Menyambung artikel yang pertama, pembahasan berikut ini masih seputar syukur. Syukur terbangun di atas lima pondasi, yaitu ketundukan kepada Sang Pemberi nikmat, mencintai-Nya, mengakui nikmat-Nya, memuji-Nya atas anugerah nikmat tersebut, dan tidak menggunakannya dalam perkara yang dibenci-Nya. Inilah lima pondasi yang merupakan asas syukur dan pondasi bangunannya. (Ketahuilah!) setiap orang yang membahas masalah syukur dan mendefinisikan batasannya, maka pembahasannya kembali kepada lima pondasi tersebut dan berporos kepadanya”, demikianlah tutur Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam Madarijus Salikin (2/244).
Memang benar, sikap manusia dalam bersyukur itu bertingkat-tingkat, berdasarkan tingkatan mereka dalam pengetahuan tentang faktor-faktor pendorong untuk bersyukur.
Di antara faktor pendorong yang sangat mendasar bagi seorang hamba untuk bersyukur adalah pengenalannya terhadap Sang Pencipta alam semesta ini dan Sang Pemberi nikmat, Allah Tabaraka wa Ta’ala. Di antara manusia terdapat tipe orang yang mengenal Allah dengan mengenal perincian nama, sifat dan perbuatan-Nya serta mengenal keindahan makhluk-Nya dan kebesaran nikmat-Nya, sehingga hatinya terpenuhi kecintaan kepada-Nya, lisannya pun ringan memuji-Nya, diikuti ketundukan anggota tubuh dalam melakukan sesuatu yang diridhai-Nya. Iapun mengakui setiap nikmat yang Allah anugerahkan kepadanya dan ia pergunakan nikmat tersebut untuk taat dan beribadah kepada-Nya.
Namun, ada juga tipe manusia yang menghinakan dirinya dengan teledor dalam mengingat Allah dan tidak mengenal-Nya, sehingga hal itu semakin menjauhkannya.
Bulan Ramadhan adalah bulan yang diberkahi sekaligus anugerah Allah untuk hamba-hamba-Nya, agar semakin bertambah keimanan orang-orang yang beriman dan agar segera bertaubat orang-orang yang bermaksiat. Allah Tabaraka wa Ta’ala telah mengkhususkan bulan ini dengan beberapa bentuk kekhususan dan mengistimewakannya dengan beberapa keistimewaan yang tidak terdapat dalam bulan-bulan selainnya.
Marilah kita merenungi sebagian dari kekhususan tersebut, agar semakin besar keagungan nikmat datangnya bulan Ramadhan ini di hati kita. Allah anugerahkan bulan Ramadhan kepada kita agar kita dapat bersyukur kepada-Nya dengan sebenar-benar syukur dan dapat beribadah kepada-Nya dengan sebenar-benar peribadatan.
Bulan Ramadhan adalah bulan yang didalamnya diturunkan Al-Qur`an sebagai petunjuk bagi manusia, sebagaimana firman Allah Ta’ala :
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur`an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur” (QS. Al-Baqarah: 185)
[bersambung]
[serialposts]
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Sumber : Muslim.or.id
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Post a Comment