6.
PELAJARAN DARI WUKUF DI PADANG ARAFAH, MENGINGATKAN KITA KEPADA
BERKUMPULNYA SELURUH MANUSIA DI PADANG MAHSYAR !
Termasuk
rukun haji yang terpenting adalah wukuf di Padang Arafah pada tanggal
9 Dzulhijjah.
Ketika
seluruh jama'ah haji berkumpul menghadiri ibadah wukuf di padang
Arafah, mengharap rahmat Allah dan takut akan adzab-Nya, memohon
kepada-Nya, dan berdoa kepada-Nya pada hari perkumpulan terbesar
dalam Islam, maka Wukuf di Arafah ini sesungguhnya mengingatkan kita
kepada berkumpulnya seluruh manusia di Padang Mahsyar di akherat,
dimana ketika itu berkumpul seluruh manusia menunggu diputuskannya
perkara mereka oleh Allah, sehingga jelas siapa yang mendapatkan
nikmat dan pahala, dan siapa yang mendapatkan kesengsaraan dan siksa.
Semua
manusia berkumpul di Padang Mahsyar, sebuah perkumpulan yang jauh
lebih besar dari perkumpulan wukuf di Padang Arafah !
Sebagaimana
sewaktu di dunia para jama'ah haji berkumpul di Padang Arafah, maka
ini mengingatkan kita nantinya di akherat bahwa semua manusia, dari
manusia pertama sampai terakhir dikumpulkan di Padang Mahsyar, tak
ada satupun yang tertinggal, Allah Ta'ala
berfirman :
قُلْ
إِنَّ الْأَوَّلِينَ وَالْآخِرِينَ
(49)
Katakanlah:
"Sesungguhnya orang-orang yang pertama-tama dan orang-orang yang
terakhir,
لَمَجْمُوعُونَ
إِلَىٰ مِيقَاتِ يَوْمٍ مَعْلُومٍ
(50)
benar-benar akan dikumpulkan di waktu tertentu pada hari yang
dikenal. [Al-Waqi'ah:49-50]
Allah
Ta'ala
berfirman :
وَحَشَرْنَاهُمْ
فَلَمْ نُغَادِرْ مِنْهُمْ أَحَدًا
(47)
Dan
Kami kumpulkan seluruh manusia, dan tidak Kami tinggalkan seorangpun
dari mereka.[Al-Kahfi:47]
Ciri
khas Padang Mahsyar jauh lebih luas dari Padang Arafah !
Dikumpulkan
di sebuah bumi yang bukan bumi yang kita huni ini, Allah Ta'ala
berfirman :
يَوْمَ
تُبَدَّلُ الْأَرْضُ غَيْرَ الْأَرْضِ
وَالسَّمَاوَاتُ ۖ وَبَرَزُوا لِلَّهِ
الْوَاحِدِ الْقَهَّارِ
(48)
(Yaitu)
pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian
pula) langit, dan meraka semuanya (di padang Mahsyar) berkumpul
menghadap ke Allah yang Maha Esa lagi Maha Kuasa.[Ibrahim:48]
Hal ini sebagaimana disebutkan dalam
Hadits Sahl bin Sa’d radhiyallahu
'anhu , Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
يُحْشَرُ
النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى
أَرْضٍ بَيْضَاءَ عَفْرَاءَ كَقُرْصَةِ
نَقِيٍّ. قَالَ
سَهْلٌ أَوْ غَيْرُهُ: لَيْسَ
فِيهَا مَعْلَمٌ لِأَحَدٍ
“Umat manusia akan dikumpulkan
pada hari kiamat di atas tanah (padang
Mahsyar) yang berwarna putih
bersih seperti roti yang bersih.” Sahl atau selainnya
berkata: “Tidak ada di sana petunjuk/rambu-rambu
bagi seorangpun.” [HR.
Al-Bukhari dan Muslim]
Maksudnya:
tidak ada
jalan menunjukkan
rumah atau
bangunan,
rambu-rambu
jalan berupa
gunung, batu besar, atau patok batas tanah.
Kesimpulan dari dalil-dalilnya :
1. Isyarat bahwa Padang Mahsyar adalah
bumi lain yang jauh lebih luas dari bumi sekarang.
