MUQODDIMAH
KE-2 :
Berisikan
tentang kewajiban mempelajari dan mengamalkan 3 perkara.
MATAN
Berkata
penulis rahimahullah
:
Ketahuilah
–semoga Allah merahmatimu– bahwa wajib bagi setiap muslim dan
muslimah mempelajari dan mengamalkan tiga hal berikut ini
PERKARA
PERTAMA
Allah-lah
yang menciptakan dan memberi rezki kepada kita dan tidak membiarkan
kita terlantar, tetapi mengutus seorang rasul kepada kita.
Barangsiapa
yang mentaatinya, ia akan masuk surga, dan barangsiapa yang
mendurhakainya, ia akan masuk neraka. Dalilnya adalah firman Allah
Ta’ala:
إِنَّا
أَرْسَلْنَا إِلَيْكُمْ رَسُولًا شَاهِدًا
عَلَيْكُمْ كَمَا أَرْسَلْنَا إِلَى
فِرْعَوْنَ رَسُولًا (١٥)
فَعَصَى
فِرْعَوْنُ الرَّسُولَ فَأَخَذْنَاهُ
أَخْذًا وَبِيلًا
“Sesungguhnya
Kami telah mengutus kepada kalian seorang rasul sebagai saksi atas
kalian, sebagaimana Kami telah mengutus seorang rasul kepada fir'aun,
lalu fir'aun mendurhakainya, maka Kami siksa ia dengan siksaan yang
berat.”
[QS. Al-Muzzammil [73]: 15-16].
[Sampai
disini ucapan Penulis rahimahullah,
mari kita simak penjelasannya].
PENJELASAN
MUQODDIMAH
KE-2 :
Berisikan
tentang kewajiban mempelajari dan mengamalkan 3 perkara.
Perkara
pertama berisikan 2 point,
yaitu :
Point
Pertama
1.
Tentang Tauhid Rububiyyah
Bahwa
Allah-lah yang menciptakan kita dan memberi rizki kepada kita.
Allah
berfirman bahwa Dia-lah Sang Pencipta segala sesuatu:
اللَّهُ
خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ ۖ وَهُوَ عَلَىٰ
كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ
(62)
Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala
sesuatu.[QS.
Az-Zumar:62].
Dalam
ayat lainnya, Allah berfirman bahwa Dia-lah Sang Pemberi rezeki:
إِنَّ
اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ
الْمَتِينُ
(58)
Sesungguhnya
Allah Dialah Yang Maha Pemberi rezeki, Yang mempunyai Kekuatan lagi
Maha Sempurna dalam setiap sifat-sifat-Nya.[QS.
Adz-Dzariyyat:58].
Point
kedua
2.
Allah Ta'ala
mengutus
Rasulullah shallallaahu
'alaihi wa sallam kepada
kita, dan beliau wajib kita taati, dan juga tentang ancaman orang
yang mendurhakai Rasulullah shallallaahu
'alaihi wa sallam
Allah,
disamping menciptakan kita dan memberi rezeki kepada kita, lalu tidak
membiarkan kita begitu saja, tanpa perintah dan larangan, tanpa
petunjuk bagaimana beribadah kepada-Nya.
Tetapi
Allah mengutus seorang rasul kepada kita untuk menjelaskan bagaimana
beribadah kepada-Nya semata dengan menyampaiakan kabar, perintah dan
larangan.
Oleh
karena itu Utusan Allah yang diutus kepada kita ini wajib kita taati,
dan haram kita mendurhakainya,
Dalilnya
adalah firman Allah Ta'ala
:
إِنَّا
أَرْسَلْنَا إِلَيْكُمْ رَسُولًا شَاهِدًا
عَلَيْكُمْ كَمَا أَرْسَلْنَا إِلَىٰ
فِرْعَوْنَ رَسُولًا (15)
فَعَصَىٰ
فِرْعَوْنُ الرَّسُولَ فَأَخَذْنَاهُ
أَخْذًا وَبِيلًا (16)
“Sesungguhnya
Kami telah mengutus kepada kalian seorang rasul yang menjadi saksi
terhadap
kalian, sebagaimana Kami telah mengutus seorang rasul kepada fir'aun
, maka fir'aun mendurhakai rasul itu, maka Kami siksa ia dengan
siksaan yang berat.”
