MADRASAH HAJI (3) - Kesimpulan makna haji mabrur

Kaaba, Mecca





KESIMPULAN MAKNA HAJI MABRUR



Para ulama kita rahimahullah telah menjelaskan apa itu haji yang mabrur, sebagaimana nukilan ucapan mereka tersebut telah disebutkan pada seri yang telah lalu.

Jika kita perhatikan keterangan para ulama tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa haji yang mabrur itu memiliki 3 ciri khas, yaitu:

1. Ditinjau dari niatnya

2. Ditinjau tata cara pelaksanaannya

3. Ditinjau buah setelah haji



Berikut ini penjelasannya:

1. Niatnya ikhlas

Ikhlas adalah salah satu dari dua syarat diterimanya suatu ibadah -apapun juga ibadah tersebut, termasuk haji- oleh Allah Ta'ala .

Allah Ta'ala berfirman :



وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
(5) Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya lagi berpaling dari seluruh kesyirikan, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus. [Al-Bayyinah:5]

Berdasarkan ayat tersebut, ulama menjelaskan bahwa haji mabrur adalah haji yang tidak tercampuri segala perkara yang mengotori keikhlasannya, seperti unsur riya’ (memperlihatkan amal sholeh agar dipuji manusia), sum'ah (memperdengarkan amal sholeh agar dipuji manusia) , dan mencari harta serta berpaling dari mencari ridho Allah.

Seorang yang menunaikan haji dengan ikhlas adalah orang yang berhaji sedangkan tujuannya semata-mata untuk mencari ridho Allah, mengharap bisa melihat wajah Allah serta dalam rangka mendekatkan diri dan beribadah kepada Allah, berniat menunaikan haji yang wajib ataupun haji yang sunnah, serta menginginkan pahala Allah.

Sebagian ulama lain menyatakan bahwa haji mabrur adalah haji yang diterima oleh Allah, sedangkan kita mengetahui bahwa diantara syarat diterimanya amal seseorang adalah ikhlas, dengan demikian ikhlas merupakan syarat haji yang mabrur.

2. Tata cara pelaksanaan haji yang mabrur

Haji mabrur itu haji yang dilakukan dengan tata cara yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

Dalilnya adalah sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam :

من عمل عملاً ليس عليه أمرنا فهو رد



Barangsiapa yang melakukan suatu ibadah yang tidak ada perintahnya dalam agama kami, maka amalan tersebut tertolak” (HR. Imam Muslim rahimahullah).



Inilah yang disebut Al-Mutaba'ah, yaitu : mengikuti ajaran Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam beribadah.

Al-Mutaba'ah adalah salah satu dari dua syarat diterimanya suatu ibadah oleh Allah Ta'ala .



Profil ibadah haji yang mengikuti ajaran Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah haji yang terpenuhi rukun, wajib dalam bentuk yang paling sempurna, demikian pula ditunaikan sunnah-sunnahnya, karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk menunaikan rukun, wajib dan sunnah-sunnah dari suatu ibadah, termasuk ibadah haji, sebagaimana tata cara haji lengkap yang beliau ajarkan dan praktekkan.



Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

لتأخذوا مناسككم

Ambillah dariku tatacara ibadah haji kalian”. [HR. Muslim], dalam riwayat lainnya :

خذوا عني مناسككم

Ambillah dariku tatacara ibadah haji kalian”. [Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani].

Maksudnya adalah wajibnya beribadah haji dengan tata cara yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan tidak boleh dengan tata acara selainnya (cara yang bid'ah), maka di dalam hadits yang agung ini mengandung :

1. Perintah mempelajari hukum-hukum/tatacara haji (termasuk umroh).

2. Perintah mengamalkan hukum-hukum/tatacara haji (termasuk umroh) sesuai dengan yang diajarkan dan dilakukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.



Termasuk tata cara haji yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah tidak menodai ibadah haji dengan maksiat.

