Renungan!
Dari
kisah Ummu
Mihjan atau Ummu Mihjanah,
Wanita
yang tinggal di Madinah yang lemah dan miskin,
sang penyapu masjid, sosok yang dicari dan disholati jenazahnya oleh
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam
sebagaimana kisahnya disebutkan dalam Hadits riwayat Imam Muslim di
atas, mari kita merenung dalam rangka mencontoh perhatian Rasulullah
shallallahu
'alaihi wa sallam
terhadap wanita yang lemah dan miskin tersebut, dengan bertanya
kepada diri sendiri :
Seberapa
banyak dari kita yang sudi memperhatikan orang lemah, miskin, rakyat
jelata berprofresi tukang sapu di masjid, dan jalan raya?
Berapa
banyak dari kita yang mau menyalaminya, tersenyum, menanyakan
kabarnya, dan rela membantu memenuhi kebutuhannya?
Kalaupun
telah banyak kita lakukan, seberapa banyak yang kita lakukan dengan
ikhlas, dan atas dasar kasih sayang yang tulus karena Allah?
Padahal
bisa jadi, orang yang dianggap remeh kedudukannya di mata manusia,
ternyata mulia di sisi Allah, bahkan bisa jadi ia lebih mulia dan
lebih bahagia daripada kita di sisi Allah!
Maka
ketika kita memperhatikan dan menolongnya, maka bisa jadi kita itu
sedang menolong orang lemah , namun dimuliakan oleh Rabbus samawati
wal ardh!
Hadits
Mush'ab
bin Sa'ad rahimahullah
Simaklah
Hadits riwayat Imam Al-Bukhari rahimahullah
(2739) di kitab Shahihnya
(penomoran dalam kitab Fathul
Bari)
berikut ini :
عَنْ مُصْعَبِ
بْنِ سَعْدٍ قَالَ رَأَى سَعْدٌ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ لَهُ فَضْلًا عَلَى
مَنْ دُونَهُ
Dari
Mush'ab bin Sa'ad berkata : Sa'ad radhiyallahu
anhu menyangka
dirinya memiliki “kelebihan (fadhl)”
melebihi sahabat lainnya (orang-orang yang miskin dan lemah, pent.).
Lalu
Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam
pun bersabda:
هَلْ
تُنْصَرُونَ وَتُرْزَقُونَ إِلَّا
بِضُعَفَائِكُمْ
Bukankah
kalian ditolong dan diberi rezeki semata-mata karena orang-orang
lemah diantara kalian?
Penjelasan
Hadits Mush'ab
bin Sa'ad rahimahullah
Maksud
orang yang lemah didalam hadits ini
Dan
maksud orang yang lemah didalam hadits ini adalah orang yang lemah
badan, jiwa/akal, dan keadaan materi, karena konteksnya tentang
perang dan didapatkannya rezeki.
Dan
tiga kekuatan itu dibutuhkan untuk menang perang dan mencari rezeki,
namun dalam hadits ini ada sebab lain untuk meraih kemenangan dalam
perang maupun mendapatkan rezeki sebagaimana yang nampak jelas dalam
hadits ini.
Oleh
karena itu Imam Al-Bukhari rahimahullah
membawakan
hadits ini dalam kitab Shahihnya
di bawah judul bab :
“Memohon
pertolongan (kepada Allah) dengan bantuan orang-orang lemah dan
sholih dalam peperangan”.
Ar-Raghib
rahimahullah
berkata:
والضعف
يكون
في البدن
وفي النفس وفي الحال
“Dan
'lemah' itu bisa mencakup lemah di badan, jiwa/akal, maupun keadaan
(materi)”
Berkata
Syaikh Ali Al-Qari dalam Mirqatul
Mafatih Syarh Misykatul Mashabih :
“semata-mata
karena orang-orang lemah diantara kalian!”,
maksudnya adalah semata-mata karena adanya keberkahan (doa,sholat,
dan ibadah) orang-orang lemah dan miskin diantara kalian!”
Tarbiyyah
Rasulullah
shallallahu
'alaihi wa sallam
terhadap para sahabatnya dan kaum muslimin
Sa'ad
yang dimaksud dalam hadits ini adalah Sa'ad bin Abi Waqqash
radhiyallahu
anhu,
sahabat yang mulia dan termasuk salah satu dari sepuluh sahabat yang
mendapat kabar masuk surga.