(QS. Al-Muzzammil: 15-16).
Alasan
Pendalilan :
Dalam
ayat ke-15, Allah Ta'ala
menjelaskan
bahwa Dia mengutus seorang Rasul (Rasulullah Muhammad shallallaahu
'alaihi wa sallam)
kepada kita.
Sedangkan
dalam ayat ke-16 disebutkan bahwa ketika fir’aun
mendurhakai Rasulullah Musa 'alaihis
salaam,
maka ia disiksa dengan siksaan yang berat, maka diqiyaskan (disamakan
hukumnya) dengan orang yang mendurhakai Rasulullah Muhammad
shallallaahu
'alaihi wa sallam dari
kalangan umat ini. Bahwa barangsiapa yang mendurhakai Rasulullah
Muhammad shallallaahu
'alaihi wa sallam
juga akan mendapatkan siksa yang berat.
PERKARA
KEDUA
MATAN
Berkata
penulis rahimahullah
:
“Kedua
: Bahwa Allah tidak ridho
dipersekutukan
dengan sesuatu apapun dalam peribadatan (seorang hamba) yang
ditujukan kepada-Nya, baik
dengan malaikat yang didekatkan (kedudukannya)
atau
dengan seorang Nabi yang diutus.
Dalilnya
adalah firman Allah Ta’ala
:
وَأَنَّ
الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا
مَعَ اللَّهِ أَحَدًا
“Dan
sesungguhnya masjid-masjid itu hanyalah kepunyaan Allah, karena itu
janganlah kalian menyembah sesuatu apapun (di dalamnya) di samping
(menyembah) Allah.”
[QS. Al-Jin : 18].”
[Sampai
disini ucapan Penulis rahimahullah,
mari kita simak penjelasannya].
PENJELASAN
Alasan
Pendalilan :
Dalam
ayat ini terdapat dua bentuk keumuman, yaitu:
1.
Keumuman Pertama:
Keumuman
larangan beribadah dalam bentuk apapun (ucapan maupun perbuatan)
kepada selain Allah.
Karena
dalam kata kerja {...فَلَا
تَدْعُوا}
terdapat
“mashdar
yang nakiroh
pada
konteks kalimat larangan” yang menunjukkan keumuman cakupan makna
kata kerjanya (Ad-Du'aa`/menyembah),
yaitu: mencakup do'a masalah (berdo'a) maupun do'a ibadah (beribadah
selain berdo'a). Sehingga makna :
{فَلَا
تَدْعُوا...}
adalah
“janganlah kalian menyembah selain Allah, baik dengan ibadah dalam
bentuk berdo'a kepada selain Allah, maupun ibadah lainnya (selain
ibadah do'a) kepada selain Allah”.
2.
Keumuman Kedua:
Keumuman
sesembahan selain Allah yang terlarang disembah.
Karena
dalam
{فَلَا
تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا}
disebutkan
kata
{أَحَدًا}
“nakiroh
(tidak
ber alif lam) dalam konteks kalimat larangan”, maka menunjukkan
keumuman sesembahan selain Allah yang terlarang disembah, baik itu
dari kalangan manusia, jin maupun yang lainnya selain Allah.
Dengan
demikian maksud:
{فَلَا
تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا}
jika
digabungkan dua makna umum ini yaitu:
karena
itu janganlah kalian menyembah sesuatu apapun (baik jin, manusia,
malaikat, rasul, dan makhluk lainnya) di samping (beribadah kepada)
Allah, dalam bentuk apapun ibadah tersebut.
PERKARA
KETIGA
MATAN
Berkata
penulis rahimahullah
:
“Ketiga:
Orang yang menta'ati Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam
dan mengesakan Allah Ta'ala,
maka
tidak boleh baginya cinta (wala`)
kepada
orang yang memusuhi Allah Ta'ala
dan Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam, walaupun
mereka adalah kerabat terdekatnya.
Dalilnya
adalah firman Allah Ta’ala
:
لَا
تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ
حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ
كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ
أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ
ۚ أُولَٰئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ
الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ
مِنْهُ ۖ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي
مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ
فِيهَا ۚ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا
عَنْهُ ۚ أُولَٰئِكَ حِزْبُ اللَّهِ ۚ
أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ
الْمُفْلِحُونَ
Kamu
tak akan mendapati kaum yang beriman kepada Allah dan hari Akhirat,
saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang memusuhi Allah dan
Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau
saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang
yang (Allah) telah meneguhkan keimanan dalam hati mereka dan
menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari-Nya. Dan
dimasukan oleh-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridho terhadap mereka,
dan merekapun merasa ridho terhadap-Nya (atas limpahan rahmat-Nya).
