Islam
& Iman
الحمد
لله الذي أرسل رسوله بالهدى ودين الحق
ليظهره على الدين كله وكفى بالله شهيدا
، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك
له ، إقرارا به وتوحيدا ، وأشهد أن محمداً
عبده ورسوله ، صلى الله عليه وعلى آله
وأصحابه وسلم تسليما مزيدا ، أما بعد
:
MATAN
[Mengenal
Agama Islam]
“Dasar
yang kedua: mengenal agama Islam
dengan dalil-dalil sebagai
dasarnya.
Islam adalah:
اْلاِسْتِسْلاَمُ
لِلَّهِ بِالتَّوْحِيْدِ، وَالْاِنْقِيَادُ
لَهُ بِالطَّاعَةِ، وَالْبَرَاءَةُ مِنَ
الشِّرْكِ وَأَهْلِهِ
“Berserah
diri kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya, tunduk patuh dengan
mentaati-Nya, dan berlepas diri dari kesyirikan dan pelakunya.”
[Sampai
disini perkataan penulis rahimahullah]
PENJELASAN
“Dasar
yang kedua: mengenal agama Islam
dengan dalil-dalil sebagai
dasarnya.
Definisi
Islam
Islam
secara makna bahasa :
هو
الانقياد والخضوع والذل
“Tunduk
dan merendahkan diri”
Pembagian
Islam dalam dalil
Islam
secara dalam dalil (secara syar'i) mengandung dua makna :
Pertama:
الاستسلام
القدري
Kepasrahan
terhadap taqdir, yaitu: tunduk kepada Allah atas taqdir-Nya dalam
mengatur makluk-Nya, baik mereka suka maupun benci. Hal ini
ditunjukkan dalam Ali Imran:83.
Islam
atau kepasrahan jenis ini tidak bernilai pahala, karena semua makhluk
tak memiliki pilihan.
Kedua:
الاستسلام
الشرعي
Berserah
diri kepada Allah dengan melaksanakan Syari'at-Nya. Inilah Islam yang
syar'i atau berserah diri yang sesuai Syar'iat dan bernilai pahala,
karena ada kehendak dan usaha dari pelakunya.
Islam
yang syar'i (berserah diri yang sesuai Syar'iat) terbagi dua:
Islam
Umum:
Agama
seluruh nabi-nabi Allah dan rasul-rasul-Nya 'alaihimush
shalatu was salam
yang intinya adalah ajaran Tauhid, dan Islam umum inilah yang
didefinisikan oleh Penulis kitab Ushul Tsalatsah inididalam matan
ini. Jadi seluruh agama nabi-nabi Allah dan rasul-rasul-Nya
'alaihimush
shalatu was salam
hakekatnya adalah agama Islam dengan makna umum, bahwa ajaran mereka
adalah Tauhid, mengajak manusia untuk beribadah kepada Allah dan
melarang dari menyekutukan-Nya dalam peribadahan.
Islam
khusus
Islam
yang merupakan agama yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad
shallallahu
'alaihi wa sallam.
Islam
manakah yang dimaksud Penulis?
Berkata
Penulis rahimahullah:
Islam
adalah:
اْلاِسْتِسْلاَمُ
لِلَّهِ بِالتَّوْحِيْدِ، وَالْاِنْقِيَادُ
لَهُ بِالطَّاعَةِ، وَالْبَرَاءَةُ مِنَ
الشِّرْكِ وَأَهْلِهِ
“Berserah
diri kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya, tunduk patuh dengan
mentaati-Nya, dan benci terhadap kesyirikan dan pelakunya.”
Inilah
Islam umum,
ajaran seluruh
nabi-nabi Allah dan rasul-rasul-Nya 'alaihimush
shalatu was salam,termasuk
Rasulullah Muhammad shallallahu
'alaihi wa sallam.
Kandungannya ada
tiga:
1.
اْلاِسْتِسْلاَمُ
لِلَّهِ بِالتَّوْحِيْدِ
“Berserah
diri kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya”
Kandungan pertama
ini adalah pokok dan dasar dari dua kandungan yang lainnya.
