Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang (6)

Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang (6)


Dalil Keempat

Hadits ‘Uqbah bin ‘Amir Al-Juhani radhiyallahu ‘anhu (HR. Ahmad 4/156, shahih)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيْمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ
“Barangsiapa yang menggantungkan tamimah maka ia telah melakukan kesyirikan”.
Penjelasan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa orang yang menggantungkan tamimah telah terjerumus dalam kesyirikan. Hal itu dikarenakan orang hati pelakunya bergantung kepada selain Allah. Dia bergantung kepada sesuatu yang disangka sebab, padahal bukan.
Ulama telah menjelaskan bahwa orang-orang yang menetapkan sesuatu sebagai sebab, padahal Allah tidak menjadikannya sebab, berarti telah melakukan syirik kecil. Hatinya tergantung kepada hal yang bukan sebab. Ini merupakan acuan yang secara umum benar, walaupun pada sebagian contohnya, terdapat pembahasan tersendiri. Dalam hadits ini, sangatlah jelas menunjukkan bahwa pemakai jimat telah melakukan kesyirikan.
Alasan pendalilan
Hadits ini menunjukkan bahwa pemakai jimat adalah pelaku kesyirikan. Demikian karena adanya vonis hukum syirik yang terdapat dalam hadits ini. Hadits ini tidak dikhususkan satu jenis jimat saja, namun umum untuk jimat dengan seluruh jenisnya.
Pada seluruh jimat, terdapat kesamaan sebab larangan, yaitu adanya ketergantungan hati pemakai jimat kepada selain Allah. Pemakai jimat bergantung kepada sesuatu yang disangka sebab, padahal bukan. Hal ini melemahkan tawakkalnya kepada Allah Ta’ala dalam mendapatkan manfaat ataupun menghindari bahaya.
Jenis kesyirikan memakai jimat
Syirik kecil: jimat tersebut diyakini sebagai sebab saja. Pelaku hanya meyakini bahwa jimat adalah sebab terjadinya sesuatu. Di sisi lain, pelaku meyakini bahwa Allahlah yang menjadikan segala sesuatu dengan jimat tersebut. Hal ini mengakibatkan pelaku terjatuh dalam syirik kecil karena hatinya bergantung pada jimat tersebut sebagaimana ia bergantung pada sebab.
Syirik besar:  imat tersebut diyakini bukan sebagai sebab. Jimat itu berpengaruh dengan sendirinya, terlepas dari kehendak Allah. Hukum ketergantungan hati semacam ini adalah syirik besar karena menyakini ada yang mampu memberi manfaat dan menolak bahaya di luar kehendak Allah. Syirik semacam ini termasuk dalam syirik rububiyah.
Ditinjau dari ketergantungan hati pemakai jimat kepada jimat tersebut, dengan rasa harap pemakainya untuk mendapatkan manfaat, maka syiriknya jimat jenis ini termasuk syirik dalam ibadah (Uluhiyyah).
Faedah yang bisa diambil dari hadits di atas
  1. Bahwa menggantungkan tamimah termasuk salah satu bentuk kesyirikan.
  2. Bahwa menggantungkan tamimah dan jenis jimat yang lainnya itu divonis kesyirikan, karena adanya ketergantungan hati kepada selain Allah dalam mendapatkan manfaat maupun menghindari/menghilangkan penyakit/mara bahaya. Padahal jimat itu benda tak bernilai, tidak bisa memberi manfaat dan tidak bisa menolak bahaya serta bukan pula sebagai sebab yang bermanfa’at. Bahkan, jimat justru menjadi sebab yang membahayakan pemakainya, di dunia maupun di akhirat.
Akibat buruk di Dunia adalah
  • Kesengsaraan hati, yaitu ketika hati pemakainya bergantung kepada jimat dan berpaling dari bergantung kepada Allah, Sang Pemberi manfaat dan Sang Penolak bahaya.
  • Dengan memakai jimat, pemakainya tidak akan mendapatkan manfaat yang dikehendakinya Hal ini karena jimat bnukanlah media yang dapat mengantarkan seseorang menuju apa yangh diinginkanya. Kalaupun terkadang ia merasa berhasil tercapai maksudnya, maka tentu bukanlah dikarenakan memakai jimat tersebut, tapi karena sebab yang lainnya, hanya saja waktu tercapainya tujuan pemakai bertepatan dengan aturan pemakaian jimat yang dipakai.
Akibat buruk di Akhirat adalah
  • Ancaman siksa karena melakukan kesyirikan.
  • Ancaman tidak diampuni oleh Allah, jika pemakai jimat mati, sedangkan ia tidak bertaubat, menurut pendapat terkuat bahwa pelaku syirik kecil tidak diampuni dosanya. Jika mati tidak bertaubat kepada Allah Ta’ala, sehingga haruslah melalui proses timbangan antara amal kebaikan dengan keburukannya.
(Bersambung)
***
[serialposts]
Penulis: Ustadz Sa’id Abu Ukasyah
Sumber : Muslim.or.id

Tidak ada komentar