Skala Prioritas dalam Belajar Agama Islam (2): Ilmu Fardhu ‘Ain Dan Ilmu Fardhu Kifayah

Skala Prioritas dalam Belajar Agama Islam (2): Ilmu Fardhu ‘Ain Dan Ilmu Fardhu Kifayah


Bismillah wal hamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du :
Setelah dijelaskan tentang definisi ilmu Fardhu ‘Ain, maka pada bagian kedua ini Anda akan diajak memahami tentang macam-macam ilmu Fardu ‘Ain , agar Anda bisa mengenal kewajiban Anda dalam mempelajari agama Islam.

Pembagian ilmu Fardu ‘ain

Berkata Syaikh Muhammad Sholeh Al-‘Utsaimin rahimahullah mendefinisikan ilmu fadhu ‘ain :
وضابطه أن يتوقف عليه معرفة عبادة يريد فعلها أو معاملة يريد القيام بها فإنه يجب عليه في هذه الحال أن يعرف كيف يتعبد الله بهذه العبادة وكيف يقوم بهذه المعاملة وما عدا ذلك من العلم ففرض كفاية
Dan patokannya (ilmu fardhu ‘ain) adalah suatu ilmu yang menjadi syarat bisa terlaksananya (dengan benar) sebuah ibadah yang hendak dilakukan oleh seorang hamba atau mu’amalah (aktifitas dengan orang lain) yang hendak dikerjakannya, maka pada keadaan ini wajib ia mengetahui (ilmu tentang )bagaimana beribadah kepada Allah dengan ibadah itu, dan (ilmu tentang )bagaimana bermu’amalah dengan aktifitas mu’amalah itu. Adapun ilmu-ilmu selain itu, adalah ilmu fardhu kifayah”1
Dari keterangan di atas kita ketahui bahwa ruang lingkup ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap muslim dan muslimah adalah perkara yang berkaitan dengan ibadah,yaitu hubungan manusia dengan Allah, dan mu’amalah, yaitu hubungan manusia dengan manusia yang lain.
Padahal, sebagaimana yang telah kita ketahui, bahwa diantara bentuk-bentuk ibadah dan mu’amalah, ada yang sebagiannya sama-sama wajib dilakukan oleh setiap orang , namun ada juga bentuk ibadah dan mu’amalah yang hanya mampu dilakukan oleh sebagian orang saja tanpa sebagian orang yang lain atau hanya sebagian orang saja yang berkepentingan untuk segera melakukannya ketika itu, sehingga hanya sebagian orang tersebut saja yang wajib mempelajari hukum-hukumnya, adapun bagi yang lain, tidaklah wajib mempelajarinya.
Oleh karena itu, dari penjelasan Syaikh Muhammad Sholeh Al-‘Utsaimin rahimahullah di atas, dapat disimpulkan bahwa ilmu Fardu ‘ain terbagi menjadi dua:
1. Jenis ilmu Fardu ‘ain yang harus dipelajari oleh seluruh mukallafiin (orang-orang yang baligh dan berakal sehat )dimanapun mereka berada dan kapanpun juga.
Jenis ilmu Fardu ‘ain inilah yang disebutkan contoh-contohnya oleh Imam Ahmad,An-Nawawi dan Ulama Lajnah Daimah KSA rahimahumullah, yang sudah dinukilkan fatwanya di artikel bagian ke-1, seperti :
Mengetahui tauhid dan kebalikannya,yaitu syirik, pokok-pokok keimanan (Rukun Iman) dan Rukun Islam, hukum-hukum sholat, tatacara wudhu`, bersuci dari junub, dan yang semisalnya dan termasuk juga dalam jenis ini, yaitu mengetahui perkara-perkara yang diharomkan dalam Islam,seperti dalam masalah makanan,minuman,pakaian,kehormatan,darah,harta,ucapan dan perbuatan.
2. Jenis ilmu Fardu ‘ain yang harus dipelajari oleh sebagian mukallafiin saja, yang memiliki kewajiban tertentu yang khusus baginya.
Sehingga orang lain yang tidak memiliki kewajiban tersebut, tidak harus mempelajari ilmu itu.
Penjelasan :
Jenis ilmu Fardu ‘ain yang satu ini, contoh-contohnya diantaranya adalah :
  • Ilmu tentang suatu ibadah tertentu bagi orang yang mampu mengerjakannya.Berkata Syaikh Muhammad Sholeh Al-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan contoh-contoh ilmu fardhu ‘ain:
    من كان عنده مال أن يتعلم أحكام الزكاة ……. من أراد أن يحج أن يتعلم أحكام الحج لأن هذه عبادات متلقاة من الشرع فلابد أن يعلم كيف شرعها الشارع ليعبد الله على بصيرة
    Orang yang memiliki harta wajib mempelajari hukum-hukum zakat…….. demikian pula orang yang hendak menunaikan ibadah haji, wajib baginya mempelajari hukum-hukum haji, karena ibadah itu sumbernya adalah Syari’at, maka wajib mempelajari tata cara ibadah yang disyari’atkan oleh Allah, agar seseorang bisa beribadah kepada-Nya berdasarkan ilmu 2
  • Ilmu tentang pekerjaan, profesi atau tugas, agar bisa menunaikan kewajiban pekerjaannya dan agar terhindar dari melakukan keharoman dalam pekerjaannya. Berkata Ibnu Hazm rahimahullah :
    ثم فرض على قواد العساكر معرفة السِّير وأحكام الجهاد وقَسْم الغنائم والفيءثم فرض على الأمراء والقضاة تعلم الأحكام والأقضية والحدود، وليس تعلم ذلك فرضا على غيرهم
    .Selanjutnya, diwajibkan bagi para komandan pasukan untuk mengetahui ilmu tentang strategi mobilitas pasukan, hukum-hukum jihad, pembagian rampasan perang dan fai`.Diwajibkan pula bagi para pejabat pemerintahan dan hakim untuk mempelajari hukum-hukum fikih peradilan dan hukuman hudud, akan tetapi mempelajari hal itu tidak wajib bagi selain mereka.3
  • Ilmu tentang mu’malah (aktivitas) yang hendak dilakukannya, agar bisa menghindari larangan yang haram dilakukan dan bisa menunaikan kewajibannya terhadap pihak lain. Berkata Syaikh Muhammad Sholeh Al-Munajjid rahimahullah memberi contoh ilmu-ilmu yang termasuk fardhu ‘ain :
    ومن ذلك تعلم أحكام البيع والشراء لمن أراد أن يتعامل بذلك ، وكذا أحكام النكاح والطلاق والأطعمة والأشربة وغيرها من المعاملات لمن أراد الإقدام على شيء منها
    Dan yang termasuk ilmu fardhu ‘ain adalah mempelajari hukum-hukum jualbeli bagi orang yang hendak melakukan aktifitas jualbeli, demikian pula hukum-hukum nikah, thalaq, makanan, minuman dan mu’amalah selainnya, bagi orang yang hendak melakukan salahsatu bentuk mu’amalah tersebut 4
  • Ilmu tentang hukum suatu kejadian kontemporer bagi yang mengalaminya. Berkata An-Nawawi rahimahullah:
    ويجب عليه الاستفتاء إذا نزلت به حادثة يجب عليه علم حكمها فإن لم يجد ببلده من يستفتيه وجب عليه الرحيل إلى من يفتيه وإن بَعُدت داره، وقد رحل خلائق من السلف في المسألة الواحدة الليالي والأيام
    “Wajib baginya (seseorang yg tidak tahu hukum suatu kejadian-pent) untuk meminta fatwa, jika mengalami kejadian kontemporer yang harus diketahui hukumnya. Jika di negrinya tidak didapatkan orang yang mampu berfatwa, maka wajib baginya pergi kepada orang yang mampu berfatwa walaupun jauh dari rumahnya. (Di dalam sejarah) beberapa orang Salaf dahulu pergi mencari ilmu tentang satu masalah sampai selama berhari-hari”5.

