PERNAK-PERNIK UCAPAN SELAMAT HARI RAYA NON MUSLIM
PERNAK-PERNIK
UCAPAN SELAMAT HARI RAYA NON MUSLIM
Bismillah walhamdulillah wash shalatu
was salamu ‘ala rasulillah wa la haula wa la quwwata illa billah, amma ba’du :
1. Definisi “Ucapan selamat”
Definisi “Ucapan selamat” adalah menyampaikan ungkapan
yang menggembirakan terkait dengan moment tertentu.
Maksud ucapan selamat adalah menyatakan kasih sayang
dan menampakkan kegembiraan.
Dengan demikian mengucapkan ucapan selamat hari raya
non muslim hakekatnya adalah ikut serta bergembira dengan hari raya mereka, dan
hal ini pada umumnya menunjukkan pengakuan dan ridho terhadapnya.
2. Sepakat ulama dahulu hukumnya
haram!
Hukum seorang muslim mengucapkan ucapan selamat hari
raya non muslim adalah haram, hal ini adalah perkara yang disepakati oleh para
ulama rahimahumullah jaman
dahulu.
Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah menyatakan dalam
Ahkamu Ahlidz Dzimmah :
“Adapun ucapan selamat terkait syi’ar-syiar khusus
kekafiran, maka hukumnya haram, ulama sepakat akan hal ini.
Contoh seseorang mengucapkan selamat terkait hari raya
dan puasa (ibadah) kaum non muslim, dengan mengatakan : “Hari raya yang semoga
anda diberkahi padanya” atau mengucapkan “Selamat hari raya” (kepada non
muslim), dan ucapan semisalnya.
Terkait dengan hal ini, seandainya pengucapnya selamat
dari kekafiranpun, maka tetap diharamkan, dan statusnya sama seperti seseorang
mengucapkan selamat kepada non muslim terkait dengan sujudnya (ibadah mereka)
kepada salib
Bahkan dosa ucapan selamat hari raya non muslim ini
lebih besar dan lebih dibenci di sisi Allah daripada ucapan selamat minum
miras/khamr, selamat membunuh, selamat berzina dan semisalnya.
Banyak orang-orang yang tidak memiliki perhatian baik kepada agama Islam
terjerumus dalam masalah ini, sedangkan ia tidak mengetahui keburukan
perbuatannya.
Barangsiapa yang memberi ucapan selamat maksiat,
bid’ah atau kekufuran kepada pelakunya, maka ia akan terancam mendapatkan
kebencian dan kemurkaan Allah.” Demikian tegas Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah.
3. Alasan diharamkannya
Alasan Pertama : Terkandung
pengakuan terhadap syi’ar kekafiran dan ridho terhadapnya.
Mengucapkan ucapan selamat hari raya non muslim itu
terkandung pengakuan terhadap syi’ar kekafiran dan ridho terhadapnya, meski ia
tidak ridho syi’ar kekafiran tersebut untuk dirinya, namun tetap haram ia ridho
syi’ar kekafiran tersebut untuk orang lain.
Bahkan hari raya non muslim termasuk ajaran agama
mereka yang paling khusus dan syi’ar agama mereka yang paling nampak, sehingga
mengucapkan ucapan selamat hari raya non muslim itu terkandung pengakuan &
ridho terhadap :
- ajaran agama mereka yang termasuk paling khusus,
- syi’ar kekafiran yang termasuk paling nampak.
Padahal Allah Ta’ala tidak ridho kepada
kekafiran,
اِنْ تَكْفُرُوْا فَاِنَّ اللّٰهَ
غَنِيٌّ عَنْكُمْ ۗوَلَا يَرْضٰى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ
Jika kalian kafir (ketahuilah) maka
sesungguhnya Allah tidak memerlukan kalian dan Dia tidak meridhai kekafiran
hamba-hamba-Nya. [Az-Zumar : 7]
Hanya Islam agama yang Allah ridhoi,
اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ
دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ
دِيْنًا
Pada hari ini telah Aku sempurnakan
agama kalian untuk kalian, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagi kalian, dan
telah Aku ridahi Islam sebagai agama kalian. [Al-Maidah :
3]
Alasan Kedua : Termasuk tasyabbuh
(meniru kekhususan) non muslim
Mengucapkan ucapan selamat hari raya non muslim
termasuk bentuk menyerupai kekhususan non muslim, karena hari raya keagamaan termasuk
syi’ar yang paling khusus suatu agama.
Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
telah menyatakan bahwa menyerupai atau meniru-niru kekhususan suatu kaum
menyebabkan pelakunya digolongkan kedalam golongan kaum tersebut dalam hal
ditiru tersebut.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata : Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ
مِنْهُمْ
“Barangsiapa
yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka” [HR. Abu Dawud,
Syaikh Al-Albani menyatakan Hasan Shahih.]
Oleh karena itu haram bagi kaum muslimin meniru non
muslim dalam kekhususan agama mereka, contohnya haram :
-ikut serta merayakan hari raya non muslim,
-saling tukar menukar hadiah atau membuat kue-kue
dalam rangka ikut merayakannya,
-meliburkan diri demi mengagungkan hari raya mereka
dan agar bisa menggunakan waktu liburan untuk ikut serta bersukaria dengan hari
raya mereka,
- dan semacamnya.
Mengapa tasyabbuh dengan orang non muslim
dalam kekhususan mereka itu dilarang?
- Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
melarangnya,
- karena meniru kekhususan keagamaan mereka ini bisa
melahirkan rasa suka terhadap kebatilan aqidah mereka, sebagaimana hal ini
dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.
Alasan Ketiga : Sarana mereka
senang dengan keyakinan kekafiran & tetap berada didalamnya.
Mengucapkan ucapan selamat hari raya non muslim
termasuk sebab pendorong mereka senang dengan keyakinan kekafiran, bahkan bisa
bangga dengannya dan tetap berada didalam kekafiran, padahal Allah Subhanahu
wa Ta’ala tidak ridha terhadap kekafiran.
اِنْ تَكْفُرُوْا فَاِنَّ اللّٰهَ
غَنِيٌّ عَنْكُمْ ۗوَلَا يَرْضٰى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ
Jika kalian kafir (ketahuilah) maka
sesungguhnya Allah tidak memerlukan kalian dan Dia tidak meridhai kekafiran
hamba-hamba-Nya. [Az-Zumar : 7]
Dan Allah melarang kita saling tolong menolong dalam
kemaksiatan, sedangkan kekafiran adalah kemaksiatan yang terbesar, oleh karena
itu kita tidak boleh mengucapkan ucapan selamat hari raya non muslim yang hal ini
menjadi sarana mereka senang dengan keyakinan kekafiran dan tetap berada didalamnya,
وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ
وَالْعُدْوَانِ ۖوَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ
Dan janganlah kalian tolong-menolong
dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah
sangat berat siksaan-Nya. [Al-Maidah : 2]
Alasan Keempat : Bertentangan
dengan kewajiban mendakwahi dan memberi pencerahan kepada orang yang berada
dalam kekafiran, sebagai bentuk Islam rahmatan lil’alamin.
Dalam Islam, kekafiran adalah dosa terbesar, sedangkan
tatkala kita melihat perkara kekafiran, kita diperintahkan untuk mendakwahi
manusia agar senantiasa mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
meninggalkan kekafiran dan kesyirikan, dan tidak membiarkannya berada dalam
kebatilan tanpa pencerahan & dakwah. Dan hakekatnya mendakwahi mereka dan
memberi pencerahan kepada mereka adalah bentuk kasihsayang kita kepada
mereka, agar mereka mendapatkan keridhoan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
jauh dari murka-Nya, dan ini juga bentuk kebaikan terbesar dari seorang
muslim kepada non muslim. Ini adalah salahsatu bukti Islam rahmatan
lil’alamin.
Allah Ta’ala berfirman :
قُلْ هٰذِهٖ سَبِيْلِيْٓ اَدْعُوْٓا اِلَى اللّٰهِ
ۗعَلٰى بَصِيْرَةٍ اَنَا۠ وَمَنِ اتَّبَعَنِيْ ۗوَسُبْحٰنَ اللّٰهِ وَمَآ اَنَا۠
مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ
Katakanlah (Nabi Muhammad), “Inilah
jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (manusia) kepada Allah
dengan ilmu Syar’i, Mahasuci Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang
musyrik.” [Yusuf : 108]
Catatan :
Tentunya, mendakwahi dan memberi pencerahan kepada
orang yang berada dalam kekafiran ini dengan lembut dan bijaksana, dengan
metode dakwah yang simpatik, serta bukan dengan kekerasan, namun tampakkan
keindahan Tauhid dan tidak benarnya kesyirikan & kekafiran, sehingga
diharapkan mereka meninggalkan syirik dan kekafiran dan mentauhidkan Allah Ta’ala
dengan sukarela & tanpa paksaan.
