Ar Razzaaq, Yang Banyak Memberi Rezeki (1)

Ar Razzaaq, Yang Banyak Memberi Rezeki (1)



Bismillah walhamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du:

Empat sikap manusia terhadap rezeki

Manusia di dalam menjalani kehidupannya di dunia, tidak bisa terlepas dari rezeki, sesuatu yang ia butuhkan untuk keberlangsungan hidupnya di muka bumi ini. Sulit-mudahnya, riang-gembiranya serta susah-payahnya manusia dalam mencari rezeki membuat mereka memilih sikap yang berbeda-beda dalam mencari dan menikmatinya. Ada orang yang miskin namun bersabar dengan kemiskinannya, ada pula orang yang kaya dan bersyukur dengan kekayaannya, sehingga semakin kaya semakin ta’at kepada Rabb nya. Namun ada pula yang rakus, tamak alias serakah dalam mencari rezeki, sehingga yang haram pun ia terjang, namun ada yang justru sebaliknya, bermalas-malasan bahkan berputus asa.

Tipe-tipe Manusia dalam Menyikapi Rezeki

Putus asa
Jenis orang yang pertama ini adalah jenis orang yang berputus asa dari rezeki Allah, karena pengetahuannya tentang Allah sedikit dan ketipisan imannya ia merasa tidak kuat menghadapi susah-payahnya mencari rezeki, bahkan tidak heran jika ia mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.
Bermalas-malasan
Tipe ini adalah tipe orang yang cari enaknya sendiri, ia berharap dengan kerja yang semaunya lalu bisa mendapatkan rezeki yang sesuai dengan impiannya. Kalau bisa malah muda foya-foya, tua kaya raya dan mati masuk Surga. Tipe orang seperti ini adalah tipe orang yang tertipu dengan iklan-iklan murahan agar bisa kaya mendadak dengan modal dengkul yang menyesatkan, tanpa meninjau dari sisi Syar’inya.
Rakus atau tidak sabar
Tipe ini adalah sekelompok orang yang berlebihan (rakus) dalam mencari dunia dan ingin mendapatkan rezeki dengan cara yang cepat dan dalam jumlah yang sangat banyak. Ia tidak qona’ah (menerima dan ridho) terhadap pembagian rezeki dari Allah, sehingga terus merasa kurang dan kurang, sampai ia pun berusaha mencarinya dengan cara yang haram walaupun harta yang dimilikinya sudah banyak (kaya), maka korupsi, riba, usaha ilegal yang haram tidak jadi masalah baginya, asal omsetnya milyaran atau bahkan trilyunan.
Tipe orang ini, bisa jadi ia miskin, namun menyimpan ketamakan dalam hatinya, ia tidak bisa bersabar menghadapi kemiskinannya, sehingga berbagai perbuatan harampun dilakukan, mencuri, menipu, melacur, merampok, dan yang lainnya.
Tengah-tengah
Ini adalah sikap yang benar terhadap rezeki, yaitu tengah-tengah diantara ifrath (berlebih-lebihan) dan tafrith (teledor). Sikap tengah-tengah ini adalah sikap orang-orang yang bertakwa, yang tahu tujuan diciptakannya di muka bumi ini, ia tidak rakus berlebih-lebihan dalam mencari rezeki, sehingga tidak mau mencarinya dengan jalan yang haram, namun ia tidak pula bermalas-malasan dan teledor dalam mencari rezeki yang halal, apalagi sampai berputus asa. Jika ia kaya maka ia menjadi orang kaya yang bersyukur dan syukur itu baik baginya, semakin kaya maka semakin bertakwa.
Namun jika ia miskin, maka ia menjadi orang miskin yang bersabar dan kesabaran itu baik baginya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَجَبًا ِلأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَلِكَ ِلأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ
“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, sesungguhnya semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya” (HR. Muslim).
Tiga kelompok pertama di atas adalah tiga kelompok yang salah dalam menyikapi rezeki, apakah gerangan penyebabnya? Di antara penyebab terbesar yang mendorong tiga kelompok pertama di atas bersikap dengan sikap yang salah di atas, adalah mereka tidak mengenal Allah dengan benar.
Mereka tidak mengenal kemahaindahan nama-nama-Nya dan kemahamuliaan sifat-sifat-Nya dan tidak melaksanakan tuntutan peribadatan yang terkandung di dalam nama-nama-Nya dengan baik. Mengapa seseorang sampai berputus asa atau rakus terhadap rezeki, tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah adalah الرَزَّاقُ (Yang Banyak Memberi rezeqi)?

