakal kepada-Nya saja serta meyakini semua kebaikan itu berasal dari Allah.
Sehingga ketika ia sukses dalam mencapai tujuannya, tidaklah ia membangga-banggakan usahanya dan tidak pula menyombongkan dirinya.
Justru ia tawadhu’ dan mengembalikan semua kesuksesan kepada Sang Pemberinya, yaitu: Allah ‘Azza wa Jalla dan ia sikapi nikmat kesuksesan itu sebagai ujian yang harus disyukuri.
Wallahu a’lam.
***
Referensi:
Artikel tentang Hukum Sebab ini, diolah dari rekaman daurah Kitab Tauhid oleh Ustadzuna Abu Isa hafizhahullah dengan beberapa syarah kitab Tauhid yang lainnya, terutama Al-Qaulus Sadiid Fii Maqaashidit Tauhid, karya Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullahdan At-Tamhiid, karya Syaikh Shaleh Alusy-Syaikh hafizhahullah.
___
Catatan kaki
1Al-Qaulul Mufiid, hal. 1/163.
[serialposts]
Penulis: Ustadz Sa’id Abu Ukasyah
Sumber : Muslim.or.id

Tidak ada komentar