2. Ilmu Fardhu Kifayah

Yaitu sebuah ilmu yang jika sudah ada sebagian kaum muslimin yang mempelajarinya dengan mencukupi,maka gugurlah kewajiban tersebut atas seluruh kaum muslimin yang lainnya, namun disunnahkan bagi kaum muslimin yang lainnya tersebut untuk mempelajarinya.
Berikut nukilan perkataan An-Nawawi rahimahullah :
( القسم الثاني ) فرض الكفاية ، وهو تحصيل ما لا بد للناس منه في إقامة دينهم من العلوم الشرعية ، كحفظ القرآن ، والأحاديث ، وعلومهما ، والأصول ، والفقه ، والنحو ، واللغة ، والتصريف ، ومعرفة رواة الحديث ، والإجماع ، والخلاف ، وأما ما ليس علما شرعيا ، ويحتاج إليه في قوام أمر الدنيا كالطب ، والحساب ففرض كفاية أيضا
“Jenis Ilmu yang kedua adalah ilmu Fardu Kifayah, yaitu ilmu yang dibutuhkan manusia demi tegaknya agama mereka yang sifatnya harus ada, yaitu berupa ilmu-ilmu Syari’at, seperti : menghafal Alquran, Hadits dan ilmu Hadits, ilmu Ushul, Fikih, Nahwu, Bahasa Arab, Shorof, ilmu perowi Hadits, Ijma’ dan perselisihan Ulama.
Adapun ilmu yang bukan ilmu Syari’at, namun dibutuhkan untuk tegaknya urusan dunia, seperti kedokteran dan matematika, maka ini termasuk ilmu Fardhu Kifayah juga6.
Dengan demikian ilmu Fardhu Kifayahpun terbagi menjadi dua, yaitu yang terkait dengan ilmu-ilmu Syar’i dan yang terkait dengan ilmu-ilmu dunia.
Wallahu a’lam. Selanjutnya, silahkan baca: Mengenal skala prioritas dalam belajar agama Islam (3)
***
Referensi :
  1. Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab,An-Nawawi (Pdf,Waqfeya.com).
  2. Islamqa.info/ar/47273
  3. http://www.ibnothaimeen.com/all/khotab/article_98.shtml
  4. Al-Ihkam, Ibnu Hazm. (Pdf, Waqfeya.com)
Catatan kaki:
1. Kitabul Ilmi, Muhammad Sholeh Al-‘Utsaimin hal. 23
Al-Ihkam 5/122, Ibnu Hazm. (Pdf, Waqfeya.com)
Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab,An-Nawawi,hal.91 (Pdf,Waqfeya.com)

Tidak ada komentar