Bismillahir Rahmanir Rahim,
Takbiratul Ihram adalah rukun shalat
Lafadz yang pertama kali diucapkan dalam shalat adalah lafadz takbiratul ihram, yaitu “Allahu Akbar”. Sebuah lafadz pembuka shalat yang tidaklah sah sebuah shalat kecuali dengannya, karena kedudukannya sebagai rukun shalat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مِفْتَاحُ الصَّلاَةِ الطُّهُورُ وَتَحْرِيمُهَا التَّكْبِيرُ وَتَحْلِيلُهَا التَّسْلِيمُ
“Pembuka sahnya shalat adalah bersuci, sesuatu yang menyebabkan haramnya hal-hal yang bertentangan dengan shalat adalah ucapan takbir dan yang menyebabkan halalnya hal-hal itu kembali adalah ucapan salam” (HR. Abu Daud no. 61, Tirmidzi no. 3, Syaikh Al Albani menshahihkannya dalam Al-Irwa`: 301).
Dalam kitab Badai’ul Fawaid, Ibnul Qoyyim menjelaskan hakikat kedudukan takbiratul ihram sebagai tahrimush shalah (sesuatu yang menyebabkan haramnya hal-hal yang bertentangan dengan shalat) sebagaimana yang ada dalam hadits di atas, dengan mengatakan,
تحريمها هنا هو بابها الذي يدخل منه إليها، وتحليلها بابها الذي يخرج به منها. فجعل التكبير باب الدخول، والتسليم باب الخروج لحكمة بديعة بالغة يفهمها من عقل عن الله، وألزم نفسه بتأمل محاسن هذا الدين العظيم، وسافر فكره في استخراج حكمه وأسراره وبدائعه،
“Yang dimaksud tahrim shalat di sini adalah pintu masuk shalat itu dimulai dari mengucapkan takbiratul ihram, sedangkan tahlil shalat adalah pintu keluar dari shalat dengan mengucapkan salam. Maka dijadikan takbiratul ihram sebagai pintu masuk dan mengucapkan salam sebagai pintu keluar, untuk suatu hikmah yang indah yang sangat mendalam,hikmah ini barulah bisa dipahami oleh orang yang mengenal Allah dan menuntun dirinya untuk merenungkan keindahan Agama yang agung ini, sedangkan fikirannya mengembara di dalam mengeluarkan mutiara hikmah, rahasia dan keindahan-keindahan Agama ini” (Badai’ul Fawaid, Ibnul Qoyyim 2/695 [PDF]).
Lafadz takbiratul ihram ini tidak sah jika diganti dengan lafadz yang lainnya. Berkata Syaikh Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah, “(Lafadz Allahu Akbar) tidaklah sah diganti dengan lafadz lain walaupun maknanya bisa menggantikannya, misalnya seseorang (yang sedang shalat) mengucapkan “Allahul Ajallu atau Allahu Ajallu atau Allahu A’dhamu atau yang semisalnya (maka ini tidak sah- pent)” (Syarhul Mumti‘ : 3/26).
Makna Allahu Akbar
Syaikh Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan makna Lafadz “Allahu Akbar”, bahwa kata “Akbar” mengandung makna melebihi, namun di dalam lafadz “Allahu Akbar” tidak disebutkan “sesuatu yang lain” sebagai pembanding, yang kebesarannya berada di bawah kebesaran Allah .
Jadi, lafadz takbiratul ihram itu bukanlah “Allahu Akbar minas Samawat (Allah lebih besar dari langit) ”misalnya. Pada kalimat ini, disebutkanlah “sesuatu yang lain”, sebagai pembanding, yang kebesarannya berada di bawah kebesaran Allah ”, yaitu langit.
Nah, apakah rahasia tidak disebutkannya “sesuatu yang lain, yang kebesarannya berada di bawah kebesaran Allah ” ? Syaikh Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahmengungkap rahasia tersebut, beliau berkata:
وحُذف المفضَّل عليه ليتناول كلَّ شيء، أكبر مِن كلِّ شيء عزَّ وجلَّ
“(Dalam ucapan Takbir ) Sesuatu yang lain -yang kebesarannya berada di bawah kebesaran Allah- tidaklah disebutkan, guna mencakup segala sesuatu (selain Allah), (dengan demikian, kesimpulannya) Allah ‘Azza wa Jalla lebih besar dari segala sesuatu (baca: Allah Maha Besar)” (Syarhul Mumti‘ : 3/29).
Adapun Syaikh Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan makna lafadz “Allahu Akbar” ,
معناها: أن الله تعالى أكبر من كل شيء في ذاته و أسمائه و صفاته و كل ما تحتمله هذه الكلمة من معنى
“Maknanya adalah bahwa Allah Ta’ala lebih besar dari segala sesuatu, dalam Dzat, nama-nama dan sifat-sifat-Nya serta seluruh makna yang tercakup di dalam lafadz ini” (Syarhul Mumti‘ : 3/28).
Kesalahan pengucapan takbir
Kesalahan yang terjadi dalam pengucapan lafadz “ الله أكبر (Allaahu Akbar)” ada dua macam, yaitu:
- Kesalahan yang merubah makna lafadz takbir. Contoh: memanjangkan huruf “ ا ” , yaitu: آلله أكبر (Aallaahu Akbar), yang artinya “Apakah Allah Maha Besar?” atau memanjangkan huruf “ب”, yaitu: الله أَكْبَار (Allaahu Akbaar), yang artinya “Allah adalah genderang” -Maha Suci Allah dari ucapan tersebut, karena kata أَكْبَار adalah bentuk jamak (majemuk) dari كَبَرُ artinya genderang. Demikianlah keterangan yang disampaikan oleh An-Nawawi rahimahullah dalam kitab Al-Majmu‘: 3/253. Kesalahan yang merubah makna ini menyebabkan tidak sahnya shalat seseorang.
- Kesalahan yang tidak sampai merubah makna lafadz takbir. Contoh, membaca fathah huruf “ه (ha`)”, yaitu: اللهَ أكبر (Allaaha Akbar), sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah.
Jika seseorang melakukan kesalahan yang tidak sampai merubah makna ini, maka shalatnya tetap sah. (Diringkas dari
Islamqa.info/ar/103381).
Adapun uraian tentang rahasia keindahan Takbir, in sya Allah bersambung ke artikel Menghayati Keindahan Bertakbir Dalam Shalat (2). Wallahu a’lam.
***
Referensi
- Badai’ul Fawaid, Ibnul Qoyyim (PDF).
- Syarhul Mumti‘, Syaikh Muhammad Shaleh Al-Utsaimin.
- Shahih Fiqhis Sunnah, Syaikh Abu Malik Kamal Salim.
- Islamqa.info/ar/103381
—
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Sumber : Muslim.Or.Id
Post a Comment