Mereka itulah golongan (yang dimuliakan oleh) Allah. Ketahuilah,
bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung. [QS.
Al-Mujaadilah:22].”
PENJELASAN
PERKARA
KETIGA : Tidak bolehnya cinta (wala`)
kepada
orang yang memusuhi Allah Ta'ala
dan Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam, dengan
dalil QS.
Al-Mujaadilah:22
Alasan
Pendalilan :
Didalam
ayat yang agung ini terdapat peniadaan, yaitu:
لَا
تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ
حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
Maksudnya
: “(Wahai
Rasulullah Muhammad), engkau tak akan mendapati kaum yang beriman
kepada Allah dan hari Akhirat, saling berkasih-sayang dengan
orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya”
Menurut
ulama Balaghah
dan Ushul, peniadaan
(nafyun)
itu lebih mengena dalam pelarangan daripada sebatas larangan (nahyun)
semata, sehingga peniadaan disini hakekatnya mengandung larangan. Dan
hukum asal sesuatu yang ditiadakan oleh Allah adalah haram.
Adapun
dalam ayat ini maksud peniadaan keimanan di sini disamping
menunjukkan keharaman,
,
juga bisa menunjukkan ketidaksahan/ batalnya keimanan dalam kondisi
tertentu,
atau
bisa
pula menunjukkan ketidaksempurnaan iman dengan rusaknya kadar iman
yang wajib pada kondisi lainnya.1
Dalam
ayat ini juga dapat diambil pelajaran
bahwa
ciri khas keimanan yang benar adalah tidak cinta setia (wala`)
kepada orang-orang kafir dan musyrikin.
Oleh
karena itu barangsiapa yang mengaku beriman, namun didapatkan dirinya
berwala`/cinta setia kepada orang-orang kafir dan musyrikin,
hendaklah ia memeriksa imannya, karena berwala`/cinta setia kepada
orang-orang kafir dan musyrikin itu bisa mengakibatkan imannya hilang
seluruhnya atau kemungkinan berikutnya bisa melemahkan keimanannya,
tergantung seberapa besar kadar wala`nya tersebut!
Petikan
ayat tersebut selanjutnya yaitu:
وَلَوْ
كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ
أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ
“...sekalipun
orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara
ataupun keluarga mereka...”
Maksudnya
adalah walaupun orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya,
orang-orang kafir dan musyrikin tersebut adalah orang-orang terdekat
dari kaum yang beriman, baik ditinjau dari sisi orang tua dan ke atas
(ushul),
anak dan ke bawah (furu'),
saudara (a'wan)
ataupun kerabat ('asyiroh),
dengan demikian tertiadakan seluruh hubungan kekerabatan dengan
segala macamnya, karena hakekatnya ayat ini bukanlah membatasi khusus
orang-orang yang disebutkan saja dalam ayat tersebut, tapi mencakup
semua kalangan yang memiliki sifat memusuhi Allah Ta'ala
dan
Rasul-Nya shallallahu
'alaihi wa sallam.
Balasan
dan pujian bagi seorang mukmin yang benar wala` dan bara`nya
Hal
ini disebutkan dalam akhir ayat tersebut, yaitu:
أُولَٰئِكَ
كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ
وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ ۖ
وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ
تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ
فِيهَا ۚ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا
عَنْهُ ۚ أُولَٰئِكَ حِزْبُ اللَّهِ ۚ
أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ
الْمُفْلِحُونَ
Mereka
itulah orang-orang yang telah (Allah) meneguhkan keimanan dalam hati
mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari-Nya.
Dan dimasukan oleh-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha
terhadap mereka, dan merekapun merasa ridho terhadap -Nya (atas
limpahan rahmat-Nya). Mereka itulah golongan (yang dimuliakan oleh)
Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan
yang beruntung.
Balasan
dan pujian Allah terhadap orang-orang yang benar wala` dan bara`nya,
yaitu:
1.