Yaitu:
Ajaran Tauhid yang diungkapkan di dalam matan dengan “Berserah diri
kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya”. Dalilnya
Az-Zumar:54.
2.
الْاِنْقِيَادُ
لَهُ بِالطَّاعَةِ
“Tunduk
patuh dengan mentaati-Nya”.
Kandungan kedua ini
adalah hak dan penyempurna Tauhid yang merupakan kandungan pertama
tersebut. Dalilnya An-Nur:54.
3.
الْبَرَاءَةُ
مِنَ الشِّرْكِ وَأَهْلِهِ
“Benci
terhadap kesyirikan dan pelakunya”.
Kandungan ketiga ini
adalah konsekwensi dari Tauhid dengan membenci syirik dan pelakunya.
Dalilnya Al-Mumtahanah:4.
MATAN
“Islam
memiliki tiga tingkatan: Islam, Iman, dan Ihsan. Masing-masing
tingkatan memiliki rukun tersendiri.”
[Sampai
disini perkataan penulis rahimahullah]
PENJELASAN
Dalil
tiga tingkatan dalam beragama Islam
Penulis
hendak menjelaskan bahwa Islam yang khusus ,yaitu Islam yang dibawa
oleh
Rasulullah Muhammad shallallahu
'alaihi wa sallam terdiri
dari tiga tingkatan sebagaimana terdapat dalam hadits malaikat Jibril
'alaihis
salam
yang shahih.
Urutan
diantara ketiga tingkatan
Tiga
tingkatan ini, sebagian tingkatannya lebih tinggi dari yang lainnya.
Tingkatan
Ihsan lebih tinggi dari tingkatan Iman, dan tingkatan Iman lebih
tinggi dari tingkatan Islam.
Tingkatan
Pertama : Islam
Orang-orang
yang berhasil mencapainya dihukumi muslimun.
Tingkatan
ini maksudnya adalah melaksanakan amalan zhahir, yaitu Rukun Islam
yang lima, diiringi dengan sebagian keimanan batin yang menyebabkan
sahnya keislaman yang zhahir tersebut.
Jadi
tingkatan Islam adalah menunaikan amalan zhahir, yaitu ucapan dan
perbuatan yang zhahir.
Tingkatan
Kedua : Iman
Orang-orang
yang berhasil mencapainya dihukumi mukminun.
Maksudnya
adalah sebuah tingkatan dalam beragama Islam berupa keyakinan batin
dengan beriman kepada rukun iman yang enam, diiringi dengan sebagian
keislaman zhahir, dan amalan zhahir yang menyebabkan kesahan iman
yang batin.
Jadi
tingkatan Iman adalah ucapan dan perbuatan yang hati (batin)
Tingkatan
Ketiga : Ihsan
Orang-orang
yang berhasil mencapainya dihukumi muhsinun.
Muslimun,
mukminun, dan muhsinun ketiga-tiganya para pemeluk agama Islam, dan
masing-masing tingkatan memiliki keutamaan.
Perbedaan
antara Islam dan Iman
Hubungan
antara Islam dan Iman bisa diungkapkan dengan kalimat :
إذا
اجتمعا افترقا، وإذا افترقا اجتمعا
“Dua
kata yang jika keduanya berkumpul dalam satu dalil, maka
masing-masing kata membawa makna yang berbeda, namun jika hanya salah
satu saja dari keduanya yang disebutkan dalam dalil, maka maknanya
mencakup yan lainnya”.
أن
الإيمان إذا ذكر وحده يشمل الإسلام كله،
وكذلك الإسلام إذا ذكر وحده يشمل الإيمان
كله، كقوله تعالى:{
إِنَّ
الدِّينَ عِندَ اللّهِ الإِسْلاَمُ }
حينئذ
يراد به الدين كله أصوله وفروعه من
اعتقاداته
فإذا
ورد الإسلام والإيمان في نص واحد، كان
معنى الإسلام:
الأعمال
الظاهرة.
ومعنى
الإيمان:
الاعتقادات
الباطنة كما في حديث جبرائيل
MATAN
“Rukun
Islam ada lima: Syahadatain
(لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ، مُحَمَّدٌ
رَسُوْلُ اللَّهِ),
menegakkan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan haji ke
Baitullah al-Haram.”
