📜 20 Mutiara Keindahan Bahasa Dalam Al-Fatihah (2) 📜
Bismillah wal hamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du :
4. Bentuk
pujian yang tertinggi dan menyeluruh untuk Allah Ta’ala semata (Al-Mubaalaghah
fits Tsanaa’)
Diantara mutiara keindahan bahasa dalam Al-Fatihah
adalah terdapat bentuk pujian yang tertinggi dan menyeluruh untuk Allah Ta’ala
semata.
Hal ini didapatkan dengan memahami Alif Lam pada {ٱلۡحَمۡدُ} adalah Alif
Lam lilistighraaq, yaitu menunjukkan keumumuman cakupan yang menyeluruh
meliputi segala bentuk pujian dan syukur yang sempurna dari segala sisi.
Semua pujian dan syukur yang sempurna
itu dikhususkan untuk Allah Ta’ala semata dan hak-Nya
semata, karena hanya Dia-lah yang berhak mendapatkannya.
Pengkhususan
dan keberhakan ini
didapatkan dari makna huruf Lam yang ada pada {لِلَّهِ}, lam disini
lilistihqaq wal ikhtishash,[1]
menunjukkan makna hak & pengkhususan.
Disamping itu, { ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ } adalah kalimat yang diawali isim (jumlah ismiyyah), menunjukkan faedah terus menerusnya pujian yang sempurna itu untuk Allah Ta’ala semata.[2]
5.
Pevariasian kandungan seruan (talwiinul khithaab)
Pada {ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ} zhahirnya adalah kalimat berita, bahwa Allah Tabaraka
wa Ta’ala memuji diri-Nya, namun maksudnya adalah perintah kepada
hamba-hamba-Nya, jadi pada {ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ} mengandung makna : “Ucapkanlah : {ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ}”.
Hal itu dikarenakan dalam berita {ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ}itu terkandung pengajaran untuk hamba-hamba Allah agar mereka memuji-Nya.
6. Rahasia pengkhususan kepemilikan
Allah terhadap Hari Pembalasan
مَـٰلِكِ یَوۡمِ ٱلدِّینِ
Pemilik Hari Pembalasan.
Allah itu Pemilik semua hari dan
segala sesuatu, namun dalam Al-Fatihah, Allah disebut sebagai Pemilik Hari
Pembalasan, rahasianya adalah beberapa kemungkinan berikut ini :
-Untuk mengagungkan hari tersebut
dan menampakkan kengeriannya,
-Menampakkan hanya Allah-lah semata Yang Maha Memiliki dengan kepemilikan hakiki di saat seluruh kepemilikan makhluk sirna, di Hari Pembalasan itu tidak ada lagi perbedaan antara kepemilikan raja dan rakyat biasa, kecuali iman dan amal shalehnya.
7. Faedah
Penyifatan lafazh “Allah” (At-Taqyiid bin Na’ti)
Allah Ta'ala
berfirman :
ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَـٰلَمِینَ
(2) ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِیمِ (3) مَـٰلِكِ یَوۡمِ
ٱلدِّینِ (4)
“(2) Segala pujian kesempurnaan
hanya bagi Allah, Tuhan Pemelihara seluruh alam (3) Yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang (4) Pemilik Hari Pembalasan.”
Kandungan beberapa ayat ini
menunjukkan bahwa Allah disifati dengan empat sifat :
1. Tuhan Pemelihara seluruh alam
2. Yang Maha Pengasih
3. Yang Maha Penyayang
3. Yang Maha Penyayang
4. Pemilik Hari Pembalasan.
Dengan demikian, Allah adalah Tuhan Pemelihara seluruh alam, Yang Maha Pengasih, Yang Maha Penyayang dan Pemilik Hari Pembalasan.
8. Pendahuluan
dan pengakhiran (At-Taqdiim wat Ta’khiir)
Dalam ayat {إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِين} terdapat pendahuluan sesuatu yang pada asalnya di
akhirkan.
Susunan (إِيَّاكَ نَعْبُدُ)
pada asalnya
adalah نعبدك
, dengan mengakhirkan obyek(ك)
setelah kata kerjanya (نعبد).