Nabi
shallallahu
'alaihi wa sallam
memberi perhatian tarbiyyah yang besar kepadanya, oleh karena itu
semua bentuk pendidikan yang bermanfaat bagi meningkatnya
keimananannya, maka Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam
ajarkan kepadanya.
Dan
hakekatnya dalam hadits ini terdapat tarbiyyah bagi para sahabatnya
lainnya dan kaum muslimin.
Berkata
Ath-Thibi rahimahullah
dalam
Mirqatul
Mafatih Syarh Misykatul Mashabih :
قوله
إن له فضلا أي شجاعة وكرما وسخاوة ، فأجابه
صلى الله تعالى عليه وسلم بأن تلك الشجاعة
ببركة ضعفاء المسلمين ، وتلك السخاوة
أيضا ببركتهم ، وأبرزه في صورة الاستفهام
ليدل على مزيد التعزير والتوبيخ
“Ucapan
(Mush'ab
bin Sa'ad)
: “
Sa'ad radhiyallahu anhu menyangka dirinya memiliki kelebihan”
, maksudnya adalah keberanian, dan kedermawanan (sehingga ingin
mendapatkan rampasan perang yang lebih banyak, berdasarkan penjelasan
Al-Hafizh Ibnu Hajar, pent.).
Lalu
Nabi
shallallahu
'alaihi wa sallam
menjawabnya bahwa keberanian itu adalah dengan sebab keberkahan yang
dianugerahkan kepada orang-orang lemah kaum muslimin, demikian pula
kedermawanan itu juga karena keberkahan yang dianugerahkan kepada
mereka.
Dan
disebutkan penjelasan ini terhadap Sa'ad radhiyallahu
'anhu ini
dalam bentuk pertanyaan (yang mengandung peniadaan dan pengecualian,
pent.) untuk menunjukkan teguran, dan tidak terpujinya hal itu,
secara lebih tegas”.
Dalam
Fathul
Bari,
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah
menukilkan
perkataan Ibnul Muhallabi:
أَرَادَ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بِذَلِكَ حَضَّ سَعْدٍ عَلَى التَّوَاضُعِ
وَنَفْيِ الزَّهْوِ عَلَى غَيْرِهِ
وَتَرْكِ احْتِقَارِ الْمُسْلِمِ فِي
كُلِّ حَالَةٍ
Rasulullah
shallallahu
'alaihi wa sallam
menginginkan dengan sabdanya tersebut mendorong Sa'ad untuk bersikap
rendah hati (tawadhu'), dan tidak merasa besar diri di atas
selainnya, serta tidak merendahkan seorang muslim bagaimanapun
keadaannnya!
Al-Hafizh
Ibnu Hajar rahimahullah
juga menyatakan:
وعلى
هذا فالمراد بالفضل إرادة الزيادة من
الغنيمة فَأَعْلَمَهُ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ سِهَامَ
الْقَاتِلَةِ سَوَاءٌ فَإِنْ كَانَ
الْقَوِيُّ يَتَرَجَّحُ بِفَضْلِ
شَجَاعَتِهِ فَإِنَّ الضَّعِيفَ
يَتَرَجَّحُ بِفَضْلِ دُعَائِهِ
وَإِخْلَاصِهِ
“Atas
dasar hadits (Abdur Razzaq) ini, maka yang dimaksud “kelebihan
(fadhl)”
dalam hadits (Mush'ab bin Sa'ad) ini adalah keinginan mendapatkan
harta rampasan perang melebihi lainnya.
Maka
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam
mengajarkan kepada Sa'ad bahwa andil tiap tentara yang ikut perang
adalah sama (pentingnya).
Apabila
tentara tersebut adalah orang kuat, maka ia memiliki kelebihan berupa
keberanian yang melebihi selainnya. Sedangkan apabila tentara
tersebut adalah orang yang lemah, maka iapun memiliki kelebihan
berupa (keistimewaan) doanya dan keikhlasannya!”.
Hakekat
kemenangan peperangan dan didapatkannya rezeki dari Allah Ta'ala
Imam
Al-Bukhari rahimahullah
membawakan
hadits ini dalam kitab Shahihnya
di bawah judul bab :
“Memohon
pertolongan (kepada Allah) dengan bantuan orang-orang lemah dan
sholih dalam peperangan”.
Oleh
karena itu, konteks hadits ini tentang peperangan.