Allah meneguhkan iman mereka sehingga tidak ragu-ragu dan tidak
goncang.
2.
Allah menguatkan mereka dengan pertolongan-Nya, dan dengan Alquran
dan hujjah yang ada didalamnya.
3.
Mereka mendapatkan kehidupan yang bahagia di surga dengan mendapatkan
apa saja yang mereka inginkan sebagai balasan sewaktu di dunia
tatkala mereka bahagia dengan taat kepada Allah
4.
Bahkan mereka mendapatkan kenikmatan yang terbesar, yaitu: diridhoi
oleh-Nya dan tidak dimurkai selamanya!
5.
Merekapun mendapatkan kepuasan yang abadi, karena mereka ridho
terhadap Allah atas berbagai macam nikmat yang dilimpahkan kepada
mereka oleh-Nya dengan puncak keridhoan.
6.
Mereka mendapatkan kemuliaan sebagai golongan Allah, yaitu : golongan
khusus yang Allah muliakan.
7.
Mendapatkan keberuntungan yang hakiki di dunia dan keberuntungan
yang abadi di akherat.
Imam
Ibnu Katsir rahimahullah
menyatakan
bahwa dalam ayat tersebut terdapat :
سر
بديع ، وهو أنه لما سخطوا على القرائب
والعشائر في الله عوضهم الله بالرضا عنهم
، وأرضاهم عنه بما أعطاهم من النعيم المقيم
، والفوز العظيم ، والفضل العميم
Rahasia
yang indah, yaitu: tatkala orang-orang yang beriman membenci kerabat
dan keluarga di jalan Allah, maka Allah ganti untuk mereka berupa
keridhoan Allah terhadap mereka dan Allah pun menjadikan mereka ridho
terhadap-Nya karena Allah telah memberikan kepada mereka kenikmatan
abadi dan keberuntungan besar dan karunia yang menyeluruh! [Tafsir
Ibnu Katsir].
Inilah
yang disebut : “Al-Jaza`
min jinsil 'amal”, bahwa balasan itu sejenis dengan amalan!
Aqidah
Al-Wala` dan Al-Bara` adalah salah satu dari pokok agama Islam, oleh
karena itu para ulama ketika mendefinisikan Islam mengatakan :
الاستسلام
لله بالتوحيد و الانقياد له بالطاعة و
البراءة من الشرك و أهله
Islam
adalah berserah diri kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya, tunduk
kepada-Nya dengan ketaatan dan bara`terhadap syirik dan pelakunya.,
Aqidah
Al-Wala` dan Al-Bara` ini juga merupakan bagian dari makna kalimat
Tauhid, karena kalimat Tauhid (لا
إله إلا الله)
mengandung dua rukun : peniadaan (nafyun) dan (penetapan) itsbat.
Rukun
peniadaan pada (لا
إله)
menuntut kebencian terhadap kesyirikan, kemunafikan dan kekafiran,
benci kepada musuh Allah (musyrikin, kafirin dan munafiqin).
Sedangkan
rukun penetapan pada (
إلا
الله)
menuntut cinta terhadap Allah, cinta kepada ajaran Allah (Tauhid) dan
cinta kepada orang yang mentauhidkan Allah.
Bahkan
Al-Wala` dan Al-Bara` adalah termasuk ajaran agama seluruh para rasul
'alaihimush
shalatu was salam.
Definisi
Al-Wala`
dan Al-Bara`
Al-Wala`
pada asalnya adalah cinta dalam hati, lalu diikuti tuntutannya yang
menggambarkan kecintaan hati, baik berupa ucapan maupun perbuatan,
seperti : menolong, memuliakan, menjadikan sahabat, menjadikan
sebagai pemimpin dan mengikuti dalam kebaikan.
Adapun
Al-Bara' pada asalnya adalah benci dalam hati, lalu diikuti
tuntutannya yang menggambarkan kebencian hati, baik berupa ucapan
maupun perbuatan, seperti : memusuhi, tidak menjadikan sahabat dan
pemimpin, mengkafirkan orang kafir dan memeranginya pada kondisi yang
disyari'atkan untuk memeranginya.
Al-Wala`
dan Al-Bara`
memiliki padanan istilah, yaitu: Al-Muwalah
dan
Al-Mu'adah, Al-Hubbu fillah dan
Al-Bughdhu
fillah,
ketiga istilah tersebut hakekatnya sama maknanya.
