Antara Berlebihan dan Merendahkan Orang Shalih - Larangan berlebihan dalam memuji orang shalih (5)


Larangan berlebihan dalam memuji

Dari Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

لا تُطروني كما أطرت النصارى ابن مريم؛ إنما أنا عبد، فقولوا: عبد الله ورسوله

Janganlah kalian melampaui batas dalam menyanjungku sebagaimana kaum nashara melampaui batas dalam menyanjung Nabi Isa putra Maryam!

Sesungguhnya aku adalah seorang hamba, oleh karena itu katakanlah (bahwa aku adalah ) hamba Allah dan Rasul-Nya! [HR. Al-Bukhari & Muslim].

Penjelasan:

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang kita dari berlebihan dalam memuji beliau shallallahu 'alaihi wa sallam, padahal jelas beliau adalah Utusan Allah yang paling mulia, tentunya ilmu dan amal ibadah beliau shallallahu 'alaihi wa sallam adalah paling bagus dan paling layak dipuji.

Kendati demikian, tetap saja Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang kita dari berlebihan dalam memujinya, karena hal itu selain melanggar Syari'at, juga akan menjerumuskan kepada bahaya yang besar, bahkan bisa sampai menyeret pelakunya kepada menyembah beliau shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagaimana hal ini dilakukan oleh Nashara terhadap Nabi Isa 'alaihis salam sampai mereka mengklaim bahwa Nabi Isa 'alaihis salam adalah Tuhan (baca surat Al-Maidah : 72) dan anak Tuhan (baca surat At-Taubah : 30).

Ghuluw adalah perkara yang membinasakan umat sebelum kita!

Dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu 'anhuma, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

إياكم والغلو؛ فإنما أهلك من كان قبلكم الغلو

Awas, jauhilah sikap melampaui batas (ghuluw)! karena sikap melampaui batas adalah perkara yang membinasakan umat sebelum kalian!

[HR. An-Nasaa'i dan selainnya, dishahihkan oleh Al-Albani rahimahumallah]

Penjelasan :

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memperingatkan dan melarang kita dari berbuat ghuluw (melampui batas), larangan dari ghuluw disini umum, mencakup berlebihan dalam masalah keyakinan maupun perbuatan, termasuk juga larangan dari berlebihan dalam bersikap terhadap orang-orang shalih yang bisa menjerumuskan mereka dalam penyembahan terhadap orang-orang shalih.

Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam pun menjelaskan sebab larangannya adalah karena sikap ghuluw itu penyebab kebinasaan umat sebelum kita.

Dengan demikian, dalam hadits ini hakekatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menghindarkan umat ini dari kebinasaan dengan melarang penyebabnya, yaitu bersikap melampaui batas (ghuluw), dan tentunya ghuluw terhadap orang-orang shalih termasuk pertama-tama tercakup kedalam larangan tersebut, karena ghuluw terhadap orang-orang shalih terbukti menyebabkan kesyirikan besar, bahkan kesyirikan besar yang pertamakali terjadi di muka bumi.

Binasalah orang-orang yang melampaui batas!

Imam Muslim meriwayatkan dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

هلك المتنطعون ، قالها ثلاثا

Binasalah orang-orang yang melampaui batas (tanaththu')! (Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda tiga kali)

Penjelasan :

Dalam hadits di atas, hakekatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan bahwa orang yang tanaththu' itu binasa dan bahwa tanaththu' itu sebab kebinasaan.

Beliau ungkapkan makna itu dengan mengulangi sabdanya sampai 3 kali, berarti hal ini mengandung larangan yang tegas dari berbuat tanaththu' .

Apakah tanaththu' itu ?

Pada asalnya secara bahasa, tanaththu' itu berlebihan dalam berbicara dengan menfasih-fasihkan ucapan.

Namun dalam hadits yang mulia ini, maksud tanaththu' tidak terbatas pada berlebihan dalam berbicara, tapi juga berlebihan dalam berdalil dan beralasan, serta berlebihan dalam beribadah.