Hakekatnya
dalam hadits ini, Rasulullah
shallallahu
'alaihi wa sallam mengajarkan
bahwa hakekat sebab kemenangan peperangan itu ada dua macam: yaitu
Sebab
Pertama : sebab yang zhahir materiil,
sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Anfaal:60.
Dan
diantara kelebihan Sa'ad
bin Abi Waqqash
radhiyallahu anhu adalah
keberanian, dan kehebatannya dalam peperangan.
Kelebihan
Sa'ad
bin Abi Waqqash
radhiyallahu anhu
ini tidaklah dipungkiri oleh Rasulullah
shallallahu
'alaihi wa sallam.
Namun
perlu diketahui, bahwa sebab zhahir inilah yang mendominasi
kebanyakan hati manusia, hingga dikhawatirkan ada keyakinan
seolah-olah inilah sebab satu-satunya meraih kemenangan.
Kemudian
Rasulullah
shallallahu
'alaihi wa sallam
mengajarkan
sebab kemenangan peperangan yang lainnya,
Sebab
Kedua,
yaitu
: sebab yang abstrak maknawi, inilah sebab yang pokok dan lebih
penting!
Sebab
maknawi ini berupa : bersandarnya hati dan tawakalnya kepada Allah
semata, keyakinan kepada Allah yang sempurna, dan kekuatan
menghadapnya hati kepada Allah.
Sebab
jenis inilah yang biasanya kuat ada pada orang-orang lemah yang tidak
memiliki kekuatan sebab zhahir materiil, sehingga mereka tidak
bergantung kepada kekuatan zhahir mereka dan tidak pula bersandar
kepada kekuatan zhahir makhluk lainnya!
Tidak
ada kekuatan yang mereka bangga-banggakan dan sombongkan.
Justru
keadaan lemah inilah yang menghantarkan mereka kepada pengakuan yang
sempurna bahwa diri mereka tidak berdaya sedikitpun jika tidak
ditolong Allah, dan bahwa kemenangan itu semata-mata atas pertolongan
Allah, dan merekapun lebih kuat dalam mendekatkan diri dengan ikhlas
kepada Allah Yang Maha Kuat lagi Maha Kaya!
Oleh
karena itu orang-orang lemah dan miskin lebih mudah hatinya bersandar
hanya kepada Allah, pengharapan ubudiyyah merekapun hanya kepada
Allah, sehingga lebih ikhlas dalam berdoa, dan lebih khusyu' dalam
beribadah, karena kosongnya keterikatan hati mereka dengan selain
Allah!
Sedangkan
orang-orang kaya dan kuat, lebih terbuka peluang untuk kagum dan
membanggakan kekuatan fisik dan materi mereka, sehingga bisa melemah
tawakal mereka kepada Allah, dan lebih berpotensi untuk menyandarkan
keberhasilan dan kemenangan kepada kekuatan mereka!
Dan
semisal inilah prinsip dalam mendapatkan rezeki,
bahwa sebab untuk mendapatkan rezeki itu ada yang zhahir dan ada yang
maknawi. Dan salah satu sebab seseorang diberi rezeki oleh Allah
adalah doa, sholat dan keikhlasan orang-orang yang lemah dan miskin.
Oleh
karena itu keberadaan
orang-orang yang lemah,
miskin, dan cacat fisik di tengah-tengah keluarga dan masyarakat
hakekatnya bukanlah
beban,
justru keberkahan, kemenangan, dan rezeki bisa didapatkan melalui
doa, sholat, dan keikhlasan ibadah mereka.
Maka
mari kita perhatikan, urus, sayangi, jaga, penuhi hak-hak mereka,
berbuat baik kepada mereka, rendah hati kepada mereka dan tidak
menyombongkan diri kepada mereka!
Bantuan
apa yang diharapkan dari orang-orang lemah dan sholih untuk
mendapatkan pertolongan Allah dan rezeki-Nya?
Hal
ini dapat kita ketahui dari riwayat lain terkait dengan hadits ini :
إِنَّمَا
يَنْصُرُ اللَّهُ هَذِهِ الأُمَّةَ
بِضَعِيفِهَا بِدَعْوَتِهِمْ وَصَلاتِهِمْ
وَإِخْلاصِهِمْ
Semata-mata
Allah menolong umat ini melalui orang lemah diantara mereka, dengan
doa mereka, sholat mereka, dan keikhlasan mereka!
[HR.
An-Nasai, dishahihkan Al-Albani].