Para
ulama dalam mendefinisikan Al-Wala` dan Al-Bara` berbeda-beda
ungkapannya, namun hakekatnya tidak saling bertentangan.
-
Definisi Al-Wala` yang menyeluruh adalah mencintai Allah dan segala
sesuatu yang Allah cintai, baik Tauhid maupun Ahli Tauhid, Rasulullah
shallallahu
'alaihi wa sallam
maupun kaum mukminin, serta amal sholeh.
-
Definisi Al-Bara` adalah membenci seluruh perkara yang dibenci oleh
Allah, baik kekufuran maupun orang kafir, kebid'ahan dan ahli bid'ah,
serta kemaksiatan maupun pelaku maksiat.3
Dengan
demikian barangsiapa yang mencintai Allah, berarti berwala` kepada
Allah, dan apabila hati seseorang mencintai Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam, berarti
ia dikatakan berwala` kepada beliau, demikian pula kepada kaum
mukminin.
Allah
Ta'ala
berfirman
:
إِنَّمَا
وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ
وَالَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ يُقِيمُونَ
الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ
وَهُمْ رَاكِعُونَ
(55)
Sesungguhnya
penolong ka lian hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang
beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka
tunduk (kepada Allah).
وَمَنْ
يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ
آمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ
الْغَالِبُونَ
(56)
Dan
barangsiapa mencintai Allah (dengan taat kepada-Nya), menolong
Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, maka sesungguhnya golongan
(yang dimuliakan) Allah itulah yang pasti menang.[QS.
Al-Maaidah: 55 & 56].
Maksudnya
adalah barangsiapa yang mencintai dan taat kepada Allah, menolong
Rasul-Nya dan kaum mukminin, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah
itulah yang pasti menang.
Adapun
definisi Al-Wala` dan Al-Bara`yang banyak dibawakan ulama dalam
pembahasan Tauhid, seperti dalam beberapa syarah Tsalatsatul
Ushul dan
seperti fatwa Syaikh Bin Baz rahimahullah
berikut ini:
الولاء
والبراء معناه محبة المؤمنين وموالاتهم،
وبغض الكافرين ومعاداتهم، والبراءة منهم
ومن دينهم
Al-Wala`
dan Al-Bara` maknanya adalah mencintai mukminin dan berwala kepada
mereka, serta membenci orang-orang kafir dan memusuhi mereka, benci
kepada mereka dan agama mereka.4
Definisi
di atas dan yang semacamnya ini sesungguhnya fokus kepada masalah
Tauhid dan konsekwensinya, karena memang Tauhid adalah dasar agama
Islam ini dan ajaran Islam selainnya merupakan hak, kesempurnaan dari
Tauhid dan perkara yang terkait dengan Tauhid.
Hukum
Al-Wala` (Al-Muwalah) kepada orang-orang kafir dan musyrikin
Hukum
Al-Muwalah
terbagi
menjadi dua macam:
1.
Al-Muwalah
Al-Kubro (At-Tawalli)
Patokannya
adalah mencintai kekafiran/syirik atau
mencintai orang kafir/musyrik disertai mencintai kekafiran/syirik
atau
menolong
orang-orang kafir menghadapi orang-orang mukmin dengan tujuan
menangnya agama kekafiran mengalahkan agama Islam, maka hukumnya
kufur akbar yang apabila ini dilakukan oleh seorang muslim, maka ia
murtad (keluar dari agama Islam).
Muwalah
yang seperti inilah yang dimaksud didalam QS. Al-Maaidah: 51.
2.
Al-Muwalah
Ash-Sughro (Al-Muwalah)
Mencintai
kafirin dan musyrikin karena urusan dunia atau sebab yang semisalnya,
asalkan tidak ada
unsur menolong kafirin dan musyrikin demi menangnya agama kekafiran
dan mengalahkan agama Islam!5
Perbuatan
ini hukumnya diharamkan dan pelakunya berdosa.
Dalilnya
adalah QS. Al-Mumtahanah : 1.
Mengapa
tidak boleh wala` kepada orang-orang kafir dan musyrikin?