2. Padang Mahsyar adalah sebuah tempat
yang rata. Tidak ada tempat yang tinggi, tidak pula ada gunung maupun
bukit. Tempat yang rata.
3. Belum pernah ditinggali, dan belum
pernah disinggahi manusia, sehingga tidak pernah digunakan untuk
maksiat. Hikmahnya, Padang Mahsyar memang cocok untuk menegakkan
keadilan.
4. Semua manusia akan berkumpul di
sana, menunggu diputuskannya perkara oleh Allah Ta'ala.
Renungan
: Antara Padang Arafah dan Padang Mahsyar
Ketika
berjuta-juta jamaah haji berkumpul menghadiri ibadah wukuf di padang
Arafah ini sesungguhnya mengingatkan kita kepada perkumpulan manusia
yang jauh lebih besar, yaitu ketika seluruh manusia dikumpulkan di
Padang Mahsyar di akherat.
Dan
Padang Mahsyar adalah sebuah tempat yang sangat luas sekali, jauh
lebih luas dari Padang Arafah, bahkan lebih luas dari bumi sekarang
ini, manusia disana menunggu diputuskannya perkara mereka oleh Allah
dengan seadil-adilnya.
Renungkanlah
sobat,
ketika para jamaah haji mempersiapkan diri sebaik-baiknya dengan
membawa bekal yang terbaik untuk menunaikan ibadah haji di Tanah
Suci, termasuk saat wukuf di Padang Arafah, maka
semestinya mereka dan kita semua mempersiapkan dengan bekal yang jauh
lebih baik untuk perkumpulan yang jauh lebih besar di tempat yang
jauh lebih luas, yaitu di Padang Mahsyar,
apalagi di Padang Mahsyar kita semua menunggu waktu untuk diadili
oleh Yang Maha Adil dengan seadil-adilnya !
Lamanya
Dikumpulkan
Sewaktu
di Padang Arafah, para jama'ah haji berkumpul dalam waktu yang
barangkali terasa lama,
namun
ketahuilah, hal ini tak seberapa dibandingkan dengan saat-saat
seluruh
manusia dikumpulkan
di Padang Mahsyar dalam waktu yang jauh lebih lama, yaitu selama
empat puluh tahun, sebagaimana
dijelaskan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam
sabdanya :
يَجْمَعُ اللهُ
الأَوَّلِيْنَ وَالآخِرِيْنَ لِمِيْقَاتِ
يَوْمٍ مَعْلُوْمٍ قِيَامًا أَرْبَعِيْنَ
سَنَةً شَاخِصَةً أَبْصَارُهُمْ [إِلَى
السَمَاءِ]
يَنْتَظِرُوْنَ
فَصْلَ الْقَضَاءِ
“Allah
mengumpulkan semua manusia dari yang pertama sampai yang terakhir
pada waktu hari tertentu dalam keadaan berdiri empat puluh tahun.
Pandangan-pandangan
mereka menatap (ke langit), menanti pengadilan Allah”.
[HR.
Ibnu Abi ad Dunya dan Ath-Thabrani, dan dishahihkan
Al-Albani. Lihat Shahih At-Targhib wat-Tarhib, Hadits no.3591].
Meskipun
rentang waktu tersebut lama, namun Allah ringankan bagi kaum Mukminin
berdasarkan hadits yang shahih.
Dekatnya
matahari dengan manusia di
Padang Mahsyar !
Sewaktu
di Padang Arafah, para jama'ah haji berkumpul dalam keadaan panas
terkena sengatan sinar matahari,
namun
ketahuilah, hal ini tak seberapa dibandingkan dengan saat-saat
seluruh
manusia dikumpulkan
di Padang Mahsyar dalam keadaan telanjang, dan tak beralas kaki serta
matahari begitu dekatnya dengan manusia!
Berapa
jaraknya matahari dengan manusia ?