Dalam riwayat
lainnya :
هَلْ
تُنْصَرُونَ إِلاَّ بِضُعَفَائِكُمْ
بِدَعْوَتِهِمْ وَإِخْلاَصِهِمْ
Bukankah
kalian ditolong semata-mata karena adanya orang-orang lemah diantara
kalian, (yaitu)
dengan doa mereka dan keikhlasan mereka?
[HR.
Abu Nu'aim di Hilyah,
dishahihkan Al-Albani].
Berkata
Ibnu Baththal rahimahullah
:
تَأْوِيلُ
الْحَدِيثِ أَنَّ الضُّعَفَاءَ أَشَدُّ
إِخْلَاصًا فِي الدُّعَاءِ وَأَكْثَرُ
خُشُوعًا فِي الْعِبَادَةِ لِخَلَاءِ
قُلُوبِهِمْ عَنِ التَّعَلُّقِ بِزُخْرُفِ
الدُّنْيَا
“Tafsir
Hadits ini bahwa orang-orang lemah itu lebih ikhlas dalam berdoa, dan
lebih khusyu' dalam beribadah, karena kosongnya keterikatan hati
mereka dengan perhiasan dunia!”
Ibnul
Muhallabi rahimahullah
menjelaskan
:
وَأخْبر،
صلى الله عَلَيْهِ وَسلم، أَن بدعائهم
ينْصرُونَ وَيُرْزَقُونَ، لِأَن عِبَادَتهم
ودعاءهم أَشد إخلاصاً وَأكْثر خشوعاً
لخلو قُلُوبهم من التَّعَلُّق بزخرف
الدُّنْيَا وَزينتهَا، وصفاء ضمائرهم
عَمَّا يقطعهم عَن الله تَعَالَى:
جعلُوا
هَمهمْ وَاحِدًا
“Rasulullah
shallallahu
'alaihi wa sallam mengabarkan
bahwa dengan sebab doa orang-orang lemah, mereka ditolong dan diberi
rezeki, karena ibadah dan doa mereka lebih ikhlas dan lebih khusyu',
karena kosongnya keterikatan hati mereka dengan perhiasan dunia, dan
murninya hati mereka dari segala hal yang memutuskan hubungan mereka
dengan Allah Ta'ala,
sehingga tekad mereka hanya satu saja (menggapai ridho Allah dan
pahala-Nya, pent.)
Hadits
Anas bin Malik radhiyallahu
'anhu
Dalam
hadits lainnya, disebutkan :
Dari
Anas bin Malik berkata, Rasulullah
shallallahu
'alaihi wa sallam
bersabda :
كَمْ
مِنْ أَشْعَثَ أَغْبَرَ ذِي طِمْرَيْنِ
لَا يُؤْبَهُ لَهُ لَوْ أَقْسَمَ عَلَى
اللَّهِ لَأَبَرَّهُ مِنْهُمْ الْبَرَاءُ
بْنُ مَالِكٍ
Berapa
banyak orang yang acak-acakan rambutnya, berdebu badannya, mengenakan
sepasang baju usang, lagi tak dihiraukan manusia, namun seandainya ia
menyumpahi sesuatu dengan menyebut nama Allah, niscaya Allah akan
jadikan sumpahnya itu nyata terjadi! Diantara orang yang seperti ini
adalah Al-Bara' bin Malik. [HR.
At-Tirmidzi, dishahihkan Al-Albani]
Hadits
Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu
Dalam
hadits riwayat Imam Muslim rahimahullah
(2622),
Dari
Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu bahwa
Rasulullah
shallallahu
'alaihi wa sallam
bersabda :
رُبَّ
أَشْعَثَ ، مَدْفُوعٍ بِالْأَبْوَابِ
لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللهِ لَأَبَرَّهُ
Bisa
jadi orang yang acak-acakan rambutnya, dan tidak dipersilakan masuk
(tak disambut) jika ia berada di depan pintu rumah orang, namun
seandainya ia menyumpahi sesuatu dengan menyebut nama Allah, niscaya
Allah akan jadikan sumpahnya itu nyata terjadi!
Penjelasan
Hadits Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu
1.
Maksud 'tak
dipersilakan masuk jika berada di depan pintu rumah orang' adalah
seandainya ia berada di depan pintu rumah orang, ia tak akan
dipersilakan masuk rumah dan tak disambut, karena ia tidak dikenal,
tidak memiliki kedudukan tinggi di mata banyak orang, dan disepelekan
banyak manusia.