Berkata
Syaikh Sholeh Alusy Syaikh rahimahullah
dalam
kitabnya Syarhu
Tsalatsatil Ushul
, hal. 43:
“Kewajiban
(seorang mukmin) adalah menjadi sosok mukmin yang mencintai Allah
'Azza wa Jalla dan Rasul-Nya serta kaum mukminin. Tidak boleh
terdapat kasih sayang kepada orang kafir didalam hatinya, walaupun
karena urusan dunia.
Jika
ia berinteraksi dengan kaum musyrikin atau orang-orang kafir dalam
urusan dunia, maka itu hanyalah interaksi lahiriyyah semata tanpa
kecondongan atau kecintaan hati! Mengapa demikian?
Alasannya:
Seorang
musyrik menyimpan hati yang mencela (merendahkan) Allah 'Azza wa
Jalla, (hakekatnya) seorang musyrik itu merendahkan Allah 'Azza wa
Jalla dengan sikapnya, karena ia menyekutukan Allah dengan sesembahan
selain-Nya.
Seorang
mukmin yang berwala` kepada Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang
beriman, tentunya tidaklah mungkin di dalam hatinya terdapat kasih
sayang kepada seorang musyrik yang membawa kesyrikan. Wal 'iyadzu
billah!”.
Bara`
terhadap orang-orang kafir dan musyrikin bukan berarti perintah untuk
menzholimi mereka!
Syaikh
Bin Baz rahimahullah
saat
menjelaskan tentang makna
Al-Wala`
dan Al-Bara` , bahwa maknanya adalah mencintai mukminin dan berwala
kepada mereka, serta membenci orang-orang kafir dan memusuhi mereka,
benci kepada mereka dan agama mereka, beliaupun menjelaskan makna
yang salah dari Al-Bara`, beliau berkata:
“Makna
benci dan memusuhi mereka bukanlah
engkau boleh menzholimi mereka atau berbuat melampui batas kepada
mereka apabila mereka tidak
memerangi
(kaum muslimin)!
Akan
tetapi maknanya adalah engkau membenci dan memusuhi mereka dalam
hati, dan jangan sampai mereka menjadi sahabat (teman dekat) kamu!
Namun, janganlah kamu mengganggu mereka, jangan melakukan sesuatu
yang membahayakan mereka, dan jangan pula menzholimi mereka.
Apabila
mereka mengucapkan salam, maka balaslah ucapan salam tersebut, dan
kamu nasehati mereka, kamu arahkan mereka kepada kebaikan”.
Beliau
juga menjelaskan :
“Janganlah
seorang mukmin berbuat melampui batas kepada mereka dan janganlah
menzholimi mereka meskipun (hatinya) membenci dan memusuhi mereka di
jalan Allah.
Disyari'atkan
bagi seorang mukmin mendakwahi mereka agar menyembah Allah,
mengajarkan (kebaikan) kepada mereka dan menuntun mereka kepada
kebenaran, semoga Allah memberi hidayah kepada mereka dengan sebabnya
untuk meniti jalan kebenaran. Tidak terlarang bershodaqoh kepada
mereka dan berbuat baik kepada mereka, karena Allah 'Azza wa Jalla
berfirman :
لَا
يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ
لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ
يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ
تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ
ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
(8)Allah
tidak melarang kalian untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap
orang-orang yang tiada memerangi kalian karena agama(kalian) dan
tidak (pula) mengusir kalian dari negeri kalian. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berlaku adil.”
[QS.
Al-Mumtahanah : 8].6
Demikian
pula, kita boleh berinteraksi dengan mereka dalam urusan dunia yang
mubah, seperti: jual beli yang halal, dan kitapun wajib memenuhi
perjanjian yang diperbolehkan dalam Islam. Silakan baca dua serial
artikel “Bagaimana
berinteraksi dengan non muslim?”
di
http://muslim.or.id/27099-bagaimana-berinteraksi-dengan-non-muslim-1.html
Wallahu
a'lam.
Petikan
ayat tersebut selanjutnya yaitu:
وَلَوْ
كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ
أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ
“...sekalipun
orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara
ataupun keluarga mereka...”