Pentingnya ma’rifatullah (mengenal Allah) dan beribadah kepada-Nya

Seorang yang hidup di dunia ini hakikatnya sedang melakukan perjalanan hidup menuju kepada Tuhannya, ia harus mengetahui tujuan perjalanan hidupnya, untuk apa ia diciptakan di muka bumi ini.
Tujuan penciptaan manusia (tujuan hidup) itu ada dua:
1. Ma’rifatullah, agar manusia mengenal siapa Rabb-nya melalui nama, sifat dan perbuatan-Nya.
Allah Ta’ala berfirman:
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا
”Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar klian mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu” (QS.Ath-Thalaaq: 12).
2. Ibadatullah, agar kita beribadah hanya kepada-Nya saja dengan benar.
Allah Ta’ala berfirman :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku semata” (QS.Adz-Dzaariyaat : 56) [Fiqhul Asmaa`il Husnaa, hal. 8])
Ibnul Qoyyim rahimahullah menjelaskan tentang tingginya kedudukan mengenal Allah (ma’rifatullah):
أن العلم بالله أصل كل علم، وهو أصل علم العبد بسعادته وكماله ومصالح دنياه وآخرته، والجهل به مستلزم للجهل بنفسه ومصالحها وكمالها وما تزكو به وتفلح به، فالعلم به سعادة العبد والجهل به أصل شقاوته
“Bahwa mengenal Allah adalah dasar dari seluruh ilmu (yang bermanfa’at), ia juga sebagai dasar ilmu seorang hamba tentang kebahagiaan , kesempurnaan, maslahat dunia dan akheratnya.
Dan tidak mengenal Allah mengakibatkan (seseorang) tidak mengenal dirinya , tidak tahu maslahat dan kesempurnaan dirinya serta tidak mengetahui perkara yang menyebabkan suci dan beruntung dirinya. Maka mengetahui tentang Allah sebab kebahagiaan seorang hamba, sedangkan tidak mengetahui-Nya sebab kesengsaraannya” (Miftah Daris Sa’adah1/312).

Mengenal Allah dengan mengenal nama-nama dan sifat-sifat-Nya

Sesungguhnya pintu ilmu dan iman yang paling besar adalah mengenal Allah Tabaraka wa Ta’ala dengan mengenal nama-nama-Nya yang husna (terindah) dan sifat-sifat-Nya yang ‘ulya (termulia) yang terkandung dalam nama-nama-Nya tersebut, Allah Ta’ala berfirman:
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَا
                        
“Hanya milik Allah lah nama-nama yang terindah, maka berdo’a (dan beribadahlah) kalian kepada-Nya dengan nama-nama yang terindah itu” (Al-A’raaf:180).
Makna firman Allah : {فَادْعُوهُ بِهَا } “maka berdo’a (dan beribadahlah) kalian kepada-Nya dengan nama-nama yang terindah itu” mengandung tiga perkara:
Perintah untuk berdo’a dengan menyebut nama-nama-Nya yang husna (terindah) , seperti perkataan kita  Ya Ghaffar (Yang Maha Pengampun) ampunilah dosa-dosa kami”.
Perintah untuk memuji-Nya dengan menyebut nama-nama-Nya yang husna (terindah) , seperti perkataan kita “Subhanallah dan Alhamdulillah
Perintah untuk beribadah kepada-Nya dengan melaksanakan tuntutan peribadatan yang terkandung dalam nama-nama-Nya yang terindah itu,
seperti Al-Khasyah (takut kepada Allah), mencintai Allah, sabar ,ruku’, sujud, dan yang lainnya (Diolah dari Madarijus Salikin: 1/420).
Dari sinilah dapat kita ambil pelajaran bahwa mempelajari nama-nama dan sifat-sifat Allah Ta’ala memiliki pengaruh besar dalam kehidupan seorang hamba. Ia akan terbimbing ucapan dan perbuatannya, lahir dan batinnya, dengan memahami nama-nama dan sifat Allah Ta’ala dan melakukan tuntutan peribadatan yang terkandung dalam nama dan sifat Allah tersebut.
Oleh karena itu berkata Ibnul Qoyyim rahimahullah
وأكمل الناس عبودية المتعبد بجميع الأسماء والصفات التى يطلع عليها البشر
Manusia yang paling sempurna ibadahnya adalah orang yang beribadah kepada Allah dengan melaksanakan tuntutan peribadatan yang terkandung dalam semua nama-nama dan sifat-sifat-Nya yang diketahui oleh manusia” (Madarijus Salikin: 1/420).

Mengenal nama Allah الرَزَّاقُ (Yang Banyak Memberi rezeqi)

Nama Allah itu banyak jumlahnya, diantara nama Allah adalah الرَزَّاقُ (Ar-Razzaaq). Menyebut suatu nama sebagai nama Allah haruslah berdasarkan dalil atau yang diistilahkan oleh ulama kita dengan istilah tauqifiyyah.
Adapun dalil nama ini, telah disebutkan dalam Al-Quran Al-Karim,
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ    
                  
“Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh” (Surah Adz-Dzaariyaat:58).
Dan Ayat-Ayat lainnya, yang semakna dengan ini banyak jumlahnya, seperti:
وَارْزُقْنَا وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ     
                     
“Berilah kami rezeki, dan Engkaulah pemberi rezeki Yang Paling Utama” (Al-Maa`idah:114).
وَإِنَّ اللَّهَ لَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
“Dan sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik pemberi rezeki” (Al-Hajj: 58).
وَاللَّهُ خَيْرُ الرَّازِقِينَ   
     
“Dan Allah Sebaik-baik Pemberi rezeki”  (Al-Jumu’ah: 11) [Fiqhul Asmaa`il Husnaa, hal. 103].
In sya Allah akan berlanjut kepada artikel : Ar Razzaaq, Yang Banyak Memberi Rezeki (2).
***
Referensi :
  1. Miftah Daris Sa’adah, Imam Ibnul Qoyyim.
  2. Madarijus Salikin, Imam Ibnul Qoyyim.
  3. Fiqhul Asmaa`il Husnaa, Syaikh Abdur Razzaaq.
  4. Sittu Duror, Syaikh Ar-Ramadhoni.
  5. Mu’taqod Ahlis Sunnah wal Jama’ah, Syaikh Khalifah At-Tamimi.
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Sumber : Muslim.Or.Id



Tidak ada komentar