[Sampai
disini perkataan penulis rahimahullah]
PENJELASAN
Perkataan
Penulis : “Rukun Islam ada lima”,
Maksud
istilah “rukun”
disini adalah tiang, bahwa Islam diibaratkan bangunan yang memiliki
lima tiang, dan bangunan Islam terbangun di atas lima tiangnya
tersebut
Mengapa
kelima perkara ini menjadi Rukun Islam?
Tentunya
selain karena dalil menunjukkan bahwa bangunan Islam terbangun di
atas lima tiangnya sebagaimana yang dikandung dalam Shahihain,
Rasulullah
shallallahu
'alaihi wa sallam
bersabda:
((بني
الإسلام على خمس:
شهادة
أن لا إله إلا الله، وأن محمدا رسول الله،
وإقام الصلاة، وإيتاء الزكاة،صوم رمضان
وحج بيت الله الحرام ))
juga
karena kelima rukun ini merupakan syiar-syiar Islam yang paling
dominan, oleh karena itu hukum kelima rukun ini adalah fardhu 'ain
atas muslim yang mukallaf.
Adapun
ajaran Islam lainnya merupakan penyempurna lima rukun ini.
Konsekuensi
jika seorang meninggalkan Rukun Islam
Menurut
pendapat ulama yang terkuat bahwa apabila seseorang meninggalkan atau
membatalkan rukun pertama dan kedua, yaitu : Syahadatain dan sholat
lima waktu, maka akan terjatuh dalam kekufuran atau keluar dari agama
Islam.
MATAN
“Dalil
Syahadat adalah firman Allah Ta’ala:
شَهِدَ
اللَّهُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ
وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ
قَائِمًا بِالْقِسْطِ لَا إِلَهَ إِلَّا
هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Allah
menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan
orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada
Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana.”
[QS. Ali Imran [3]: 18]”
[Sampai
disini perkataan penulis rahimahullah]
PENJELASAN
Mulailah
penulis disini menyebutkan dalil-dalil tentang lima Rukun Islam dari
Alquran, disamping dalil dari hadits yang telah disampaikan
sebelumnya.
Dalil
Rukun Islam Pertama, dalil tentang Syahadat pertama,
yaitu :
QS.
Ali Imran: 18 yang menunjukkan bahwa Allah bersaksi tentang
KemahaEsaan-Nya, dan mengkabarkan bahwa malaikat dan ulamapun
bersaksi tentang Tauhidullah tersebut.
Dengan
demikian jelaslah bahwa ayat ini merupakan dalil tentang Syahadat
pertama, bahwa Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali
Allah.
Dan
yang dimaksud “Bersyahadat” adalah seseorang meyakini,
mengucapkan dan mengabarkan sesuatu yang diyakininya, sehingga makna
“Asyhadu” adalah: saya meyakini, mengucapkan dan mengabarkan.
inilah
tafsir syahadat/persaksian secara bahasa, dan dalam Syari'at, serta
menurut tafsir Salaf Sholeh terhadap ayat Alquran tentang kata
“syahadat”.
MATAN
“Makna
لَا
إِلَهَ
إِلاَّ
اللَّهُ adalah
(لَا
مَعْبُوْدَ بِحَقٍّ إِلاَّ اللَّهُ)
“tidak
ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah”. Lafazh (لَا
إِلَهَ)
menafikan
seluruh yang disembah selain Allah dan lafazh (إِلاَّ
اللَّهُ)
menetapkan
bahwa ibadah hanya untuk Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya
dalam ibadah kepada-Nya, begitu juga tidak ada sekutu bagi-Nya dalam
kerajaan-Nya.”
[Sampai
disini perkataan penulis rahimahullah]
PENJELASAN
Nama
لَا
إِلَهَ
إِلاَّ
اللَّهُ :
Kalimatut Tauhid,persaksian terhadap keesaan Allah (Syahadat
yang pertama).
Maknanya
: لا
معبود بحق إلا الله
(Tidak
ada sesembahan yang berhak disembah )
/diibadahi
kecuali Allah.
