Senyum Tak Semurni Bensin

Senyum Tak Semurni Bensin


Hayo apa hubungan senyum dengan bensin? Gak usah pusing-pusing mikirin, deh! Yang jelas, setiap yang senyum butuh bensin kan? Dan Alhamdulillah, kita masih bisa senyum, walaupun bensin naik harganya. Ya nggak?

Bensin murni memang sangat dibutuhkan manusia zaman sekarang. Bensin murni pun –alhamdulillah– mudah dibuat, namun begitu pulakah halnya dengan “senyum murni”? Mudahkah ditunjukkan?
Senyum murni seringkali lebih sulit didapatkan daripada bensin murni, padahal dalam banyak keadaan senyum murni lebih dibutuhkan daripada bensin murni.

Banyak orang yang murah senyum, namun murnikah senyumannya?

Senyuman di dunia ini macam-macam, ada senyuman abang becak, penjual jamu, dan tukang parkir ke pelanggannya masing-masing. Ada pula senyuman guru, dosen, dan ustadz ke murid-murid mereka. Presiden pun dengan para menterinya sering nampak melemparkan senyuman di hadapan publik dan sorotan kamera.
Customer Service Officer (CSO) yang baik harus murah senyum, ramah, sopan, menarik, cepat tanggap, pandai bicara, menyenangkan, serta pintar memikat dan mengambil hati para pelanggannya, sehingga mereka merasa nyaman, betah, dan tidak bosan mengunjungi kantor kerjanya serta tidak segan mengemukakan masalah yang dihadapinya kepada sang CSO tersebut agar dibantu mendapatkan solusinya.
Namun, bagaimanakah jika kita -apapun profesinya- abang becak, tukang parkir sampai CSO, dan presiden sekalipun masuk ke dalam rumah kita masing-masing? Bertemu dengan anak, istri, atau suami dan orang tua kita? Harus berjam-jam bermu’amalah (interaksi) dengan keluarga kita? Ketika ‘jam rumah’ kita melebihi lamanya ‘jam kantor’ kita?
Ketika itu senyuman kita tidak lagi dihargai dengan duit, tidak lagi disorot kamera, tidak pula mempengaruhi kelarisan dagangan kita, serta tidak mempengaruhi promosi jabatan kita? Akankah ketika di dalam rumah senyuman kita masih bisa banyak mengembang sedap dipandang?

Senyum murni simbol akhlak yang indah

Senyum yang murni dari “kotoran”nya, murni dari interest harta, bukan karena sungkan atau perasaan gak enak kepada atasan dan bukan juga karena sekedar tuntutan profesi memang mahal harganya! Senyuman yang benar-benar murni lillahi Ta’ala ditunjukkan khususnya kepada anak, istri, dan orangtua. Dari rumahlah nampak ‘keaslian’ sebuah senyuman tidak jarang senyuman itu diiringi akhlak-akhlak indah yang lainnya.
Dari persaksian sang keluargalah seseorang lebih mudah diketahui akhlak aslinya ketimbang dari kesaksian konsumen atau customernya! Dari persaksian anak istrilah seorang suami lebih mudah dikenal karakternya. Dari kesaksian ibu kandungnyalah karakter seorang anak biasanya lebih valid diketahui.

