Serial Indahnya Shalat (14) - Mutiara Isti’adzah dalam shalat (3)

Mutiara Isti’adazah dalam shalat (3)


Baca pembahasan sebelumnya Mutiara Isti’adazah dalam shalat (2)

Penjelasan:

أَعُوذُ بِاَللَّهِ

“Saya berlindung kepada Allah”

Kata kerja di dalam kalimat ini diambil dari Al-‘Iyaadzu, yaitu berlari dari keburukan.

Sehingga maknanya adalah “Saya berlindung kepada Allah untuk menghindar dan menjauh dari keburukan”, karena Allah Ta’ala-lah tujuan permohonan perlindungan, dan 
Yang Maha Melindungi dan Menjaga hamba-hamba-Nya yang beriman dari segala hal yang merusak keimanan mereka.

Isti’adzah dengan makna seperti di atas adalah salah satu ibadah yang agung sehingga tidak boleh ditujukan kepada selain Allah Ta’ala dan wajib dipersembahkan kepada Allah Ta’ala semata. Ibadah Isti’adzah tersebut mengandung amalan hati yang sangat mulia.

Dalam hati orang yang memohon perlindungan kepada Allah, hendaknya terdapat pengagungan, kecintaan, rasa butuh, dan ketundukan yang besar kepada Allah Ta’ala, serta hendaklah dalam hatinya terdapat keyakinan bahwa Allah adalah Al-Hafiizh (Yang Maha Menjaga), dan di antara kandungan nama-Nya tersebut bahwa Allah Ta’ala menjaga keimanan hamba-hamba-Nya dari serangan fitnah syubhat dan fitnah syahwat, menjaga amalan mereka dari perkara yang merusak dan mengurangi kesempurnaannya, dan menjaga dari makar musuh-musuh mereka, baik dari kalangan manusia maupun kalangan jin.

Orang yang memohon perlindungan kepada Allah Ta’ala hendaklah meyakini bahwa tidak ada Sang Penjaga yang hakiki dan sempurna, baik dalam urusan agama maupun dunia seorang hamba Allah, kecuali Allah Ta’ala semata.

Allah Ta’ala berfirman,

فَاللَّهُ خَيْرٌ حَافِظًا ۖ وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ

“Maka Allah adalah sebaik-baik Penjaga dan Dia adalah Maha Penyanyang diantara para penyanyang” (Q.S. Yusuf: 64).
Makna:

مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

“dari setan yang terkutuk”

Berlindung dari keburukan dan kejahatan setan agar tidak membahayakan agama kita dan membahayakan urusan dunia kita. Setan telah mencanangkan diri sebagai musuh kita, maka sikapilah setan sebagai musuh.

Setan diambil dari kata sya thu na yang berarti jauh dari rahmat Allah, dan Allah Ta’ala memang melaknatnya, yaitu mengusir dan menjauhkannya dari rahmat-Nya!

Atau diambil dari kata syaa tha bermakna marah, dan memang setan tabiatnya adalah pemarah, tergesa-gesa dan menyimpang.

Dan yang dimaksud setan di sini adalah setan pertama yang diperintahkan untuk sujud kepada Nabi Adam ‘alaihis salam, namun enggan, serta juga termasuk keturunan setan yang pertama tersebut.

Adapun ar-rajiim bermakna raajim, yaitu: menggoda selainnya (manusia) untuk berbuat maksiat. Dan bisa pula ar-rajiim bermakna marjuum, yaitu: yang terlaknat, terusir dan dijauhkan dari rahmat Allah Ta’ala.

Kesimpulan

Dengan demikian, apabila memperhatikan makna lafazh isti’adzah di atas, maka

أَعُوذُ بِاَللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

bermakna

“Saya berlindung kepada Allah -yang terkumpul padanya seluruh sifat-sifat yang sempurna, di antaranya bahwa Dia Maha Sempurna Penjagaan dan Perlindungan-Nya terhadap hamba-Nya- dari segala kejahatan setan yang dijauhkan dari rahmat Allah Ta’ala dan yang suka menggoda manusia untuk berbuat maksiat”.

[Bersambung]

***

Penulis: Ust. 

Sumber Muslim.or.id

Tidak ada komentar