Rukunnya
:
An-Nafyu
(Peniadaan/Penolakan),rukun
ini diambil dari لا
إلَهَ
,mengandung
:
Meniadakan
seluruh sesembahan selain Allah.
Menolak
penujuan ibadah kepada selain Allah.
Itsbat
(Penetapan),
rukun ini diambil dari إِلاَّ
اللهُ
,mengandung:
Menetapkan
satu-satunya Sesembahan yang
haq adalah Allah Ta'ala.
Menetapkan
peribadatan hanya ditujukan kepada Allah saja.
MATAN
“Tafsir
tentang kalimat Tauhid ini dijelaskan dalam firman Allah Ta’ala:
وَإِذْ
قَالَ إِبْرَاهِيمُ لِأَبِيهِ وَقَوْمِهِ
إِنَّنِي بَرَاءٌ مِمَّا تَعْبُدُونَ
(٢٦)
إِلَّا
الَّذِي فَطَرَنِي فَإِنَّهُ سَيَهْدِينِ
(٢٧)
وَجَعَلَهَا
كَلِمَةً بَاقِيَةً فِي عَقِبِهِ
لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Dan
ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya:
‘Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kalian
sembah, tetapi (aku menyembah) Tuhan Yang menjadikanku; karena
sesungguhnya Dia akan memberi hidayah kepadaku.’ Dan (Ibrahim)
menjadikan kalimat tauhid itu kalimat yang kekal pada keturunannya
supaya mereka kembali kepada kalimat Tauhid itu.”
[QS. Az-Zukhruf [43]: 26-28].”
Firman
Allah :
قُلْ
يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى
كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ
أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا
نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ
بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ
اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا
اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
“Katakanlah:
‘Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat
(ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kalian, bahwa
kita tidak menyembah kecuali Allah dan kita tidak persekutukan Dia
dengan sesuatu apapun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan
sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah.’ Jika mereka
berpaling maka katakanlah kepada mereka: ‘Saksikanlah, bahwa kami
adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).’”
[QS. Ali Imran [3]: 64].”
[Sampai
disini perkataan penulis rahimahullah]
PENJELASAN
Lalu
Penulis membawakan dua dalil atas pernyataannya tentang tafsir
kalimat Tauhid, bahwa
لَا
إِلَهَ
إِلاَّ
اللَّهُ bermakna
:
“Tidak
ada sesembahan yang berhak disembah )
/diibadahi
kecuali Allah”,
yaitu
:
QS.
Az-Zukhruf : 26-28 , dan QS.
Ali Imran : 64, yang intinya dalam dua ayat tersebut terdapat dua
rukun nafi (peniadaan) dan itsbat (penetapan).
Yaitu
: لَا
إِلَهَ
إِلاَّ
اللَّهُ bermakna
:
Meniadakan
seluruh sesembahan selain Allah dan menolak penujuan ibadah kepada
selain Allah.
Serta
menetapkan
satu-satunya Sesembahan yang
haq adalah Allah Ta'ala
dan
menetapkan
peribadatan hanya ditujukan kepada Allah saja.
Ringkas
kata, tafsir kalimat Tauhid, ,لَا
إِلَهَ
إِلاَّ
اللَّهُ
adalah
:
“Tidak
ada sesembahan yang berhak disembah/diibadahi kecuali Allah”.
Syahadat
pertama, kalimat Tauhid, ,لَا
إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ
ini
merupakan dasar Islam dan Rukun Islam pertama yang dengannya seorang
hamba masuk kedalam agama Islam. Syahadat pertama ini bukan hanya
dengan ucapan yang kosong dari tuntutan keyakinan dan bukan pula
kosong dari tuntutan amal, maka tak akan bermanfaat ucapan لَا
إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ seseorang
tanpa
mempersembahkan ibadah kepada Allah semata,
tak
akan bermanfaat tanpa mengesakan Allah dalam peribadatan, maka dari
itu syahadat munafiqin tidak bermanfaat, karena mereka mengucapkan
syahadat ini, namun tak meyakini kandungannya. Juga orang-orang yang
menyembah selain Allah, musyrikin, seperti para penyembah patung, dan
mayyit orang sholeh, maka tak bermanfaat syahadat mereka.