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
تُدْنَى
الشَّمْسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنَ
الْخَلْقِ حَتَّى تَكُوْنَ مِنْهُمْ
كَمِقْدَارِ مِيْلٍ، قَالَ سُلَيْمُ
بْنُ عَامِرٍ :
فَوَاللهِ،
مَا أَدْرِي مَا يَعْنِي بِالْمِيْلِ
أَمَسَافَةَ اْلأَرْضِ أَمْ الْمِيْلَ
الَّذِي تُكْتَحَلُ بِهِ الْعَيْنُ،
قَالَ :
فَيَكُوْنُ
النَّاسُ عَلَى قَدْرِ أَعْمَالِهِمْ
فِي الْعَرَقِ فَمِنْهُمْ مَنْ يَكُوْنُ
إِلَى كَعْبَيْهِ، وَمِنْهُمْ مَنْ
يَكُوْنُ إِلَى رُكْبَتَيْهِ، وَمِنْهُمْ
مَنْ يَكُوْنُ إِلَى حَقْوَيْهِ،
وَمِنْهُمْ مَنْ يُلْجِمُهُ الْعَرَقُ
إِلْجَامًا، وَأَشَارَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ
إِلَى فِيْهِ
“Pada
hari kiamat, matahari didekatkan jaraknya terhadap makhluk hingga
tinggal sejauh satu mil.”
Sulaim
bin Amir (perawi Hadits ini) berkata: “Demi Allah, aku tidak tahu
apa yang dimaksud dengan mil. Apakah ukuran jarak perjalanan, atau
alat yang dipakai untuk bercelak mata?” Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sehingga manusia tersiksa dalam
keringatnya sesuai dengan dosa-dosanya. Di antara mereka ada yang
keringatnya sampai kedua mata kakinya. Ada yang sampai kedua
lututnya, dan ada yang sampai pinggangnya, serta ada yang tenggelam
dalam keringatnya (setinggi mulutnya).”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam memberikan isyarat dengan meletakkan tangan ke mulut
beliau.” [Hadits shahih. Diriwayatkan
oleh Muslim]
Kata
ميل
dalam
bahasa Arab bisa bermakna :
1.
Ukuran tertentu dari jarak perjalanan (1
mil = lebih dari 1,6 km)
2.
Atau stick untuk bercelak ( sekitar satu jari telunjuk)
Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah
mengatakan
bahwa :
“Pada
hari Kiamat kelak tatkala manusia dikumpulkan di Padang Mahsyar,
kekuatan mereka tidaklah
sama
dengan kekuatan mereka ketika hidup di dunia. Akan tetapi mereka
lebih kuat dan lebih tahan”.
Apakah
ada orang yang selamat dari sengatan matahari pada hari itu?
Golongan yang akan mendapatkan naungan
Arsy-Nya (dan bukan naungan Dzat Allah Ta'ala)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
سَبْعَةٌ
يُظِلُّهُمْ اللهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ
لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ؛ الْإِمَامُ
الْعَادِلُ، وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ
رَبِّهِ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ
فِي الْمَسَاجِدِ، وَرَجُلَانِ تَحَابَّا
فِي اللهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا
عَلَيْهِ، وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ
ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ:
إِنِّي
أَخَافُ اللهَ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ
أَخْفَى حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ
مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ
اللهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
“Ada
tujuh golongan yang Allah akan menaungi mereka di bawah naungan
Arsy-Nya, pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan Arsy-Nya.
Mereka adalah
(1)
Imam
(pemimpin) yang adil,
(2)
Pemuda
yang tumbuh dalam peribadahan kepada Rabb-nya,
(3)
Orang
yang hatinya terkait dengan
masjid,
(4)
Orang
yang saling mencintai karena Allah, berkumpul karena-Nya dan berpisah
karena-Nya, (5) Seorang
lelaki yang diajak (berzina) oleh seorang wanita yang berkedudukan
lagi cantik, namun dia berkata: ‘Sesungguhnya aku takut kepada
Allah,
(6)
Orang
yang bersedekah namuan merahasiakannya, sampai-sampai tangan kirinya
tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya, dan
(7)
Orang
yang mengingat Allah dalam keadaan sendirian hingga berlinang air
matanya.” [Muttafaqun
‘alaih]
Golongan
lain yang juga akan mendapatkan naungan Arsy-Nya adalah:
مَنْ
أَنْظَرَ مُعْسِرًا أَوْ وَضَعَ لَهُ
أَظَلَّهُ اللهُ فِي ظِلِّهِ
“Barangsiapa
yang memberi kelonggaran kepada orang yang sedang kesulitan (membayar
hutang) atau membebaskan (hutang tersebut) darinya, niscaya Allah
akan menaunginya di
bawah naungan
Arsy-Nya.” [HR.
