Bulan Ramadhan Anugerah Allah Yang Agung (1)

Bulan Ramadhan Anugerah Allah Yang Agung (1)


Allah telah menganugerahkan kepada hamba-hamba-Nya nikmat yang banyak yang tak bisa kita hitung, Allah berfirman :
وَآتَاكُمْ مِنْ كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ ۚ وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا ۗ إِنَّ الْإِنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
(34) Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah) (QS. Ibrahim: 34).
Nikmat Allah yang dianugerahkan kepada orang-orang yang beriman sangatlah banyak, baik nikmat agama maupun duniawi. Allah telah memberikan anugerah kepada hamba-hamba-Nya yang beriman, berupa akal, badan dan rezeki yang baik. Allah juga telah menundukkan segala sesuatu yang ada di langit dan bumi untuk mereka. Allah menganugerahkan semua nikmat ini, agar hamba-hamba-Nya bersyukur kepada-Nya dan beribadah kepada-Nya semata, tidak menyekutukan-Nya, agar mereka memperoleh ridha-Nya, sehingga masuk kedalam surga-Nya dan melihat wajah-Nya. Di antara kenikmatan Allah yang sangat besar adalah disyari’atkannya puasa Ramadhan yang diberkahi ini, bahkan Allah menjadikannya sebagai salah satu dari lima rukun Islam. Hal ini karena puasa Ramadhan adalah anugerah Allah yang agung, maka pantaslah jika Allah tutup beberapa ayat tentang puasa Ramadhan dengan firman Allah Ta’ala,
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur`an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur” (Al-Baqarah:185).

Pokok Syukur dan Hakikatnya

Ibnul Qoyyim rahimahullah menjelaskan, bahwa pokok syukur adalah mengakui nikmat dari Sang Pemberi nikmat dalam bentuk tunduk, merendahkan diri kepada-Nya, dan mencintai-Nya. Maka, barangsiapa yang tidak mengenal nikmat, bahkan masa bodoh dengannya, maka ia tidak mensyukurinya. Barangsiapa yang mengenal nikmat, namun tidak mengenal Sang Pemberi nikmat, maka ia tidak mensyukurinya juga.
Barangsiapa yang mengenal nikmat dan Sang Pemberi nikmat, akan tetapi mengingkarinya, sebagaimana seseorang mengingkari nikmat Sang Pemberi nikmat, maka berarti ia telah mengkufurinya.
Barangsiapa yang mengenal nikmat dan Sang Pemberi nikmat, dan ia mengakuinya tak mengingkarinya, namun ia tidak tunduk kepada-Nya, tak mencintai-Nya, tak ridha kepada-Nya dan tidak ridha dengan nikmat tersebut, maka iapun tidak mensyukurinya.
Barangsiapa yang mengenal nikmat dan Sang Pemberi nikmat, dan ia tunduk kepada-Nya, mencintai-Nya, ridha kepada-Nya dan ridha dengan nikmat tersebut, iapun menggunakannya dalam perkara yang dicintai-Nya dan dalam ketaatan kepada-Nya, maka inilah profil orang yang mensyukuri nikmat! (Thoriqul Hijratain, Ibnul Qoyyim, hal. 175).
[bersambung]
***
[serialposts]
Penulis: Ustadz Sa’id Abu Ukasyah
Sumber : Muslim.or.id
___

Tidak ada komentar