Allah Ta’ala berfirman memerintahkan kita
berdakwah dengan bijaksana (hikmah) :
اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ
وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ
رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ اَعْلَمُ
بِالْمُهْتَدِيْنَ
Serulah (manusia) kepada jalan
Tuhanmu dengan bijaksana dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan
mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih
mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
siapa yang mendapat petunjuk [An-Nahl
: 125].
3. Bagaimana jika sebabnya hanya
basa-basi, malu, sungkan dan rasa sayang atau semisalnya?
Barangsiapa melakukan hal-hal terlarang di atas (mengucapkan
ucapan selamat hari raya non muslim, ikut serta merayakan hari raya non muslim,
saling tukar menukar hadiah atau membuat kue-kue dalam rangka ikut
merayakannya, meliburkan diri demi mengagungkan hari raya mereka dan perbuatan semacamnya),
baik hal-hak itu dilakukan hanya sekedar basa-basi, malu, sungkan, karena rasa
sayang, ataupun alasan semisalnya, maka ia tetap berdosa, karena termasuk
bentuk basa-basi dalam perkara yang terlarang dan bisa menyebabkan mereka
berbangga dengan kekafiran mereka.
4. Bagaimana jika pihak non muslim
yang memberi ucapan selamat hari raya mereka kepada seorang muslim?
Apabila seorang muslim mendapatkan ucapan selamat hari
raya non muslim dari seorang non muslim, maka kita tidak boleh membalasnya
dengan mengucapkan selamat hari raya, karena itu bukan hari raya kaum muslimin,
dan Allah tidak mensyari’atkan merayakan hari raya tersebut, bahkan itu adalah hari
raya yang tidak Allah ridhoi.
Allah berfirman :
وَمَنْ يَّبْتَغِ غَيْرَ الْاِسْلَامِ دِيْنًا فَلَنْ
يُّقْبَلَ مِنْهُۚ وَهُوَ فِى الْاٰخِرَةِ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ
Dan barangsiapa mencari agama selain
Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi. [Ali ‘Imran
: 85]
5. Haramnya ucapan selamat hari raya
non muslim BUKAN berarti menunjukkan bolehnya menzholimi mereka!
Hal
ini berdasarkan firman Allah Ta'ala,
{لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ
عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ
دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ
الْمُقْسِطِينَ}
Allah
tidak melarang kalian untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang
yang tiada memerangi kalian karena agama (kalian) dan tidak (pula) mengusir kalian dari
negeri kalian. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.[ Al-Mumtahanah: 8].
Ulama menjelaskan bahwa selama
orang non muslim tersebut adalah seorang kafir yang tidak memerangi kaum
muslimin, mereka hidup damai bersama kaum muslimin seperti contohnya keumuman
masyarakat kita di NKRI yang kita cintai ini, maka seorang muslim
tidak boleh menzhalimi non muslim, tidak pada jiwa, harta maupun kehormatannya,
karena ia menunaikan hak kepada seorang muslim, maka tidak boleh seorang muslim
menzhaliminya, baik tidak menzhaliminya pada hartanya, misalnya dengan tidak
mencuri, tidak berkhianat dan tidak menipunya. Tidak pula seorang muslim menzhaliminya
pada badannya, misalnya : dengan tidak memukul dan selainnya.
Meski seorang muslim tetap berprinsip
tegas, tidak mengucapkan ucapan selamat hari
raya non muslim, namun tetap berlaku baik dan tidak berlaku zholim.
Jadi, profil seorang muslim : Tegas dalam hal prinsipil namun tetap baik
& tidak zholim.
6. Haramnya ucapan selamat hari raya
non muslim BUKAN berarti tidak toleransi kepada mereka!
Dalam agama Islam, toleransi yang baik itu harus
sesuai dengan Syari’at Islam dan bukan dengan melanggar Syari’at Islam, bukan
pula dengan mengorbankan aqidah Islam dan menukarnya dengan aqidah batil!