Orang yang berhaji jika menghendaki hajinya mabrur haruslah :

- menghindari rafats, yaitu tidak berkata dan berbuat cabul, kotor dan tidak jima',

- menghindari kefasikan dalam ucapan maupun perbuatan, yaitu selama melakukan haji tidak berucap dengan ucapan yang haram (contohnya ghibah, dusta, namimah, menghina , menuduh dengan tuduhan palsu), dan tidak berbuat dengan perbuatan yang haram (contohnya melihat aurat wanita yang bukan mahram, melihat wanita dengan bersyahwat, atau sebaliknya wanita melihat pria seperti itu pula).



- menghindari perkelahian dan debat kusir tanpa alasan yang dibenarkan saat lempar jumroh, atau saat manasik selainnya. Kecuali debat untuk membantah syubhat dan bid'ah ketika ada tuntutan maslahat, sebagaimana debat jenis ini adalah pelaksanaan perintah Allah dalam An-Nahl :125.

- menghindari kezholiman/menyakiti orang lain saat berdesak-desakan ketika thowaf dan sa'i, misalnya.

- melakukan larangan dalam ibadah haji yang haram dilakukan.

- dan menghindari kemaksiatan lainnya.

Oleh karena itu ulama, diantaranya An Nawawi rahimahullah berkata,

الأصح والأشهر أن المبرور هو الذي لا يخالطه إثم مأخوذ من البر وهو الطاعة



Pendapat yang paling kuat dan yang paling terkenal, haji mabrur adalah haji yang tidak ternodai oleh dosa, diambil dari kata ‘birr’ yang bermakna ketaatan. [Syarhu Muslim An-Nawawi : 9 /118]



Apakah maksud “haji mabrur adalah haji yang tidak ternodai oleh dosa” ?



Apakah seseorang yang sudah terlanjur melakukan suatu dosa saat berhaji serta merta tidak bisa meraih status haji mabrur?



Apakah benar-benar haji mabrur disyaratkan “terjaga dari kesalahan sehingga tidak melakukan dosa sama sekali” ?



Syaikh Abdul Karim Al-Khudair rahimahullah -salah satu anggota Kibarul Ulama' dan komite fatwa/Lajnah Daimah KSA menjelaskan :



Apakah disyaratkan status berhaji mabrur itu pelakunya terjaga dari dosa? Maksudnya haji yang terjaga dari dosa, (yaitu) pelakunya tidak berdosa sama sekali?



Kami jawab :

Tentu tidak! Status terjaga dari dosa (sebagaimana yang dikehendaki Allah) itu untuk para nabi saja, akan tetapi maksudnya adalah wajib bagi anda menjaga diri dari maksiat, dan wajib bagi anda menunaikan kewajiban, namun jika anda terpeleset atau terjatuh dalam kesalahan, wajib anda segera bertaubat !”1



Termasuk profil ibadah haji yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah haji yang pelaksanaannya dibiayai dengan harta yang halal, bukan dengan harta yang haram, yaitu haji yang tidak menggunakan harta riba, hasil menipu, hasil judi, hasil korupsi, hasil mencuri, dan semisalnya.



Itulah beberapa penjelasan tentang salah satu kriteria haji mabrur, yaitu : tata cara hajinya sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.



3. Buah setelah haji

Al Hasan Al Bashri rahimahullah mengatakan tentang balasan haji mabrur adalah surga,

آية ذلك أن يرجع زاهدا في الدنيا، راغبا في الآخرة

Tanda (haji mabrur yang balasannya surga) itu adalah seseorang sepulang haji menjadi orang yang zuhud dengan dunia dan rindu (meraih surga di) akherat.” [Lathoif Al-Ma'arif : 116].



Al-Qurthubi rahimahullah menyimpulkan,

الحج المبرور: هو الذي لم يُعص الله سبحانه فيه ولا بعده

Haji mabrur adalah haji yang saat seseorang melaksanakan ibadah haji tidak bermaksiat kepada Allah dan demikian pula sepulang haji (iapun meninggalkan kemaksiatan)”, [Tafsir Al-Qurthubi ]

Setidaknya, ketika sepulang haji, lalu ia terlanjur terjatuh kedalam dosa, maka ia segera ia bertaubat darinya.



