Dalil & Pendalilan Tsalatsatul Ushul (22) : Nadzar

Tsalatsatul Ushul (22) : Nadzar


Dalil nadzar adalah firman Allah Ta’ala:
يُوفُونَ بِالنَّذْرِ وَيَخَافُونَ يَوْمًا كَانَ شَرُّهُ مُسْتَطِيرًا
Mereka menunaikan nadzar dan takut akan suatu hari yang keburukannya menyebar” (QS. Al-Insan: 7).

Kesimpulan Dalil

Ayat tersebut merupakan dalil bahwa nadzar adalah ibadah.

Penjelasan Dalil

Sisi pendalilan dari ayat ini adalah Allah memuji orang-orang yang menunaikan nadzar. Tidaklah Allah memuji sesuatu melainkan sesuatu tersebut merupakan salah satu dari tiga hal berikut ini:
  • Pengamalan perkara yang wajib.
  • Pengamalan perkara yang sunnah.
  • Meninggalkan suatu keharaman.
Tiga perkara tersebut merupakan perkara yang dicintai-Nya.
Jadi, nadzar termasuk ibadah yang harus dipersembahkan kepada Allah saja dan dilarang dipersembahkan kepada selain Allah. Barangsiapa yang mempersembahkan ibadah nadzar kepada selain Allah, maka dia telah melakukan kesyirikan.

Catatan

Perlu diketahui, bahwa nadzar yaitu seseorang mewajibkan kepada dirinya sendiri sesuatu yang tidak wajib baginya. Terkait dengan nadzar, perkara yang termasuk ibadah adalah nadzar yang mutlak, penunaian nadzar mutlak (tanpa syarat) dan penunaian nadzar muqoyyad (bersyarat). Adapun untuk nadzar muqoyyad, maka hukumnya makruh.

Penutup

Dengan disebutkannya dalil-dalil keempat belas macam ibadah yang terdapat dalam prinsip pertama, yaitu ma’rifatullah di dalam kitab Tsalatsatul Ushul yang telah disebutkan dalam serial artikel ini, maka telah selesai penyebutan dalil dan pendalilan dalam matan yang disebut sebagai matan “Dalil tentang macam-macam ibadah” tersebut.
Kesimpulan dari matan tentang “Dalil tentang macam-macam ibadah” ini adalah sebagai berikut:
  1. Inti dari ibadah adalah sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah Ta’ala.
  2. Ibadah itu meliputi ucapan dan perbuatan yang lahir, ucapan, dan perbuatan hati.
  3. Pembuktian sesuatu dikatakan sebagai sebuah ibadah bisa dengan dalil-dalil khusus, seperti khauf, raja`, dan tawakal, serta ada bisa dengan dalil umum, seperti ibadah do’a.
  4. Semua jenis ibadah wajib dipersembahkan kepada Allah semata, inilah yang dikenal dengan sebutan Tauhid Uluhiyyah.
  5. Jika salah satu saja dari ibadah-ibadah tersebut dipersembahkan kepada selain Allah, maka pelakunya telah menyembah selain-Nya dan disebut sebagai orang yang musyrik kafir.
  6. Yang perlu diingat bahwa vonis musyrik kafir bagi orang yang mempersembahkan ibadah kepada selain Allah adalah vonis Takfir muthlak dan bukan vonis Takfir Mu’ayyan. Takfir Mutlak adalah vonis hukum kafir dalam Syari’at Islam untuk suatu ucapan atau perbuatan atau keyakinan (ucapan hati atau perbuatannya1) dan untuk pelaku perkara-perkara tersebut, dalam bentuk umum (tanpa menyebut nama orang tertentu).
Dengan demikian, berarti Takfir Mutlak itu berkaitan dengan penjelasan hukum Syar’i yang umum (tanpa sebut nama orang tertentu) tentang vonis kafir. Contoh Takfir Mutlak adalah barangsiapa yang meyakini bahwa Allah tidak Esa maka ia kafir atau barangsiapa yang menghina Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka ia kafir. Sedangkan Takfir Mu’ayyan adalah hukum Syar’i bagi orang muslim tertentu, karena adanya kekafiran pada dirinya, baik dengan meyakini suatu keyakinan kekafiran2 atau mengucapkan suatu ucapan kekafiran ataupun melakukan suatu perbuatan kekafiran, dengan terpenuhi syarat dan tidak adanya penghalang pengkafiran. Contoh Takfir Mu’ayyan adalah fulan murtad kafir, karena ia menghina Allah atau fulan murtad kafir, karena menghina Al-Qur’an!”
Takfir mu’ayyan seperti ini, tidaklah boleh dijatuhkan kepada orang muslim tertentu kecuali jika telah memenuhi syarat dan hilang penghalang pengkafirannya. Ulama-lah yang bertugas menjatuhkan vonis Takfir Mu’ayyan dan bukan tugas setiap orang. Alhamdulillahilladzi bini’matihi tatimmush sholihat.
___
  1. Tafsir “keyakinan” berupa “ucapan hati atau perbuatannya” ini, terisyaratkan dari penjelasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ketika menjelaskan masalah iman dalam Majmu’ Fatawa 7/506 ↩
  2. Kekafiran keyakinan tersebut berupa ucapan hati atau perbuatannya ↩
***
[serialposts]
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Sumber : Muslim.or.id

Tidak ada komentar