Ummat Islam adalah umat moderat (pertengahan), Allah Ta’ala
berfirman dalam Al-Baqarah : 143,
وَكَذٰلِكَ جَعَلْنٰكُمْ اُمَّةً وَّسَطًا
لِّتَكُوْنُوْا شُهَدَاۤءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ عَلَيْكُمْ
شَهِيْدًا
Dan demikian pula Kami telah menjadikan
kalian (umat Islam) ”umat moderat (pertengahan)” agar kalian menjadi saksi atas
(perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan)
kalian.
Toleransi itu harus moderat (pertengahan),
tengah-tengah antara ifroth (melampui Batasan Syari’at Islam) &
tafrith (mengurangi Batasan Syari’at Islam)!, yaitu toleransi itu :
-tidak boleh kebablasan (ghuluw), tidak boleh
berlebihan, dan tidak boleh keterlaluan! Atau dengan istilah lain tidak boleh ifroth
(melampui Batasan Syari’at Islam).
-Tidak boleh menelantarkan, tidak boleh teledor dan
tidak boleh meninggalkan toleransi kepada non muslim. Atau dengan istilah lain
tidak boleh tafrith (mengurangi Batasan Syari’at Islam).
Moderat yang benar itu tidak menghalalkan
yang haram dan tidak mengharamkan yang halal.
Sesuatu yang di zaman Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dinilai syirik, sekarangpun tetap syirik, dan yang dulu
dinilai maksiat, sekarangpun juga tetap
maksiat, ini baru moderat, karena moderat bukan dengan merubah Syari’at!
Toleransi yang benar adalah
toleransi sesuai Syari’at Islam, contohnya: di NKRI yang kita cintai ini, kita
bertoleransi kepada ummat non muslim dengan tidak mengganggu ibadah mereka,
tidak boleh menzholimi mereka, tidak boleh mengganggu keamanan mereka, tidak
boleh bersikap keras dan memaksa mereka masuk kedalam Islam, dan tetap berbuat
baik, simpatik, bijaksana dan lembut dalam rangka mendakwahi mereka dan
menampakkan keindahan Islam kepada mereka.
Toleransi yang tidak tepat, contohnya
: ikut mengucapkan ucapan selamat hari raya non muslim, ikut merayakan
hari raya mereka, ikut ibadah mereka di tempat ibadah mereka, berdoa dengan
cara doa mereka, dan mengucapkan kalimat-kalimat ritual mereka.
7. Haramnya ucapan selamat hari raya
non muslim TIDAKLAH berdampak kepada antipatinya mereka terhadap agama Islam,
selama kaum muslimin bersikap baik dan toleran, sesuai ajaran Islam kepada
mereka, in sya Allah!
Dikarenakan Islam ajaran yang adil, indah, lengkap
serta sempurna, selama kaum muslimin bersikap baik & toleran sesuai ajaran
Islam, maka sikap tidak mau mengucapkan selamat hari raya non muslim itu justru
menunjukkan kesan positif bahwa kaum muslimin punya prinsip agama yang benar
dan tegas, tidak basa-basi dengan mengorbankan aqidah yang haq dan menukarnya
dengan kekafiran, serta tidak mengakui dan tidak ridho terhadap kekafiran.
Di sisi lainnya, akan lahir kesan positif bahwa kaum
muslimin adalah ummat yang berlaku baik & simpatik, kaum muslimin adalah
ummat yang toleran, bahkan suka menolong ummat lainnya ketika mereka berada
dalam kesulitan dan tertimpa musibah demi menampakkan indahnya Islam dan saling
tolong menolong dalam perkara yang bermanfaat dan tidak melanggar Syari’at
Islam.
Dengan demikian citra Islam & kaum muslimin justru
positif meski tidak mau mengucapkan selamat hari raya non muslim, asalkan tetap
bersikap baik & toleran sesuai Syari’at Islam, in sya Allah!
Mari kita
hidup indah, tanpa menggadaikan aqidah!
Dan hidup damai
tanpa saling bertikai!
حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ
الْوَكِيلُ و لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ العَلِيِّ العَظِيْمِ و
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتِ
Referensi :
1. https://www.alukah.net/spotlight/0/131914/
2. https://Islamqa.info/ar/answers/947
3. http://www.binbaz.org.sa/node/290
Sumber : www.muslim.or.id
Post a Comment