Intinya tanaththu' yang dimaksud dalam hadits yang mulia ini adalah berlebihan dalam ucapan maupun perbuatan.1

Contoh bentuk tanaththu' terlarang :

-Berlebihan dalam mengkritik sehingga sampai menjatuhkan kehormatan pihak yang dikritik, menghinanya dengan kata-kata kotor, tidak mengakui kebaikannya dan tidak adil terhadapnya sehingga berlaku zholim.

- Berlebihan dalam memuji dengan meninggikan derajat seseorang yang sebenarnya belum sampai kepada kedudukan dalam pujian tersebut, serta menggelari dengan gelar-gelar yang jauh dari faktanya.

Karena setiap gelar dan julukan, hakekatnya memiliki kriteria yang dipersyaratkan, apalagi jika gelar tersebut adalah gelar ilmiah keagamaan.

- Berlebihan dalam menuduh ataupun mengklaim sesuatu, tanpa bukti ilmiah yang mendasarinya, karena sesungguhnya setiap kasus ada cara pembuktian secara ilmiahnya, dan karena kehormatan seorang muslim demikian mahalnya sehingga barangsiapa yang menuduhnya dengan sebuah tuduhan tanpa bukti ilmiah, akan berat pertanggungjawabannya di akherat!

- Berlebihan dalam berbicara dalam menanggapi peristiwa/urusan tertentu, apalagi jika terkait dengan urusan kemaslahatan kaum muslimin secara luas, apalagi urusan yang berdampak membahayakan kaum muslimin seacara luas, lebih-lebih lagi di masa fitnah yang penuh ketidakjelasan mana yang benar mana yang salah, maka tentu tidak setiap orang berhak berbicara menilai, mengklaim, apalagi sampai menuduh dan memprovokasi, karena tentunya hanya orang yang berkompeten dan memiliki kriteria khusus yang berhak menilainya.

Allah Ta'ala berfirman :

وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ ۖ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَىٰ أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ ۗ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لَاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلَّا قَلِيلًا

Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya.

Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kalian, tentulah kalian mengikuti syaitan, kecuali sebagian kecil saja (di antara kalian). [An-Nisaa' : 83].

Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh AL-Bukhari dan Muslim rahimahumallah dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

سَتَكُونُ فِتَنٌ ، الْقَاعِدُ فِيهَا خَيْرٌ مِنْ الْقَائِمِ ، وَالْقَائِمُ فِيهَا خَيْرٌ مِنْ الْمَاشِي ، وَالْمَاشِي فِيهَا خَيْرٌ مِنْ السَّاعِي ، وَمَنْ يُشْرِفْ لَهَا تَسْتَشْرِفْهُ ، وَمَنْ وَجَدَ مَلْجَأً أَوْ مَعَاذًا فَلْيَعُذْ بِهِ

Akan terjadi fitnah-fitnah, pada saat itu orang duduk lebih baik dari orang yang berdiri, orang yang berdiri lebih baik daripada orang yang berjalan, sedangkan orang yang berjalan lebih baik daripada yang berbuat2.

Dan barangsiapa yang mendekati fitnah3, niscaya fitnah akan membinasakannya, dan barangsiapa yang mendapatkan tempat membentengi diri atau tempat berlindung, maka hendaklah ia berlindung dengannya4!

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits di atas menjelaskan bahwa kelak akan terjadi fitnah, yaitu keadaan yang samar diwarnai ketidakjelasan, karena adanya kebodohan, tidak paham kebenaran, tidak berkompeten dan tidak memiliki otoritas namun ikut campur didalam masalah fitnah, sehingga fitnah itu membahayakan kaum muslimin!

Sumber : www.muslim.or.id

Bersambung, in sya Allah

1. Lihat I'anatul Mustafid, Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah, hal. 331 dan At-Tamhid , Syaikh Shalih Alusy-Syaikh, hafizhahullah, hal. 217.

2. Ikut andil dalam fitnah.

3. Tidak menghindar dari fitnah.

4. Maksudnya : menghindarlah agar selamat dari keburukan fitnah.

Tidak ada komentar