Keistimewaan Bahasa Arab (6)


Kaum muslimin terdahulu, tatkala mereka tinggal di negeri Syam, Mesir (penduduknya berbahasa romawi), Irak, Khurasan (penduduknya berbahasa Persi), dan di negeri Maghrib (penduduknya berbahasa barbar) membiasakan penduduk negeri-negeri itu berbahasa Arab.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah, masih di kitab Majmu’ Al-Fatawa, beliau menegaskan,

وكان السلف يؤدّبون أولادهم على اللحن، فنحن مأمورون أمرَ إيجابٍ أو أمرَ استحبابٍ أن نحفظ القانون العربي، ونُصلح الألسن المائلة عنه، فيحفظ لنا طريقة فهم الكتاب والسنّة، والاقتداء بالعرب في خطابها، فلو تُرك الناس على لحنهم كان نقصاً وعيباً

“Kebiasaan Salaf dahulu menghukum anak-anak mereka karena kesalahan pengucapan bahasa Arab, jadi kita diperintahkan -dengan jenis perintah wajib atau sunnah- untuk menjaga kaidah-kaidah bahasa Arab (Al-Qanun Al-‘Arabi), dan membenarkan pengucapan bahasa Arab yang menyimpang darinya, sehingga terjaga metode memahami Al-Qur`an dan As-Sunnah, dan mengikuti bangsa Arab dalam berkomunikasi dalam bahasa Arab, karena seandainya dibiarkan manusia salah dalam berbahasa Arab, tentunya hal ini merupakan kekurangan dan aib” (Majmu’ Al-Fatawa: 32/252).

Dalam kitab lainnya beliau -yang memiliki nama lengkap Ahmad bin Abdul Halim bin Taimiyyah dan terkenal dengan julukan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ini- menjelaskan bahayanya terbiasa meninggalkan berbahasa Arab, dan beralih kepada membiasakan diri berbahasa non Arab. Beliau menuturkan,

وأما اعتياد الخطاب بغير العربية التي هي شعار الإسلام ولغة القرآن حتى يصير ذلك عادة للمصر وأهله ولأهل الدار وللرجل مع صاحبه ولأهل السوق أو للأمراء أو لأهل الديوان أو لأهل الفقه فلا ريب أن هذا مكروه فإنه من التشبه بالأعاجم وهو مكروه كما تقدم

“Adapun membiasakan berbicara dengan menggunakan bahasa selain bahasa Arab -yang sebenarnya bahasa Arab tersebut merupakan syiar Islam dan bahasa Al-Qur`an- hingga menjadi adat di sebuah kota dan pendudukmya, dan kebiasaan bagi penghuni rumah, seseorang dengan sahabatnya, kebiasaan bagi pengunjung pasar, atau para pejabat, kebiasaan bagi karyawan di kantor atau Ahli Fiqih -tidak ada keraguan sedikitpun- bahwa hal ini hukumnya makruh, karena hal ini termasuk tasyabbuh dengan orang non Arab. Dan (sekali lagi) hal ini hukumnya makruh sebagaimana telah disebutkan sebelumnya.”

ولهذا كان المسلمون المتقدمون لما سكنوا أرض الشام ومصر ولغة أهلهما رومية وارض العراق وخراسان ولغة أهلهما فارسية وأهل المغرب ولغة أهلها بربرية عودوا أهل هذه البلاد العربية حتى غلبت على أهل هذه الأمصار مسلمهم وكافرهم وهكذا كانت خراسان قديما ثم إنهم تساهلوا في أمر اللغة واعتادوا الخطاب بالفارسية حتى غلبت عليهم وصارت العربية مهجورة عند كثير منهم ولا ريب أن هذا مكروه

“Oleh karena itu, kaum muslimin terdahulu, tatkala mereka tinggal di negeri Syam, Mesir (penduduknya berbahasa romawi), Irak, Khurasan (penduduknya berbahasa Persi), dan di negeri Maghrib (penduduknya berbahasa barbar) membiasakan penduduk negeri-negeri itu berbahasa Arab sampai bahasa Arab tersebut menjadi bahasa yang dominan bagi  penduduk negeri-negeri tersebut, baik orang Islam, maupun orang kafir. Demikian pula sebenarnya yang terjadi di negeri Khurasan dahulu, (namun) kemudian lambat laun mereka teledor dalam menjaga bahasa Arab mereka, dan (akhirnya) merekapun terbiasa berbahasa Persi, sampai bahasa Persi menjadi bahasa yang dominan di kalangan mereka, sedangkan bahasa Arab ditinggalkan oleh sebagian besar di antara mereka. Tidak ada keraguan sedikitpun bahwa hal ini hukumnya makruh.”
وإنما الطريق الحسن اعتياد الخطاب بالعربية حتى يتلقنها الصغار في الدور والمكاتب فيظهر شعار الإسلام وأهله ويكون ذلك أسهل على أهل الإسلام في فقه معاني الكتاب والسنة وكلام السلف بخلاف من اعتاد لغة ثم أراد أن ينتقل إلى أخرى فإنه يصعب

“Dan sesungguhnya metode yang bagus adalah membiasakan berbicara dengan bahasa Arab sampai anak-anak kecil terlatih mengucapkannya di rumah-rumah dan perpustakaan, sehingga tampaklah syi’ar Islam dan kaum muslimin. Hal ini menyebabkan kaum muslimin mudah dalam memahami makna-makna Al-Kitab dan As-Sunnah serta perkataan Salafush Shaleh. Berbeda halnya dengan orang yang terbiasa dengan suatu bahasa (non Arab) lalu ia ingin beralih kepada bahasa lainnya (Arab), maka hal itu sulit (baginya)” (Iqtidha` Ash-Shirath Al-Mustaqim: 1/526)

[Bersambung]
Daftar Link Artikel Berseri:

Daftar Link Artikel Berseri:

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah
Dipublikasi ulang dari website: Muslim.or.id

Tidak ada komentar