MATAN
“Dalil
syahadat مُحَمَّدٌ
رَسُوْلُ اللَّهِ
adalah
firman Allah Ta’ala
:
لَقَدْ
جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ
عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ
عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ
رَحِيمٌ
“Sesungguhnya
telah datang kepada kalian seorang rasul dari kaum kalian sendiri,
berat terasa olehnya penderitaan kalian, sangat menginginkan
(keimanan dan keselamatan) bagi kalian, amat belas kasihan lagi
penyayang terhadap orang-orang mukmin.”
[QS. At-Taubah [9]:128]”.
[Sampai
disini perkataan penulis rahimahullah]
PENJELASAN
Alasan
pendalilan
Ayat
ini menunjukkan bahwa Allah bersumpah bahwa telah
datang seorang utusan Allah yang diutus kepada kita, yang tentunya
ini mengandung keyakinan, ucapan dan pengkabaran, inilah makna
syahadat / persaksian, bersaksi artinya, meyakini, mengucapkan dan
mengkabarkan. Maka ayat ini dalil yang sah yang menunjukkan syahadat
yang kedua, yaitu bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.
Kita
harus meyakini bahwa beliau adalah utusan Allah sekaligus hamba-Nya,
penutup para nabi, diutus kepada seluruh manusia dan jin, dan bahwa
beliau adalah sosok hamba Allah yang paling sempurna ilmu dan
amalnya, demikian pula Syari'at Islam yang beliau bawa adalah
Syari'at Allah yang terakhir dan paling sempurna, beliau wajib
ditaati, dan dipercayai, dan tidak boleh beribadah dengan selain
ajaran Syari'at Islam yang beliau bawa. Shallallahu
'alaihi wa sallam.
MATAN
“Makna
syahadat (مُحَمَّدٌ
رَسُوْلُ اللَّهِ)
adalah:
[1]
(طَاعَتُهُ
فِيْمَا أَمَرَ):
mentaati Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam
terhadap apa yang diperintahkannya.
[2]
(تَصْدِيْقُهُ
فِيْمَا أَخْبَرَ):
membenarkan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam
terhadap apa yang dikabarkannya.
[3]
(اِجْتِنَابُ
مَا نَهَى عَنْهُ وَزَجَرَ):
menghindari apa yang Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam
larang dan peringatkan.
[4]
(أَنْ
لَا يُعْبَدَ اللَّهُ إِلاَّ بِمَا
شَرَعَ):
Allah tidak disembah kecuali dengan syari'at yang Rasulullah
shallallahu
‘alaihi wa sallam bawa.”
[Sampai
disini perkataan penulis rahimahullah]
PENJELASAN
Ucapan
seseorang “Asyhadu
anna Muhammadar Rasulullah”, yaitu
saya bersaksi bawa Muhammad adalah utusan Allah, itu mengandung makna
yang menuntut seorang pengucapnya memenuhinya.
Dan
makna tunutannya adalah
[1]
(طَاعَتُهُ
فِيْمَا أَمَرَ):
mentaati Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam
terhadap apa yang diperintahkannya. Tuntutan “Asyhadu
anna Muhammadar Rasulullah” adalah
kita meyakini bahwa beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam
adalah sosok yang wajib ditaati, karena beliau adalah utusan Allah,
sehingga hakekatnya perintah beliau adalah perintah Allah yang
mengutusnya, maksudnya tidak boleh seorang yang bersaksi bahwa
Muhammad adalah utusan Allah, memiliki keyakinan bahwa ia boleh
keluar dari ketaatan kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam
dan Syari'at yang beliau bawa serta tak wajib taat kepada beliau.
Hal
seperti ini menyebabkan syahadatnya tertolak atau batal. Lain halnya
jika keyakinan seseorang terhadap beliau benar, namun ia melakukan
kemaksiatan di bawah kekafiran dengan meninggalkan perintahnya yang
wajib, maka ini sekedar berkurang kadar kesempurnaan
syahadatnya,
namun masih sah syahadatnya.