Kaidah mengetahui akhlak diri kita

Kaidah tersebut adalah :
أن حقيقة المرأ تعرف في بيته أكثر منه خارجه
“Bahwa hakikat (akhlaq) seseorang lebih banyak diketahui di dalam rumahnya daripada di luar rumahnya”.
Dalil Kaidah :
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
خيركم خيركم لأهله، و أنا خيركم لأهلي
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang terbaik akhlaknya terhadap istrinya dan aku adalah orang yang terbaik akhlaknya terhadap istriku” (HR. At-Tirmidzi 3895 dan Ibnu Majah 1977 dari Ibnu Abbas dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shahihah285).
Lafadz lainnya :
أكمل المؤمنين إيمانا أحسنهم خلقا وخياركم خياركم لنسائهم خلقا
“Kaum Mukminin yang paling sempurna imannya adalah orang yang terbaik akhlaknya dan sebaik-baik kalian adalah orang-orang yang terbaik akhlaknya terhadap istri-istri mereka” (HR. At-Tirmidzi 1162 dan Ibnu Majah 1978, dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shahihah 284).
Penjelasan :
Hadits yang agung ini menjadi dasar kaidah di atas “bahwa hakikat (akhlaq) seseorang lebih banyak diketahui di dalam rumahnya daripada di luar rumahnya” karena:
  1. Dalam hadits ini disebutkan bahwa orang yang terbaik adalah orang yang  paling baik akhlaknya terhadap orang yang terdekatnya, yaitu istrinya, padahal istri adalah wanita, makhluk yang lemah dari beberapa sisi, sehingga sebenarnya hal itu lebih memudahkan bagi sang suami untuk bertindak sewenang-wenang karena merasa menjadi kepala keluarga dan merasa lebih kuat dan lebih kuasa dari istrinya. Maka ketika sang suami sanggup tetap sabar berakhlak yang baik terhadap istrinya atau orang terdekat dari anggota rumah yang lainnya (misalnya anak dan orangtua), maka itu pertanda bahwa akhlak yang baik itulah akhlak aslinya. Itulah hakikat karakter aslinya.
  2. Sebab yang kedua, karena pada umumnya kebanyakan manusia menghabiskan waktu terbanyak dalam berinteraksi di dalam rumahnya. Adapun di luar rumahnya seseorang berinteraksi dengan teman kantornya sebatas jam kantor saja, berinteraksi dengan dosen dan teman kuliahnya sebatas jam kuliah saja, namun seseorang berinteraksi dengan keluarganya belasan jam lamanya dalam setiap harinya, maka ketika seorang suami sanggup tetap sabar berakhlak yang baik terhadap istri, anak atau orangtuanya dalam waktu yang lama, ini menandakan bahwa akhlak yang baik itulah akhlak aslinya. Itulah hakikat karakter aslinya.
Faidah :
Alasan status berpredikat “terbaik” di sini sebagaimana dikatakan oleh As-Sindi rahimahullah dalam kitab Hasyiahnya :
و يحتمل أن المتصف به ،يوفق لسائر الصالحات ،حتى يصير خيّرا على الإطلاق، و الله أعلم
“Mengandung kemungkinan makna bahwa orang yang berakhlak terbaik terhadap istrinya itu mendapatkan taufik Allah sehingga bisa melakukan amal shalih yang lainnya (selain berakhlak yang baik kepada istrinya), hingga pada akhirnya menjadi berpredikat terbaik secara muthlak, wallahu a’lam”.
Berakhlak baik kepada keluarga memang penyebab datangnya taufik Allah untuk menjadi yang terbaik karena keluarga adalah orang-orang yang paling berhak mendapatkan keramahtamahan, kebaikan akhlak, perbuatan baik, dan penjagaan dari keburukan, sehingga berakhlak baik kepada mereka adalah perkara yang sangat dicintai oleh Allah, sedangkan Allah adalah As-Syakuur (Maha Mensyukuri amal hamba-Nya). Amal shalih yang sedikit dibalas dengan balasan yang berlipat ganda, sehingga akhlak baik seorang hamba terhadap keluarganya berpeluang diganjar dengan dimudahkan beramal shalih yang lainnya, hingga pada akhirnya menjadi berpredikat terbaik secara mutlak .
Adapun orang yang berlaku sebaliknya, buruk kepada keluarga, namun justru kepada orang lain sangat banyak kebaikannya, maka tanpa diragukan lagi orang ini -sebagaimana dijelaskan Asy-Syaukani rahimahullah- tercegah mendapatkan taufik Allah untuk menjadi orang yang berpredikat terbaik.

Renungan

Berapa banyak sepasang pemuda pemudi yang melakukan pacaran yang haram, ketika pacaran yang hanya beberapa jam saja di luar rumah mereka tampakkan demikian perhatian dan kasihsayangnya terhadap pasangannya, demikian besarnya kerelaan berkorban untuk pasangannya, namun begitu sah menjadi pasangan suami istri, nampaklah akhlak aslinya, mereka berdua atau salah satunya tidak mampu menyembunyikan akhlak aslinya selama puluhan tahun berumahtangga!  Akhlaknya tersingkap dari dalam rumahnya!
Berapa banyak seseorang yang demikian ramahnya kepada teman-teman kuliahnya -apalagi lawan jenis yang dia sukainya-, namun saat bersama bapak/ibunya berubah menjadi sosok anak yang berperangai kasar, beda jauh dengan akhlaknya kepada teman-teman kuliahnya! Akhlaknya tersingkap dari dalam rumahnya!
Berapa banyak orang yang nampak pendiam, tertutup & pemalu di tengah masyarakatnya, jauh dari ghibah, jauh dari mencela dan berakhlak buruk kepada masyarakatnya, namun jika masuk rumahnya muncullah sifat aslinya yang keras kepada keluarganya. Rahasianya karena dia merasa tidak memiliki ‘kekuatan’ dan minder menghadapi masyarakatnya! Akhlaknya tersingkap dari dalam rumahnya!
Kalau orang yang tersingkap karakter aslinya orang biasa yang tidak punya jabatan, bisa jadi dampak buruknya tidak sebesar kalau yang tersingkap akhlak buruknya adalah orang-orang yang memiliki status sosial dan jabatan tinggi di masyarakatnya!
Sesungguhnya orang yang tidak baik dalam memimpin keluarganya dan buruk akhlaknya kepada mereka, bagaimana dia bisa baik memimpin dengan baik masyarakatnya?
Inilah rahasia besar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
خيركم خيركم لأهله، و أنا خيركم لأهلي
sebaik-baik kalian adalah yang paling baik sikapnya terhadap keluarganya, dan aku adalah orang yang paling baik terhadap keluargaku
Wallahu a’lam.

[Diolah dari kitab Al-Mau’idhotul Hasanah fil Akhlaaqil Hasanah, Syaikh Abdul Malik Ar Ramadhani]
Penulis: Ustadz Sa’id Abu ‘Ukkasyah
Sumber : Muslim.Or.Id

Tidak ada komentar