Bolehkah Memanggil Nama “Abdul Rahman” Dengan “Rahman” Saja?

Bolehkah Memanggil Nama “Abdul Rahman” Dengan “Rahman” Saja?


Fatwa Syaikh Muhammad Shaleh Al-Munajjid hafizhahullah
Soal:
Apa hukum memanggil orang yang bernama Abdur Rahman dengan panggilan “Rahman” begitu saja, tanpa ditambahkan Alif Lamapakah hal ini diperbolehkan? Karena saya pernah membaca bahwa memanggil seseorang dengan menyebut salah satu dari nama-nama Allah, seperti Ar-Rahmaan dan Ar-Rahiim adalah perbuatan kekufuran. Oleh karena itu saya harap hal ini bisa dijelaskan.
Jawab:
Alhamdulillah.
Pertama: Nama Allah Ta’ala -ditinjau dari kekhususan-Nya Subhanahu terhadap nama tersebut, terbagi menjadi dua, yaitu:
Jenis Pertama
Nama yang khusus bagi Allah, tidak boleh selain Allah dinamai dengannya, seperti: Allah, Ar-Rabb, Ar-Rahmaan, Al-Ahad,  Ash-Shamad,  dan yang semisalnya. Menurut kesepakatan Ulama, nama-nama tersebut tidak boleh dinamai pada manusia. Terdapat dalil dari hadis yang melarang seseorang bernama dengan nama-nama khusus bagi Allah ‘Azza wa Jalla.
Imam Al-Bukhari (6205) dan Imam Muslim (2143) telah meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَخْنَى الأَسْمَاءِ يَوْمَ القِيَامَةِ عِنْدَ اللَّهِ رَجُلٌ تَسَمَّى مَلِكَ الأَمْلاَكِ
Nama yang paling keji di sisi Allah pada hari Kiamat adalah seseorang bernama dengan nama “Malikal Amlaak” (raja diraja).
Berkata Abu Abuaid rahimahullah, “Sufyan bin Uyainah menafsirkan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Malikal Amlaak,’ dengan mengatakan ‘Nama itu seperti kata-kata mereka syaahaan syaah, maksudnya adalah raja diraja. Sedangkan Ulama lain berkata, ‘Bahkan nama tersebut adalah semisal dengan nama Allah, seperti Ar-Rahmaan, A-Jabbaar, dan Al-‘Aziiz. “Ia berkata, Allah lah satu-satunya “Malikal Amlaak” (Raja diraja), tidak boleh selain-Nya bernama dengannya. Dan dua pendapat tersebut sama-sama memiliki alasan yang kuat” (Ghariibul Hadiits: 2/18).
Ibnul Qayyim rahimahullah menyatakan, “Kebencian Allah dan kemurkaan-Nya ini adalah bagi orang yang menyamai-Nya dalam nama yang khusus bagi-Nya saja. Raja diraja itu hanyalah Dia Subhanahu dan Hakim dari para hakim pun hanya Dia semata. Dia lah yang menetapkan dan memutuskan hukum bagi semua hakim dan bukan selain-Nya” (Al-Jawaabul Kaafi, hal. 138).
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan, “Hadits ini merupakan dalil bagi pengharaman penamaan (makhluk) dengan nama (Allah) ini, karena adanya ancaman keras. Demikian pula, semua nama-nama yang semakna dengannya, maka disamakan hukumnya dengan hal tersebut, seperti, Sang Pencipta makhluk (Khaaliqul Khalqi), Hakim yang seadil-adilnya (Ahkaamul Haakimiin), Penguasa para penguasa (Sulthaanus Salaathiin) dan Pemerintah para penguasa (Amiirul Umaraa`). Dan ada (pula) ulama yang berpendapatdisamakan (pula) hukumnya dengannya (setiap) orang yang bernama dengan nama Allah yang khusus bagi-Nya, seperti Ar-Rahmaan, Al-Qudduus dan Al-Jabbaar  (Fathul Baari: 10/590).
Berdasarkan keterangan di atas, maka orang yang bernama “Abdush Shamad” tidak boleh dipanggil dengan panggilan “Hai Shamad!”, sedangkan orang yang bernama “Abdul Ahad” pun tidak boleh dipanggil dengan nama “Hai Ahad!” Demikian pula orang yang bernama dengan “Abdur Rahman” tidak boleh dipanggil dengan panggilan “Hai Rahman!”.
Jenis Kedua
Nama-nama yang tidak khusus bagi Allah dan boleh diperuntukkan untuk manusia, seperti : Sami’ (yang mendengar), Bashir (yang mendengar), Ali (yang tinggi), Hakim (yang bijaksana), Rasyid (yang lurus). Sebagai faedah (tambahan), silahkan lihat jawaban pertanyaan no. 114309 dan 161275.
