Hukum Membaca Situs Edukasi Seks



Fatwa Islamweb
Soal:
Pertanyaanku adalah “Apakah hukum bagi seorang pemuda yang berumur 20 tahun mengunjungi situs-situs internet yang khusus membahas tentang kehidupan pasangan suami istri (pasutri). Dia membaca artikel-artikel tentang hubungan intim pasutri, disamping juga (membaca) artikel-artikel lain tentang (kehidupan) suami istri.” Wa jazakumullahu khairal jaza`
Jawab:
Alhamdulillaah wash shalaatu was salaamu ‘alaa Rasulillaah wa ‘alaa aalihi wa shahbihi, amma ba’du:
Tidak mengapa bagi para pemuda dan bagi (orang dewasa) selain mereka membaca situs-situs internet tersebut dengan dua syarat, yaitu:
  1. Dalam mengulas materi-materi tersebut, situs-situs itu haruslah terikat dengan hukum-hukum syari’at Islam (tidak melanggarnya), terhindar dari membesar-besarkan dan berlebih-lebihan (dalam menjelaskannya), bersih dari gambar/foto yang diharamkan, bersih dari ungkapan yang kotor, dan bersih dari kata-kata jorok.
  2. Hendaknya orang-orang yang membacanya benar-benar membutuhkan edukasi seks tersebut. Misalnya, orang-orang yang akan segera menikah dan menggauli istri mereka, hari ini atau besok, sedangkan mereka tidak mengetahui tata cara melakukan hubungan intim tersebut.
Adapun jika mereka belum membutuhkan edukasi seks tersebut, karena mereka belum segera akan menikah atau mereka telah mengetahui tentang pengetahuan sex tersebut, sedangkan mereka tidak membutuhkan untuk menambah pengetahuan mereka itu, (maka jika mereka tetap membacanya) minimal hukum membacanya di situs-situs tersebut adalah makruh. Hal ini karena membacanya berarti membuang-buang waktu tanpa mendapatkan faedah yang berarti. Hukum makruh ini pun, (terikat dengan keadaan) jika membacanya tidak mengakibatkan bangkitnya syahwat (terangsang) yang sampai dikawatirkan terjerumus kedalam perbuatan haram (seperti onani, lihat foto porno atau zina, pent.).
Namun, jika dengan membacanya justru mengakibatkan terjatuh dalam perkara yang haram, maka hukum membacanya (pada kondisi tersebut di atas) adalah haram. Silahkan baca tambahan faedah dalam fatwa no. 36917. Wallahu a’lam. 1
***
Fatwa Islamweb.net di atas selaras dengan fatwa An-Nawawi rahimahullah berikut ini:
Adapun sekedar menyebutkan perkara hubungan intim, jika tidak ada faedahnya dan tidak ada kebutuhannya, maka hukumnya makruh, karena hal itu menyelisihi kehormatan, padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيرًا أو ليصمت
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka berkatalah yang baik atau diam!”2  (Syarh Shahih Muslim, An-Nawawi).
Demikianlah prinsip hidup seorang yang di hatinya terdapat keimanan kepada Allah dan hari Akhir, maka ia sadar bahwa ia tidaklah diciptakan untuk berpuas-puas dengan aktifitas hubungan intim! Pria tidaklah diciptakan untuk menyembah wanita dan demikian pula sebaliknya.
Ia yakin seyakin-yakinnya bahwa ia diciptakan dan hidup untuk mengenal Allah dan beribadah kepada-Nya saja, Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku saja” (QS. Adz-Dzaariyaat: 56).
Lain halnya dengan orang-orang kafir yang tidak paham untuk apa mereka hidup. Hidupnya dihabiskan untuk bersenang-senang menuruti hawa nafsu. Oleh karena itu, didapatkan di antara mereka jika menyukai hobi olahraga tertentu, maka seolah-olah dia diciptakan untuk berolahraga. Jika di antara mereka punya hobi sepeda motor gede, mayoritas waktunya untuk mencari, merawat dan mengendarainya, seolah-olah dia diciptakan untuk mengendarai motor gedenya selamanya. Demikian pula masalah hubungan intim, sungguh sangat jauh berbeda pandangan seorang yang beriman kepada Allah dengan orang yang kufur terhadap-Nya.
Bagi seorang mukmin, ia memandang bahwa hubungan intim itu haruslah dengan nikah yang sah, dilakukan dalam konteks ibadah, secukupnya dan tidak mau berlebihan dalam masalah tersebut, karena berlebihan di dalamnya tidaklah bernilai ibadah, bahkan justru membahayakan perjalanan ibadahnya kepada Allah Ta’ala dan menjauhkan dirinya dari-Nya.
Adapun orang kafir, sangat pantas kekafiran membawanya kepada berlebih-lebihan dalam urusan hubungan intim, seolah-olah tidak ada masalah yang lebih perlu diperhatikan daripada hubungan intim! Dalam masalah ini, banyak di antara mereka yang tak kenal waktu, tak kenal tempat dan tak kenal siapa pasangannya yang sah! Wallahu a’lam.
***
  1. Fatwa.Islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&lang=A&Id=44216 ↩
  2. HR. Al-Bukhari dan Muslim ↩
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Sumber  : Muslim.or.id

Tidak ada komentar