[2]
(تَصْدِيْقُهُ
فِيْمَا أَخْبَرَ):
membenarkan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam
terhadap apa yang dikabarkan olehnya. Maksudnya seseorang yang
bersyahadat dengan syahadat kedua ini tidak boleh ragu sedikitpun
terhadap kabar beliau, meskipun sepintas lalu tak masuk di akal kita,
asalkan kabar tersebut memang valid dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam.
[3]
(اِجْتِنَابُ
مَا نَهَى عَنْهُ وَزَجَرَ):
menghindari apa yang Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam
larang dan peringatkan. Seorang yang bersaksi dengan syahadat ini
wajib menghindari keharaman yang beliau larang, dan wajib meyakini
haramnya sesuatu yang terlarang tersebut. Namun apabila seseorang itu
meyakini tidak wajib
menghindari larangan-larangan beliau yang mestinya haram untuk
dilakukan, atau larangan itu tidak tertuju kepada dirinya, maka
hakekatnya ia belumlah bersyahadat dengan syahadat tersebut, atau
tidak sah syahadatnya. Namun jika seorang muslim melakukan keharaman
di bawah kekafiran karena mengikuti hawa nafsu namun keyakinannya
terhadap larangan adalah benar, maka sekedar berkurang kesempurnaan
syahadatnya.
[4]
(أَنْ
لَا يُعْبَدَ اللَّهُ إِلاَّ بِمَا
شَرَعَ):
Allah tidak disembah kecuali dengan syari'at yang Rasulullah
shallallahu
‘alaihi wa sallam bawa.”
Maksudnya dalam beribadah menjalankan Syari'at Islam, maka seseorang
tak boleh menggunakan cara bid'ah, namun wajib dengan Sunnah atau
ajaran Islam yang dibawa beliau.
MATAN
“Dalil
shalat, zakat, dan tafsir tauhid adalah firman Allah Ta’ala:
وَمَا
أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ
مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا
الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal
mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan
supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang
demikian itulah agama yang lurus.”
[QS. Al-Bayyinah [98]: 5]”
[Sampai
disini perkataan penulis rahimahullah]
PENJELASAN
Dalil
rukun selanjutnya, yaitu sholat dan zakat adalah QS. Al-Bayyinah : 5
yang menunjukkan perintah untuk mendirikan shalat 5 waktu dan
menunaikan zakat (dan yang dimaksud zakat sebagai rukun Islam adalah
zakat mal), dan hukum asal perintah itu wajib, selama tak ada dalil
yang mengeluarkan dari hukum asal (wajib)
Dengan
demikian, sholat lima waktu dan menunaikan zakat mal itu wajib
hukumnya. Dan dalam ayat ini disebutkan perintah tersebut bagian dari
agama yang lurus.
MATAN
“Dalil
puasa adalah firman Allah Ta’ala:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ
عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ
عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.”
[QS. Al-Baqarah [2]: 183]”
[Sampai
disini perkataan penulis rahimahullah]
PENJELASAN
Ayat
ini menunjukkan wajibnya puasa Ramadhan, karena perintah dalam ayat
ini disebutkan dengan kata-kata
{كُتِبَ
عَلَيْكُمُ}
, dan ini salah satu gaya bahasa yang menunjukkan hukum wajib dalam
ilmu Ushul Fiqih. Sehingga tepatlah jika ayat ini menjadi dalil puasa
Rammdhan.
MATAN
“Dalil
haji adalah firman Allah Ta’ala:
وَلِلَّهِ
عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ
اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ
كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ
الْعَالَمِينَ
“Mengerjakan
haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang
sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa
mengingkarinya, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya dari semesta alam.”
[QS. Ali Imran [3]: 97.]”
[Sampai
disini perkataan penulis rahimahullah]
PENJELASAN
Ayat
ini menunjukkan wajibnya menunaikan “haji jika mampu”, karena
menggunakan gaya bahasa yang secara Ushul Fiqih menunnjukkan hukum
wajib.
Sehingga
tepatlah jika ayat ini menjadi dalil haji jika mampu.
Referensi
terjemah matan :
Post a Comment