Dalil Al-Qur’an adalah Kalamullah
Firman Allah Ta’ala:
وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّىٰ يَسْمَعَ كَلَامَ اللَّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْلَمُونَ
“Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah (Al-Qur’an), kemudian antarkanlah ia ketempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui” (At-Taubah: 6).
Sisi Pendalilan:
Yang dimaksud dengan Kalamullah di dalam ayat ini adalah Al-Qur’an, sebagaimana yang disebutkan Ibnu Katsir rahimahullah dalam Tafsirnya. Dalam Ayat ini, kata “Kalam/Firman” disandarkan kepada kata “Allah”, sedangkan Kalam (firman) bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri yang terpisah dari diri Allah seperti makhluk, akan tetapi sesuatu yang ada pada Allah sebagai sifat bagi-Nya, dengan demikian Kalamullah (Al-Qur’an) dalam ayat ini, bukanlah makhluk.
Allah Ta’ala berfirman :
وَاتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنْ كِتَابِ رَبِّكَ ۖ لَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ وَلَنْ تَجِدَ مِنْ دُونِهِ مُلْتَحَدًا
“Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu Kitab Tuhanmu (Al-Qur’an). Tidak ada (seorangpun) yang dapat merubah kalimat-kalimat-Nya. Dan kamu tidak akan dapat menemukan tempat berlindung selain dari pada-Nya” (Al-Kahfi : 27).
Sisi Pendalilan:
Dalam ayat ini Allah menyebutkan bahwa Al-Qur’an itu adalah wahyu-Nya, sedangkan tidaklah sesuatu disebut sebagai wahyu, kecuali itu adalah Firman, sedangkan sudah diketahui dari penjelasan di atas bahwa firman-Nya itu bukanlah makhluk.
Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ هَٰذَا الْقُرْآنَ يَقُصُّ عَلَىٰ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَكْثَرَ الَّذِي هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ
“Sesungguhnya Al-Qur’an ini mengkisahkan kepada Bani lsrail sebahagian besar dari (perkara-perkara) yang mereka berselisih tentangnya” (An-Naml:76).
Sisi Pendalilan:
Dalam ayat ini disebutkan bahwa diantara isi Al-Qur’an itu adalah kisah sebagian perkara, sedangkan yang mengisahkan hakikatnya adalah Allah, dan tidaklah disebut kisah di dalam konteks ini melainkan berupa ucapan (Firman).
Dalil bahwa Al-Qur’an itu bukan makhluk
Allah Ta’ala menyebutkan dalam firman-Nya bahwa Al-Qur’an adalah termasuk perintah-Nya,
وَكَذَٰلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ رُوحًا مِنْ أَمْرِنَا
“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu Al-Qur’an, (ia) termasuk perintah Kami” (Asy-Syuuraa:52).
Al-Baghawi rahimahullah menyebutkan tentang makna “Ruh” di dalam ayat ini:
قال مالك بن دينار : يعني القرآن
“Malik bin Dinar mengatakan (tentang ruh) yaitu Al-Qur’an” (Tafsir Al-Baghawi: 4/90).
Dengan demikian dapat disimpulkan dari ayat di atas bahwa Al-Qur’an adalah termasuk perintah Allah. Sedangkan pada ayat yang lain disebutkan bahwa perintah Allah tidaklah sama dengan makhluk-Nya, Allah Ta’ala berfirman:
أَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ
“Ingatlah, makhluk itu hanyalah milik-Nya dan perintah itu hanyalah perintah-Nya” (Al-A’raaf: 54).
Sisi Pendalilan:
Dalam ayat ini Allah membedakan antara makhluk dengan perintah-Nya, hal ini dapat diketahui dari adanya huruf “wawu” yang menunjukkan adanya perbedaan antara sesuatu yang disebutkan sebelum huruf tersebut (yaitu makhluk Allah) dengan sesuatu yang disebutkan sesudah huruf tersebut (yaitu perintah Allah). Jadi Makhluk itu berbeda dengan perintah Allah, berarti makhluk bukanlah perintah Allah, sedangkan dari ayat sebelumnya kita telah ketahui bahwa Al-Qur’an adalah termasuk perintah Allah. Kesimpulannya Al-Qur’an bukanlah makhluk.