Muslim no. 3006]
Kesimpulan:
Sebagaimana
sewaktu di dunia para jama'ah haji berkumpul di Padang Arafah,
maka ini mengingatkan kita nantinya di akherat semua manusia -dari
manusia pertama sampai terakhir- dikumpulkan di Padang Mahsyar untuk
mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Oleh
karena itu semestinya kita semua, khususnya orang-orang yang telah
mendapatkan anugerah Allah mampu menunaikan ibadah haji, lebih
mempersiapkan diri untuk menyongsong hari perkumpulan di Padang
Mahsyar, karena urusannya ketika itu lebih berat dan lebih besar dari
prosesi ibadah haji !
Penutup
Sebagai
penutup, kesimpulannya bahwa ibadah sesungguhnya haji adalah sebuah
madrasah yang besar, dan sarana yang kuat untuk memperbaiki diri,
melembutkan hati, dan meningkatkan keimanan.
Berapa
banyak pelajaran dari haji yang indah membekas kepada hati, berapa
banyak tetesan air mata yang jujur saat haji ditumpahkan yang
membuahkan taubat nashuha, berapa banyak doa dari lisan hamba-hamba
Allah saat ibadah haji dikabulkan oleh-Nya.
Seseorang
yang menunaikan ibadah haji, akan tertempa keimanannya dengan
ihramnya, talbiyyahnya, thawafnya, sa'inya, wukufnya, lempar
jamrahnya, doanya, dzikirnya, sholatnya, menyembelih hadyunya dan
seluruh manasik hajinya sehingga meningkat keimanannya sepulang
hajinya. Diharapkan sepulang haji, orang yang tadinya kurang baik
menjadi baik, dan orang yang tadinya baik menjadi lebih baik. Amin
Ya
Allah Yang Maha Pengasih, sudah sangat banyak nikmat-Mu yang hamba
terima, nikmat iman dan amal ibadah serta rezeki yang cukup banyak,
dan diantara nikmat tersebut adalah nikmat berupa Engkau mudahkan
diantara hamba-hamba-Mu ini menunaikan rukun Islam yang kelima, oleh
karena itu, terimalah ibadah haji tersebut, dan jadikanlah ibadah
haji tersebut, sebagai sarana meningkatnya keimanan kami , sehingga
kami menjadi orang-orang yang Engkau cintai.
Teriring
doa ....
الْحَمْدُ
لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ والصلاة
والسلام على ورسول الله ،
Ya
Allah, kami dengan berbagai macam profesi,
memohon
kepada-Mu, agar setelah kami menunaikan ibadah haji, benar-benar
menjadi insan-insan yang bertakwa kepada-Mu.
Kami
yang pejabat, jadikanlah pejabat yang bertakwa dan adil, kami yang
guru, jadikanlah guru yang bertakwa dan yang bisa menjadi panutan,
kami yang pedagang, jadikanlah pedagang yang bertakwa dan jujur, kami
yang karyawan, jadikanlah karyawan yang bertakwa dan amanah, kami
yang direktur, jadikanlah direktur yang bertakwa dan bijaksana.
اللهم
ارزقنا حجا مبرورا ، وسعيا مشكورا ، وذنبا
مغفورا
“Ya
Allah, anugerahkanlah kepada kami haji yang mabrur, amal yang Engkau
syukuri, dan dosa yang Engkau ampuni”.
وصلى
الله وسلم وبارك على
نبينا محمد، وآخر
دعوانا أن
الحمد لله رب العالمين
Kesimpulannya bahwa sesungguhnya ibadah haji adalah sebuah
madrasah yang besar, dan sarana yang kuat untuk memperbaiki diri,
melembutkan hati, dan meningkatkan keimanan.
Berapa
banyak pelajaran dari haji yang indah membekas kepada hati, berapa
banyak tetesan air mata yang jujur saat haji ditumpahkan yang
membuahkan taubat nashuha, berapa banyak doa dari lisan hamba-hamba
Allah saat ibadah haji dikabulkan oleh-Nya.
Referensi
utama : Min Madrasatil Hajj, Syaikh
Abdur Razzaq Al Badr hafizhahullah
Post a Comment