Berdasarkan keterangan di atas, maka barangsiapa yang bernama Abdul Karim, Abdul Aziz atau Abdul Hakim lalu dipanggil dengan panggilan “Karim”, “Aziz” atau “Hakim”, maka tidak mengapa, jika yang diinginkan adalah (sekedar nama) orang dan bukan dimaksudkan sebagai nama atau sifat Allah. Karena nama-nama ini merupakan nama-nama yang bisa menjadi nama Allah sekaligus sebagai nama manusia, yang mana seorang hamba boleh bernama dengan nama-nama tersebut dan bukan termasuk nama-nama khusus bagi-Nya Subhanahu wa Ta’ala.
Contoh lainnya adalah Abdur Rahim, orang yang bernama dengan nama tersebut boleh dipanggil dengan panggilan “Rahim”, jika yang diinginkan adalah sekedar penamaan orang itu dengan nama Rahim atau pensifatan orang tersebut dengan sifat (manusiawi) yang terkandung dalam nama itu.
Karena Rahim termasuk nama yang bisa menjadi nama Allah sekaligus sebagai nama manusia, yang mana nama tersebut bisa disebut sebagai nama Sang Pencipta Subhanahudalam konteks sesuai dengan kesempurnaan dan keagungan yang layak bagi-Nya dan (bisa pula) disebut sebagai nama makhluk dalam konteks. Sebagai faedah (tambahan), silahkan lihat jawaban pertanyaan no.181453.
Tentulah merupakan suatu hal yang tidak diragukan bahwa yang lebih utama adalah meninggalkan penyingkatan panggilan nama tersebut, karena hal itu bisa menimbulkan sangkaan (yang tidak baik).
Namun, jika harus memanggil dengan sapaan singkat atau dengan panggilan pendek, maka (untuk panggilan pendek) sebutlah penggalan kata yang pertama dari nama tersebut, yaitu : “Abdun”, jadi boleh menyingkat panggilan dengan pangilan “Abdun” tanpa disandarkan pada kata (yang kedua dari nama tersebut).
Atau dengan sapaan singkat, yaitu : “Ubaid”, “Abud” dan yang semisalnya dari panggilan akrab yang terbiasa disebut-sebut oleh masyarakat.
Wallaahu A’lam.
[Selesai diambil dari web resmi Syaikh Muhammad Shaleh Al-Munajjid hafizhahullahIslamqa.info/ar/223855].
Faedah :
Syaikh Muhammad Shaleh Al-Munajjid hafizhahullah dalam fatwanya di atas menyebutkan dua bentuk penyingkatan panggilan, yaitu:
  1. Al-Ikhtishor (panggilan pendek), yaitu dengan cara memendekkan nama lengkapnya dengan memanggil salah satu dari kata dalam nama lengkap tersebut. Misalnya : nama lengkap seseorang Abdur Rahim lalu dipanggil dengan nama pendek, dengan menyebut penggalan kata yang pertama: “Abdun” dan ini diperbolehkan. Atau dengan menyebut penggalan kata yang kedua : “Rahim” saja dan karena Rahim bukanlah khusus nama Allah saja, maka panggilan jenis ini tidak terlarang.
  2. At-Tadliil (sapaan singkat), yaitu dengan cara membuat singkatan dari sebuah nama lengkap, yang akrab dikenal masyarakat. Misalnya: nama Abdullah disingkat menjadi “Ubaid” atau “Abud”, Abdur Rahman disingkat menjadi “Duhaim” , maka jenis panggilan ini diperbolehkan asal orang yang dipanggil dengan  panggilan tersebut tidak membencinya.
Namun jika  orang yang dipanggil itu membenci panggilan tersebut, maka Syaikh Bin Baz rahimahullah memandang hukumnya haram, kecuali jika ia tidak dikenal melainkan dengan nama panggilan tersebut, maka boleh.

Renungan

Masyarakat kita terbiasa dengan memanggil seseorang dengan panggilan-pangilan singkat, seperti: nama Abdullah dipanggil “Dul”, nama Abdur Rahman dipanggil dengan “Man ”, nama Abdul Muhsin dipanggil “Ucin” dan yang lainnya, maka semua bentuk panggilan ini hukumnya sesuai dengan perincian di atas.
Terlepas dari diperbolehkan atau tidak, alangkah indahnya jika kita memanggil saudara kita yang bernama Abdur Rahman, Abdur Rahim atau nama yang semisalnya dengan nama lengkapnya, karena itu lebih utama.
***
[serialposts]
Penyusun: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Sumber : Muslim.or.id

Tidak ada komentar