Dalil Akal Sehat bahwa Al-Qur’an bukan makhluk
- Al-Qur’an itu Kalamullah (Firman/Ucapan Allah), sedangkan sesuatu yang dinamakan ucapan/kalam itu adalah sifat dari pengucap, yang tidak terpisah dari diri pengucap. Jadi Al-Qur’an yang merupakan Kalamullah itu tidaklah sesuatu yang terpisah dari diri Allah dan bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri seperti makhluk, namun yang benar Al-Qur’an itu adalah sifat Allah, maksudnya Dialah yang berfirman dengannya (yang mengucapkannya), sehingga tidak terpisah dari diri Allah dan bukan makhluk.
- Jika seandainya dikatakan Al-Qur’an itu makhluk, maka berarti hanyalah sekedar suatu makhluk berbentuk tertentu (seperti benda tertentu) yang tidak memiliki makna perintah, larangan, hukum syari’at dan kabar! Jadi seandainya dikatakan Al-Qur’an itu makhluk, maka tidaklah berfungsi sebagai hudallinnaas (petunjuk bagi manusia), karena sekedar seperti benda tertentu.
Perkataan Ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah
Imam Ahmad rahimahullah berhujjah membantah jahmiyyah dan mu’tazilah dengan ayat di atas (Al-A’raaf: 54),
قلت : قال الله : { ألا له الخلق والأمر } ففرق بين الخلق والأمر
“Saya berkata Allah berfirman:
{أَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ}, maka (dalam ayat ini) Dia membedakan antara makhluk dengan perintah-Nya” (Diolah dari :
Islamqa.info/ar/219613).
Ibnu Abi Hatim rahimahullah mengatakan,
سألت أبي وأبا زرعة عن مذاهب أهل السنة في أصول الدين ، وما أدركا عليه العلماء في جميع الأمصار ، وما يعتقدان من ذلك ؟ فقالا : ” أدركنا العلماء في جميع الأمصار : حجازا ، وعراقا ، وشاما ، ويمنا ، فكان من مذهبهم : الإيمان قول وعمل يزيد وينقص ، والقرآن كلام الله غير مخلوق بجميع جهاته ”
“Aku bertanya kepada Bapakku dan Abu Zur’ah tentang madzhab Ahlus Sunnah dalam dasar-dasar Agama Islam dan apa yang mereka berdua ketahui tentang keyakinan para Ulama dari berbagai negeri serta apa yang mereka berdua yakini. Mereka berdua berkata,’Kami dapatkan para ulama dari berbagai negeri, baik Hjaz, Irak, Syam, Yaman, maka di antara madzhab mereka iman itu ucapan dan perbuatan, bertambah dan berkurang, serta Al-Qur’an adalah Kalamullah, bukan makhluk, ditinjau dari segala sisinya’” (Diolah dari
Islamqa.info/ar/219613).
Oleh karena itu, dalam Tafsir Al-Baghawi disebutkan:
له الخلق لأنه خلقهم وله الأمر ، يأمر في خلقه بما يشاء . قال سفيان بن عيينة : فرق الله بين الخلق والأمر فمن جمع بينهما فقد كفر .
“Hanya milik Allah lah semua makhluk, karena Dia lah yang menciptakan-Nya. Dan hanya hak-Nya lah memerintah itu, Dia memerintah dalam (mengatur) makhluk-Nya, dengan sesuatu yang dikehendaki-Nya. Sufyan bin Uyainah mengatakan abhwa Allah membedakan antara makhluk dengan perintah-Nya, maka barangsiapa menyamakan keduanya berarti ia telah kafir” (Tafsir Al-Baghawi: 2/109).
Faedah Keimanan:
Karena kita meyakini bahwa Al-Quranul Karim adalah firman Allah, Sang Pencipta alam semesta ini, maka kita tertuntut mengagungkannya, beradab ketika membacanya, berusaha menghafal, memahami maknanya, dan melaksanakan perintah Allah, menjauhi larangan-Nya dan membenarkan kabar-Nya yang ada di dalamnya (Al-Qur’an).
***
Referensi:
- Syarah Al Aqidah Al-Wasithiyyah, Syaikh Muhammad Shaleh Al-Utsaimin.
- Tafsir Al-Baghawi
- Islamqa.info/ar/219613, Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Sumber : Muslim.Or.Id
Post a Comment