Namun dalam ayat yang mulia ini susunan kalimatnya dibalik, yaitu obyek { إِيَّاك} didahulukan daripada kata kerjanya { نَعْبُدُ}.
Demikian
pula {إِيَّاكَ
نَسْتَعِينُ}
pada asalnya :نستعين بك , dengan mengakhirkan obyek (ك)
setelah kata kerjanya (نستعين).
Namun dalam ayat yang mulia ini susunan kalimatnya dibalik, yaitu obyek { إِيَّاك} didahulukan daripada kata kerjanya { نَسْتَعِينُ }, hal ini menunjukkan :
- faedah
pembatasan dan pengkhususan yang diterjemahkan dengan : “Hanya
kepada Engkau-lah kami beribadah” dan “Hanya kepada
Engkau-lah kami memohon pertolongan”.
Dan dalam
pembatasan ini terdapat dua rukun Tauhid :
Nafi
(meniadakan sesembahan selain Allah) & Itsbat (menetapkan satu-satunya
Sesembahan yang berhak disembah adalah Allah).
Inilah
hakekat Tauhid, bahwa hanya kepada Allah-lah seluruh peribadatan ditujukan, dan
tidak mempersembahkan ibadah apapun kepada selain-Nya. Dan termasuk ibadah
adalah ibadah Isti’anah (memohon pertolongan), maka wajib ibadah memohon
pertolongan (Isti’anah) hanya ditujukan kepada Allah Ta’ala
semata.
-Disamping terdapat faedah pembatasan dan pengkhususan, dalam ayat ini juga terdapat faedah pengagungan dan perhatian besar, karena bangsa Arab itu mendahulukan sesuatu yang terpenting sehingga layak diagungkan dan diperhatikan dengan sebesar-besarnya.
9. Rahasia pendahuluan ibadah daripada isti’anah
Dalam {إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ}
“Hanya kepada Engkau-lah kami beribadah dan hanya kepada
Engkau-lah kami mohon pertolongan”, terdapat pendahuluan ibadah daripada
isti’anah, rahasianya adalah
-Isti’anah dibutuhkan dalam setiap
ibadah,
-Mendahulukan hak Allah (mendapatkan
persembahan ibadah) daripada hak makhluk,
-Mendahulukan tujuan (ibadatullah)
sebelum sarana (isti’anah billah),
-Mendahulukan ibadah secara umum daripada ibdahkhusus (isti’anah billah).
10. Rahasia pengulangan { إِيَّاكَ} pada ayat {إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ}
Hal ini
dikarenakan pada ayat ini terdapat dua kata kerja yang berbeda, maka
masing-masing membutuhkan penegasan dan perhatian, maka pengulangan { إِيَّاكَ} pada ayat ini mengandung faedah :
- penegasan
kekhususan Allah atas keberhakan mendapatkan persembahan ibadah dan persembahan
isti’anah.
- kelezatan dalam bermunajat kepada Allah dan menyeru-Nya dengan mengulang sehingga dua kali disebutkan { إِيَّاكَ}.
11. Rahasia penyebutan kata kami pada ayat {إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ}
Pada ayat
{إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ}
“Hanya kepada Engkau-lah kami beribadah dan hanya kepada
Engkau-lah kami mohon pertolongan”, disebutkannya kata kami pada ayat tersebut, hikmahnya,
yaitu:
Konteks
kalimat ini adalah menampakkan penghambaan dan rasa butuh kepada Allah Ta’ala
serta pengakuan bahwa diri seorang hamba membutuhkan menyembah-Nya, memohon
pertolongan kepada-Nya dan hidayah-Nya.
Tentulah
dalam kondisi ini yang cocok seorang hamba menyatakan “kami” daripada “saya”.
Cocoknya
seorang hamba menyatakan bahwa “Kami, seluruh makhluk adalah hamba-Mu &
ciptaan-Mu, kami semua menyembah-Mu semata dan memohon pertolongan
kepada-Mu saja”, dan tidaklah pantas seorang hamba dalam kondisi ini mengatakan
: “Hanya saya saja hamba-Mu & ciptaan-Mu, saya menyembah-Mu
semata dan memohon pertolongan kepada-Mu saja”.
(Bersambung, in sya Allah)
Post a Comment