Allāh Ta’ālā berfirman:
وَكَيْفَ تَكْفُرُونَ وَأَنْتُمْ تُتْلَىٰ عَلَيْكُمْ آيَاتُ اللَّهِ وَفِيكُمْ رَسُولُهُ ۗ وَمَنْ يَعْتَصِمْ بِاللَّهِ فَقَدْ هُدِيَ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
(101) Bagaimanakah kamu (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allāh dibacakan kepada kamu, dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu? Barangsiapa yang menjaga (dirinya) dengan (pertolongan) Allāh, maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus (QS.Ali Imraan: 101).
Pada ayat di atas dijelaskan bahwa barangsiapa yang bersandar hatinya kepada Allāh, bertawakal kepada-Nya, memohon pertolongan kepada-Nya dan berpegang teguh dengan agama-Nya dalam menjaga diri dari segala keburukan dan dalam memperoleh kebaikan, maka ia akan mendapatkan petunjuk kepada jalan yang lurus dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
فَفِرُّوا إِلَى اللَّهِ ۖ إِنِّي لَكُمْ مِنْهُ نَذِيرٌ مُبِينٌ
(50) Maka segeralah kembali kepada (mentaati) Allāh. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allāh untukmu (QS. Adz-Dzaariyaat: 50).
Ibnu Abbas radhiyAllāhu ‘anhu mengatakan,
فروا إلى الله بالتوبة من ذنوبكم
“Bersegeralah kembali kepada Allāh dengan bertaubat dari dosa-dosa kalian.”
Ibnu Abbas juga menambahkan,
فروا منه إليه واعملوا بطاعته
“Berlarilah dari (bermaksiat kepada)-Nya kepada (ta’at) kepada-Nya dan lakukan amalan keta’atan kepada-Nya”. (Tafsir Al-Qurthubi).
Imam Ath-Thabari rahimahullah menjelaskan,
فاهربوا أيها الناس من عقاب الله إلى رحمته بالإيمان به ، واتباع أمره ، والعمل بطاعته
فروا من معاصيه إلى طاعته
“Berlarilah -wahai manusia- dari ‘ażab Allāh kepada rahmat-Nya dengan beriman kepada-Nya, mengikuti perintah-Nya, dan melakukan keta‘atan kepada-Nya, maka berlarilah dari bermaksiat kepada-Nya kepada ta‘at kepada-Nya.”
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan,
أي : الجئوا إليه، واعتمدوا في أموركم عليه
“Berlindunglah kepada-Nya dan sandarkan (hati) kalian kepada-Nya dalam urusan-urusan kalian.”
Dari keterangan para ulama Ahli Tafsir di atas, dapat kita simpulkan bahwa perintah untuk bersegera kembali kepada Allāh menuntut seorang hamba untuk menjadikan-Nya sebagai satu-satunyaTuhan yang menjadi tujuan seluruh hamba-Nya dalam kembali (inābah), memohon perlindungan, pertolongan, dan petunjuk dalam setiap keadaan.
Apabila di dalam hati orang yang beriman memiliki keyakinan bahwa Allāh-lah satu-satunya Tuhan yang menjadi tujuan dalam hal-hal tersebut di atas, maka ia akan mentauhidkan Allāh dalam peribadatan, semangat mendekatkan dirinya kepada-Nya, dengan melakukan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Metode ini adalah metode yang disebutkan terakhir (ke-7) oleh Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah di dalam kitabnya,
Al-Qawā’idul Ḥisan Al-Muta’alliqah bi Tafsīril Qur`ān.
Terkadang di dalam Al-Qur`ān, Allāh Ta’ālā menyeru orang-orang yang beriman agar berbuat kebaikan dan meninggalkan keburukan dengan cara memperingatkan seorang hamba untuk tidak menjadi orang-orang yang merugi, ẓālim, gāfil (orang yang lalai), dan fāsiq (pelaku dosa besar). Dengan demikian diharapkan seorang hamba menjauhi hal-hal yang merugikan, perbuatan ẓālim, keteledoran, dosa besar, dan jalan-jalan yang menghantarkan kepadanya.
Suatu hal yang sangat logis, jika seorang mukmin membaca ayat-ayat Allāh tentang perintah atau larangan-Nya, lalu diiringi dengan penjelasan bahwa orang yang menyelisihi perintah-Nya atau melanggar larangan-Nya dilabeli dengan sifat-sifat tercela, seperti ẓālim, fāsiq dan selainnya, maka ia akan terdorong untuk melakukan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya agar tidak menjadi orang-orang berlabel buruk sebagaimana disebutkan. Sesungguhnya kerugian, kezaliman, kelalaian, dan kefasikan adalah perkara yang dibenci oleh orang-orang yang beriman.
[bersambung]
***
[serialposts]
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Sumber : Muslim.or.id
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Post a Comment