Syaikh
Ali Al-Qari dalam Mirqatul
Mafatih Syarh Misykatul Mashabih mengatakan
:
أي
:
ممنوع
منها باليد أو اللسان والمعنى أنه لا
يدخله أحد في بيته لو فرض وقوفه على بابه
من غاية حقارته في نظر الناس ، وذلك لما
أراد الله ستر حاله عن الخلق لئلا يحصل
له بالغير شيء من الاستئناس ، فيحفظه من
الوقوف على أبواب الظلمة وأكل الحرام ،
كما يحمي أحدنا المريض عن استعمال الطعام
، فلا يحضر إلا باب مولاه ، ولا يسأل عما
سواه من كمال غناه
“Maksudnya
adalah dicegah dari masuk kedalam pintu rumah orang, baik dicegah
dengan tangan maupun dengan lisan manusia.
Itu
berarti andaikata ia berada di depan pintu rumah orang, maka tidak
ada satupun orang yang sudi mempersilakan masuk kedalam rumahnya,
karena ia sangat disepelekan manusia.
(Hikmahnya
adalah) Allah hendak menutupi dari pengetahuan manusia keadaan hamba
tersebut yang sesungguhnya, agar ia tidak dikenal dekat oleh orang,
sehingga Allah jaga ia dari berada di pintu rumah (mendatangi rumah)
orang-orang zholim dan pemakan harta haram, sebagaimana Allah menjaga
salah seorang diantara kita yang sedang sakit dari memakan makanan
tertentu (yang membahayakan kesehatannya).
Maka
ia tidaklah hadir kecuali di depan “pintu masuk” menghadap Rabb
nya, dan ia tidaklah meminta selain-Nya (ridho dan pahala-Nya),
karena (ia yakin terhadap) kesempurnaan kemahakayaan-Nya!”
Beliaupun
menjelaskan makna yang tidak tepat dari hadits ini :
وليس
المراد منه أنه يأتي أبواب أرباب الدنيا
فيطردونه عنها ، ويدفعونه عن دخوله منها
، فإن الأولياء محفوظون ، عن هذه المذلة
وإن كان قد يقع لبعضهم من اختيار أرباب
الملامة أو ممن صدر عنه الذلة
“Bukanlah
maksudnya : ia mendatangi pintu-pintu rumah ahli dunia, lalu ahli
dunia itu mengusirnya dan menolaknya masuk kedalam rumah mereka,
(bukan ini yang dimaksud) karena wali-wali Allah itu dijaga (oleh
Allah) dari kehinaan seperti ini! Meskipun terkadang ini terjadi pada
sebagian mereka karena sebab pilihan orang-orang yang tercela atau
orang yang terhina!”
2.
Maksud dari : namun
seandainya ia menyumpahi sesuatu dengan menyebut nama Allah, niscaya
Allah akan jadikan sumpahnya itu nyata terjadi!
Berkata
An-Nawawi rahimahullah
:
أي
لو حلف على وقوع شَيْءٍ أَوْقَعَهُ اللَّهُ
إِكْرَامًا لَهُ بِإِجَابَةِ سُؤَالِهِ
وَصِيَانَتِهِ مِنَ الْحِنْثِ فِي
يَمِينِهِ ، وَهَذَا لِعِظَمِ مَنْزِلَتِهِ
عِنْدَ اللَّهِ تَعَالَى ، وَقِيلَ
مَعْنَى الْقَسَمِ هُنَا الدُّعَاءُ ،
وَإِبْرَارُهُ إِجَابَتُهُ
“Maksudnya
seandainya ia menyumpahi terjadinya sesuatu, maka niscaya Allah akan
jadikan sumpahnya itu nyata terjadi, untuk Allah muliakan dengan
merealisasikan permintaannya, dan untuk Allah jaga ia agar tidak
menyelisihi sumpahnya, dan ini karena demikian tingginya kedudukannya
di sisi Allah Ta'ala.
Ada
ulama yang berpendapat bahwa makna sumpah disini adalah doa,
sedangkan maksud (Allah) merealisaikannya adalah mengabulkan doanya.”
3.
Maksud : menyumpahi
sesuatu dengan menyebut nama Allah
dan hukumnya
Syaikh
Muhammad Sholeh Al-Utsaimin rahimahullah
menjelaskan bahwa Al-Iqsam
'alallah (menyumpahi
sesuatu dengan menyebut nama Allah ) adalah seorang mengatakan :
“Demi
Allah, tidak akan terjadi peristiwa demikian dan demikian!”
atau “Demi
Allah, Allah tidak akan melakukan demikian dan demikian!”.
