Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
يكفي المؤمن أن يعلم؛ أن ما أمر الله به؛ فهو لمصلحة محضة أو غالبة، وما نهى الله عنه؛ فهو مفسدة محضة أو غالبة، وأن الله لا يأمر العباد بما أمرهم به لحاجته إليهم ولا نهاهم عما نهاهم بخلاً به عليهم، بل أمرهم بما فيه صلاحهم، ونهاهم عما فيه فسادهم
“Cukuplah seorang mukmin mengetahui bahwa perkara yang Allah perintahkan itu demi merealisasikan maslahat murni atau maslahat yang mendominasi. Sedangkan perkara yang Allah larang, maka pastilah mengandung mudharat (bahaya/kerusakan) murni atau mudharat yang mendominasi. Dan Allah tidaklah memerintahkan hamba-Nya dengan suatu perintah karena Allah membutuhkan mereka, demikian pula Allah tidaklah melarang mereka dengan suatu larangan karena Allah bakhil terhadap mereka, (tidaklah demikian). Akan tetapi (yang benar), Allah memerintahkan kepada mereka dengan sesuatu yang mengandung kebaikan bagi mereka, sedangkan Dia melarang mereka dari sesuatu yang membahayakan mereka (Majmu’ul Fatawa [27/91]).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
العمل إذا اشتمل على مصلحة ومفسدة؛ فإن الشارع حكيم، فإن غلبت مصلحته على مفسدته؛ شرعه، وإن غلبت مفسدته على مصلحته؛ لم يشرعه، بل نهى عنه
“Suatu amal jika mengandung maslahat dan mafsadat (kerusakan/bahaya) sekaligus, (ketahuilah bahwa) Sang Pembuat syari’at (Allah) adalah Maha Bijaksana. Jika maslahatnya lebih besar mafsadatnya, maka Allah syari’atkan hal itu. Namun jika mafsadatnya lebih besar dari maslahatnya, maka Allah tidak mensyari’atkannya, bahkan melarangnya” (Majmu’ul Fatawa [11/632]).
Diantara dalilnya, yaitu firman Allah Ta’ala dalam masalah perintah,
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (QS. Al-Baqarah: 216).
Perhatikanlah ayat di atas, perintah Allah untuk berperang -pada keadaan yang memang disyari’atkan untuk berperang- boleh jadi ini merupakan perintah yang berat dan tidak disukai oleh banyak orang, karena adanya ancaman kematian, cacat, kerusakan, pemerkosaan, dan ancaman bahaya yang lainnya.
Namun dikarenakan maslahat, manfaat, keuntungan dan kebaikan yang besar terdapat di dalamnya, seperti jayanya Islam dan kaum muslimin, makmurnya bumi dengan tauhid dan Ahli Tauhid, tegaknya hukum Allah di muka bumi, serta kebaikan dan maslahat lainnya yang jauh lebih besar dibandingkan mudharatnya, maka tepatlah jika Allah syari’atkan hal itu.
Firman Allah Ta’ala dalam masalah larangan:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ ۖ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah, ‘Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.’ (QS. Al-Baqarah: 219).
Allah Ta’ala menyebutkan bahwa dalam khamr dan judi itu terdapat beberapa manfaat duniawi bagi manusia, namun dikarenakan mudharat dosanya lebih besar dari manfaat keduanya meski manfaat duniawinya banyak, maka Allah larang manusia dari khamr dan judi tersebut. Adapun adanya beberapa manfaat duniawi dalam khamr dan judi, sesungguhnya hal itu merupakan ujian keimanan atas hamba-hamba-Nya, bukan justru menjadi alasan melegalkan khamr dan judi tersebut.
[Bersambung]
***
[serialposts]
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Sumber : Muslim.or.id
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Post a Comment