Penjelasan Hadits Istikharah (Bag. 7)

Penjelasan Hadits Istikharah (Bag. 7)



Petikan Hadits

اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ

“Ya Allah, apabila (menurut pengetahuan-Mu) Engkau mengetahui bahwa urusan ini (hendaknya disebutkan urusannya)”

Penjelasan

Setelah seorang yang beristikharah pada kalimat sebelumnya menyampaikan muqoddimah berupa memuji Allah, mengakui kekurangannya, kelemahannya, dan ketidaktahuannya, serta memasrahkan urusannya kepada Allah serta mengakui kesempurnaan ilmu dan kekuasaan-Nya, barulah pada kalimat ini, ia menyampaikan urusannya : “Ya Allah, apabila (menurut pengetahuan-Mu) Engkau mengetahui bahwa urusan ini (hendaknya disebutkan apa urusannya)”, semua ini menunjukkan adab yang tinggi didalam berdoa kepada Allah dengan mendahulukan perkara-perkara yang menyebabkan dikabulkannya doanya sebelum menyebutkan permintaannya, serta menampakkan rasa butuh, dan memelas kepada Allah Ta’ala.

Adapun model gaya bahasa yang terdapat dalam

اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ

“Ya Allah, apabila (menurut pengetahuan-Mu) Engkau mengetahui bahwa urusan ini (hendaknya disebutkan urusannya)”, ini bukanlah menunjukkan keraguan terhadap ilmu Allah, karena tidak boleh meragukan kesempurnaan ilmu Allah.

Kalimat ini hakekatnya adalah sebuah gaya bahasa Arab yang mengandung makna bahwa seorang yang beristikharah ragu (tidak tahu) tentang kebaikan atau keburukan dari dampak urusannya, karena ia tidak mengetahui apa yang terdapat dalam ilmu Allah berupa apa yang akan terjadi kelak terkait dengan urusannya.

Faedah dari petikan ini:

1. Istikharah itu untuk memohon pilihan tentang satu jenis perkara terkait dengan dua pilihan : apakah perkara tersebut akan dilakukan atau ditinggalkan.

Apabila seseorang berkehendak melakukan satu perkara dan ia bingung memutuskannya, maka ia beristikharah kepada Allah; apakah akan ia lakukan atau tidak.

Sedangkan apabila seseorang telah melakukan satu perkara, lalu berkehendak meninggalkan perkara tersebut dan ia bingung memutuskannya, maka ia beristikharah kepada Allah; apakah akan ia tinggalkan atau tidak.

2. Pada petikan :

اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ

“Ya Allah, apabila (menurut pengetahuan-Mu) Engkau mengetahui bahwa urusan ini”, hendaknya orang beristikharah menyebutkan urusannyamisalnya:

اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ السفر فس هذا اليوم

“Ya Allah, apabila (menurut pengetahuan-Mu) Engkau mengetahui bahwa safar pada hari ini …”,
atau

اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ النكاح

“Ya Allah, apabila (menurut pengetahuan-Mu) Engkau mengetahui bahwa nikah….”
atau

اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ بيع بيتي

“Ya Allah, apabila (menurut pengetahuan-Mu) Engkau mengetahui bahwa menjual rumahku….” , atau urusan lainnya.

Penyebutan urusan ini berdasarkan ucapan Jabir atau perowi lainya di akhir hadits :

وَيُسَمِّي حَاجَتَهُ

“Dan orang tersebut menyebutkan urusannya.”

Dan dalam riwayat lainnya, di Shahihul Al-Bukhari, kitab: At-Tauhid , bab: قَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى: قُلْ هُوَ الْقَادِرُ , no. 7390

اللهم فإن كنت تعلم هذا الأمر -ثم يسمّيه بعينه

“Ya Allah, apabila (menurut pengetahuan-Mu) Engkau mengetahui bahwa urusan ini -lalu ia menyebutkan urusannya secara spesifik-

(Bersambung, in sya Allah)

***

Penulis : Ustadz Sa’id Abu Ukasyah
Sumber : Muslim.or.id

Tidak ada komentar