Hukum
menyumpahi sesuatu seperti ini ada dua macam Pertama,
Apabila
pendorong bersumpah adalah kuatnya kepercayaan orang yang bersumpah
kepada Allah, dan kekuatan imannya kepada Allah, disertai dengan
pengakuan kelemahan dirinya di hadapan Allah, serta tidak
mengharuskan kepada Allah sesuatu apapun dan tidak memaksa Allah atas
sesuatu perkara. Maka menyumpahi
sesuatu dengan menyebut nama Allah
seperti ini hukumnya boleh.
Kedua,
Apabila
pendorong bersumpah adalah orang yang bersumpah tertipu dan
terkagum-kagum terhadap kebaikan diri sendiri (membanggakan diri), ia
merasa bahwa ia berhak mendapatkan dari Allah keadaan tertentu yang
diharapkannya.
Maka
ini -wal
'iyadzu billah-
diharamkan, bahkan terkadang bisa menggugurkan amal!
Bagaimana
cara mendapatkan pertolongan Allah dan rezeki-Nya melalui orang-orang
lemah?
Hal
ini dapat kita ketahui dari hadits berikut ini :
Dari
Abu Darda' berkata saya mendengar Rasulullah
shallallahu
'alaihi wa sallam
bersabda :
ابغوني
الضُّعفاءَ، فإنَّما تُرزَقونَ وتُنصَرونَ
بضُعفائِكُم
Carikanlah
untukku orang-orang lemah (diantara kalian), karena kalian diberi
rezeki dan ditolong senata-mata dengan sebab adanya orang-orang lemah
diantara kalian! [Shahih
Abu Dawud,
dishahihkan Al-Albani].
Ulama
menjelaskan salah satu kandungan hadits ini - sebagaimana dijelaskan
oleh Syaikh Ali Al-Qari dalam Mirqatul
Mafatih Syarh Misykatul Mashabih -
adalah bahwa dalam hadits ini terdapat perintah untuk berbuat baik
kepada mereka dan membantu mereka. Serta perintah untuk menjaga
hak-hak mereka dan menutupi kesedihan hati mereka.
Berkata
Syaikh Ali Al-Qari dalam Mirqatul
Mafatih Syarh Misykatul Mashabih
menjelaskan hadits
Mush'ab bin Sa'ad rahimahullah
:
وحاصله أنه
إنما جعل النصر على الأعداء ، وقدر توسيع
الرزق على الأغنياء ببركة الفقراء ،
فأكرموهم ولا تتكبروا عليهم
“Kesimpulannya
bahwa Allah jadikan kemenangan melawan musuh (kaum muslimin) dan
Allah tetapkan kelapangan rezeki bagi orang-orang kaya adalah dengan
sebab keberkahan (doa dan ibadah) orang-orang miskin,
maka muliakanlah mereka dan jangan bersikap sombong kepada mereka!”.
Dengan
memperhatikan orang-orang
lemah, menyayangi mereka, berbuat baik kepada mereka, membantu
mereka, menjaga hak-hak mereka dan menutupi kesedihan hati mereka,
maka semoga Allah menolong kita dan memberi rezeki kepada kita
melalui doa mereka , serta keikhlasan dan kekhusyu'an mereka dalam
berdoa, sholat, dan beribadah!
Sehingga
satu hal yang perlu kita pahami dari hadits ini, bahwa tertolongnya
dan menangnya kaum Muslimin bukanlah semata-mata karena sebab dzat
dan kedudukan atau kehormatan orang-orang shalih yang lemah dan
miskin dari kaum Muslimin.
Bukan
karena hal itu. Ini harus kita perhatikan, karena erat kaitannya
dengan permasalahan ‘aqidah.
Maka
Hadits ini
bukan dalil
atas bolehnya seseorang bertawassul dengan dzat atau kedudukan dan
kehormatan orang-orang shalih yang lemah dari kaum Muslimin.(baca
tentang peringatan tawassul yang salah di atas pada
https://almanhaj.or.id/3078-kemenangan-umat-Islam-dengan-sebab-orang-lemah-diantara-mereka.html)
(Bersambung,
in sya Allah)
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
masyaallah
BalasHapusAllahu yubarik fikum
BalasHapus