Perlu diketahui, meskipun terjatuh kedalam maksiat setelah pulang dari berhaji itu tidaklah membatalkan kesahahan haji seseorang, dan tidak mengakibatkan seseorang harus mengulang hajinya yang telah selesai ia lakukan, namun ulama menjelaskan bahwa : di antara tanda diterimanya haji seseorang adalah adanya perubahan menuju yang lebih baik setelah pulang dari pergi haji dan tidak tenggelam dalam maksiat.

Ada juga ulama yang menyatakan bahwa tanda haji diterima adalah sepulang haji seseorang menyambungnya dengan keta'atan yang lainnya.

Dalilnya adalah firman Allah Ta'ala :

هَلْ جَزَاءُ الْإِحْسَانِ إِلَّا الْإِحْسَانُ



Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula). [Ar-Rahman:60]



Berkata Ibnu Rajab rahimahullah :

من عمل طاعة من الطاعات وفرغ منها فعلامة قبولها أن يصلها بطاعة أخرى


Barangsiapa yang melakukan suatu keta'atan dan telah selesai darinya, maka tanda diterimanya amal tersebut adalah ia menyambungnya dengan keta'atan yang lainnya.

وعلامة ردها أن يعقب تلك الطاعة بمعصية، ما أحسن الحسنة بعد السيئة تمحها وأحسن الحسنة بعد الحسنة تتلوها

Sedangkan tanda tertolaknya keta'atan tersebut adalah ia irirngi keta'atan itu dengan maksiat.2

Setidaknya haji yang mabrur adalah sepulang dari haji tetap istiqomah dalam kebaikan.



Peringatan : Janganlah seseorang memastikan bahwa hajinya adalah haji yang mabrur!

Perlu diketahui bahwa sebagus apapun haji yang kita kerjakan, maka tak selayaknya kita memastikan diterimanya ibadah haji tersebut, namun yang kita lakukan adalah sebagaimana apa yang dilakukan oleh sosok hamba-hamba Allah yang sempurna amal mereka berikut ini :


وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَىٰ رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ


Dan orang-orang yang mempersembahkankan (kepada Allah) apa yang telah mereka persembahkan, dengan hati yang takut (khawatir tidak diterima amal mereka), (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka. [Al-Mukminun:60].



Mereka yang disebutkan dalam ayat ini -sebagaimana disebutkan dalam hadits yang shahih- adalah orang-orang yang mempersembahkan kepada Allah ibadah-ibadah berupa sholat, puasa, dan sedekah, namun mereka khawatir saat dipaparkan ibadah mereka kepada Allah, dan menghadap kepada Allah mempertanggungjawabkan amalan mereka kepada Allah, mereka khawatir saat itu ibadah mereka tidak diterima, dan tidak menyebabkan mereka selamat dari siksa.

Kitapun juga tertuntut mencontoh Nabi Ibrahim 'alaihis salam, Allah berfirman tentang beliau 'alaihis salam :

وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ


Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan pondasi Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan kami terimalah dari kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui".[Al-Baqarah:127]



Nabi Ibrahim 'alaihis salam saja ketika melakukan amal sholeh yang sangat besar, berupa meninggikan pondasi Baitullah, beliau tidak yakin amalannya diterima, bahkan khawatir amalannya tidak diterima!

Padahal amalan meninggikan pondasi Baitullah adalah amalan yang barangkali hampir setiap muslim akan dengan ikhlas melakukannya, meski tidak digaji dan tidak dipuji, karena pahala yang besar menantinya.



Berkata Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah :

إنَّ المؤمنَ جمع إحساناً وشفقةً، وإنَّ المنافقَ جمع إساءةً وأمناً


Sesungguhnya (ciri khas) seorang mukmin adalah menggabungkan antara perbuatan baik dan rasa takut amalnya tidak diterima, sedangkan orang munafik menggabungkan antara perbuatan buruk dan rasa aman daari (adzab Allah). 


Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

لتأخذوا مناسككم

Ambillah dariku tatacara ibadah haji kalian”. [HR. Muslim]
 



وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
 

(Bersambung, in sya Allah)


=====================================

1. https://shkhudheir.com/lecture/461208794

2. Lathaif Al-Ma'arif , Ibnu Rajab, hal. 393.

Tidak ada komentar