Maksudnya
adalah walaupun orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya,
orang-orang kafir dan musyrikin tersebut adalah orang-orang terdekat
dari kaum yang beriman, baik ditinjau dari sisi orang tua dan ke atas
(ushul),
anak dan ke bawah (furu'),
saudara (a'wan)
ataupun kerabat ('asyiroh),
dengan demikian tertiadakan seluruh kerabat dengan segala macamnya,
karena hakekatnya ayat ini bukanlah membatasi khusus orang-orang yang
disebutkan saja dalam ayat tersebut, tapi mencakup semua kalangan
yang memiliki sifat memusuhi Allah Ta'ala
dan
Rasul-Nya shallallahu
'alaihi wa sallam.
Balasan
dan pujian bagi seorang mukmin yang benar wala` dan bara`nya
Hal
ini disebutkan dalam akhir ayat tersebut, yaitu:
أُولَٰئِكَ
كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ
وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ ۖ
وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ
تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ
فِيهَا ۚ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا
عَنْهُ ۚ أُولَٰئِكَ حِزْبُ اللَّهِ ۚ
أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ
الْمُفْلِحُونَ
Mereka
itulah orang-orang yang telah (Allah) meneguhkan keimanan dalam hati
mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari-Nya.
Dan dimasukan oleh-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha
terhadap mereka, dan merekapun merasa ridho terhadap -Nya (atas
limpahan rahmat-Nya). Mereka itulah golongan (yang dimuliakan oleh)
Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan
yang beruntung.
Balasan
dan pujian Allah terhadap orang-orang yang benar wala` dan bara`nya,
yaitu:
1.
Allah meneguhkan iman mereka sehingga tidak ragu-ragu dan tidak
goncang.
2.
Allah menguatkan mereka dengan pertolongan-Nya, dan dengan Alquran
dan hujjah yang ada didalamnya.
3.
Mereka mendapatkan kehidupan yang bahagia di surga dengan mendapatkan
apa saja yang mereka inginkan sebagai balasan sewaktu di dunia
tatkala mereka bahagia dengan taat kepada Allah
4.
Bahkan mereka mendapatkan kenikmatan yang terbesar, yaitu: diridhoi
oleh-Nya dan tidak dimurkai selamanya!
5.
Merekapun mendapatkan kepuasan yang abadi, karena mereka ridho
terhadap Allah atas berbagai macam nikmat yang dilimpahkan kepada
mereka oleh-Nya dengan puncak keridhoan.
6.
Mereka mendapatkan kemuliaan sebagai golongan Allah, yaitu : golongan
khusus yang Allah muliakan.
7.
Mendapatkan keberuntungan yang hakiki di dunia dan keberuntungan
yang abadi di akherat.
Imam
Ibnu Katsir rahimahullah
menyatakan
bahwa dalam ayat tersebut terdapat :
سر
بديع ، وهو أنه لما سخطوا على القرائب
والعشائر في الله عوضهم الله بالرضا عنهم
، وأرضاهم عنه بما أعطاهم من النعيم المقيم
، والفوز العظيم ، والفضل العميم
Rahasia
yang indah, yaitu: tatkala orang-orang yang beriman membenci kerabat
dan keluarga di jalan Allah, maka Allah ganti untuk mereka berupa
keridhoan Allah terhadap mereka dan Allah pun menjadikan mereka ridho
terhadap-Nya karena Allah telah memberikan kepada mereka kenikmatan
abadi dan keberuntungan besar dan karunia yang menyeluruh! [Tafsir
Ibnu Katsir].
Inilah
yang disebut : “Al-Jaza`
min jinsil 'amal”, bahwa balasan itu sejenis dengan amalan!
(Bersambung,
in sya Allah)
Referensi
terjemah matan :
http://www.terjemahmatan.com/2015/11/al-ushul-ats-tsalatsah-dan-terjemah.html
dengan perubahan seperlunya.
2.
Diolah dari Syarah Tsalatsatul Ushul dan
At-Tamhid, Syaikh Sholeh Alusy Syaikh dan Al-Wala` wal Bara` fil
Islam, Syaikh Sholeh Al-Fauzan, fatwa Syaikh Bin Baz dan Syaikh
Muhammad Sholeh Al-Utsaimin.
3.
Disimpulkan dari fatwa Syaikh Muhammad Sholeh
Al-Utsaimin dalam Majmu' Fatawanya
(http://shamela.ws/browse.php/book-12293/page-628)
4.
http://www.binbaz.org.sa/fatawa/1757
6.
http://www.binbaz.org.sa/fatawa/1757
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Post a Comment